Yogyakarta (voa-islam.com) - Erupsi Merapi pada Jumat (5/11/2010) merupakan letusan yang lebih besar ketimbang letusan sebelumnya. Letusan hebat ini mengeluarkan gemuruh yang hingga berita ini diturunkan masih terus terjadi.
Gelegar itu makin menjadi saat petir saling sambar di puncak Merapi. Bunyi yang dihasilkan, membuat kepanikan total buat warga. Kondisi chaos pun terjadi.
Gelegar bak murka bumi ini membuat sekitar 2.000 pengungsi di barak Harjobinangun berhamburan. Proses evakuasi pun terhambat. Matinya lampu serta debu pekat yang mengguyur seantero Yogyakarta, membuat kepanikan menggila. Belum lagi, putusnya jalur komunikasi, membuat evakuasi makin sulit.
...”Kami mengevakuasi satu keluarga yang tewas terpanggang,” ujar relawan Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU), Subur, Jumat...
Bukan hanya dipengungsian, warga di Desa Pandowaharjo, Brayut, yang berjarak sekitar 20 Kilometer dari pusat erupsi pun kalang-kabut. Mereka saat ini berkumpul di balai dusun tersebut.
Kota Yogyakarta yang berjarak sekitar 40 kilometer, kini dilaporkan telah diguyur abu pekat. Lalu lintas tampak dipadati oleh kendaraan dengan jarak pandang yang pendek.
Saat ini BPPTK Merapi memperluas jarak aman awan panas Merapi hingga 20 kilometer.
Petir-petir Bersahutan
Suara petir dan cahaya kilat menyambar-nyambar terlihat di kawasan puncak Merapi yang sedang menggelegak hebat, Jumat (5/11/2010) dinihari.
Pukul 00.15 WIB dilaporkan dari Purwobinangun, sejumlah warga melihat kilatan-kilatan mengerikan di puncak gunung yang berselimut awan tebal itu.
Di berbagai titik, muncul kepanikan karena warga berebut kendaraan dan jalan ke lokasi di bawah yang lebih aman. Titik pengungsian kini dipusatkan di Stadion Maguwo, Sleman. Di Jalan Kaliurang, suasana hiruk pikuk, dan banyak warga yang belum mendapatkan angkutan.
Di Pesantren Al Qodir, Pakem, puluhan warga berjajar menunggu angkutan yang akan memindahkan mereka ke Stadion Maguwo. Gemuruh dan getaran terus terdengar dan dirasakan hingga radius lebih dari 25 kilometer.
Satu Keluarga Ada yang Terpanggang
Hingga pagi ini, sejumlah relawan terus menyusur dusun-dusun di sekitar wilayan Cangkringan, Sleman yang terkena dampak terjangan awan panas dini hari tadi.
Relawan menemukan satu keluarga tewas terpanggang karena terjebak di dalam rumah di Dusun Jiwan, Cangkringan. ”Kami mengevakuasi satu keluarga yang tewas terpanggang,” ujar relawan Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU), Subur, Jumat (5/11/2010).
Menurut Subur, satu keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu, dan satu anak. “Ketiganya ditemukan tewas dengan kondisi terlentang. Ayahnya di depan pintu,” katanya.
Ketiga korban tewas tersebut mengalami luka bakar hingga 90 persen. “Semua jenazah sudah dibawa ke RS Sardjito,” katanya, Banyaknya korban dari Cangkringan, dari petugas medis dan tim evakuasi, ada satu kampung di Gronggong musnah disapu awan panas.
Kebanyakan korban luka bakar ini terjadi ketika semburan awan panas datang mereka sedang matian-matian menyelamatkan diri menjauh. Karena sebelumnya sama sekali tidak ada informasi dan peringatan detik-detik jelang letusan yang mereka dengar.
Korban di rumah sakit dr Sardjito terus berdatangan hingga berita ini diturunkan sudah mendapai hampir 50 orang dan mungkin akan bertambah lagi.
Sudah 48 Jenazah Masuk RS. Sardjito
Sampai Jumat (4/11/2010) pukul 09.05 WIB, sudah ada 35 jenazah korban sambaran awan panas Merapi tiba di Instalasi Kedokteran Forensik RSU dr Sardjito Yogyakarta. Korban tewas diperkirakan akan bertambah banyak, karena masih ada puluhan korban yang belum dievakuasi.
Sementara korban luka bakar yang saat ini ditangani di Instalasi Khusus Luka Bakar dan Unit Gawat Darurat mencapai puluhan orang. Di Klaten, juga terdapat banyak korban luka bakar dirawat. Mereka kebanyakan berasal dari wilayah Manisrenggo, di tepi Kali Gendol.
Diberitakan sebelumnya, tim Kopassus, Yonif 403/Kentungan dan SAR Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), serta anggota Polri gagal mengevakuasi 16 jenazah yang masih berada di Desa Argomulyo yang disapu awan panas Merapi Jumat (5/11/2010) pagi ini.
Tim terpaksa lari menyelamatkan diri ke tempat aman menyusul luncuran wedhus gembel. Mereka baru bisa mengambil tujuh jenazah warga Argomulyo sebelum awan panas datang. Selain Argomulyo, korban juga berjatuhan di Desa Plumbon, Kecamatan Cangkringan, Sleman. Wilayah ini bersisian dengan alur Kali Gendol.
Tiga jenazah ditemukan dalam satu rumah di Plumbon, sedangkan tujuh orang di Argomulyo.
Seorang anggota Kopassus mengatakan, setelah Argomulyo, mereka akan menyisir Dusun Mbalakan, yang hingga pukul 07.00 WIB belum bisa dijangkau. Material vulkanik masih mengepul di sela-sela pepohonan dan rongsokan rumah yang terbakar. (LieM/dbs)