SOLO (voa-islam.com) – Nyali Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror kembali dipertanyakan. Setidak-tidaknya nyali itu dipertontonkan Densus saat penangkapan Joko Daryono, Aminul Mal (Bendahara) Jama’ah Anshorut Tauhid pusat.
Di lingkungan setempat, pria berusia 42 tahun yang akrab disapa Pak Joko atau Ustadz Thoyyib ini dikenal sebagai sosok biasa saja, sedangkan hubungan dengan masyarakat sangat baik. Salah seorang warga setempat, Sehono (25), mengatakan, Joko Daryono juga diketahui sering menjadi imam di Masjid Al-Hikmah di desa setempat.
Maka seorang sumber yang tidak bersedia disebutkan namanya, mengaku, kaget ketika sekitar sepuluh anggota densus secara tiba-tiba datang ke tempat itu dan menggerebek rumah tersebut. Ia mengaku heran dan tidak menyangka dengan penangkapan tersebut.
....Pak Joko atau Ustadz Thoyyib ini dikenal sebagai sosok biasa saja, hubungan dengan masyarakat sangat baik. Ia sering menjadi imam di Masjid Al-Hikmah. Warga kaget, heran dan tidak menyangka dengan penangkapan tersebut.....
Menurut keterangan dari keluarga serta saksi-saksi yang melihat langsung peristiwa penggrebegan, Joko ditangkap di rumahnya, RT 03 RW 01, Dukuh Ngemplak, Desa Gentan, Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo, Kamis (18/11/2010).
Warga merasa heran, untuk menangkap satu orang warga sipil yang tidak membawa senjata apapun, kenapa Densus harus mengerahkan puluhan personil bersenjata lengkap? Perilaku tak berperikemanusiaan pun dilakukan terhadap satu orang warga sipil yang tak berdaya itu. Teknisnya penangkapannya pun memakai gaya lama, tanpa disertai surat penangkapan. Surat Penangkapan terhadap aktivis Muslim yang diduga teroris baru diserahkan kepada pihak keluarga beberapa hari kemudian.
Pasca penangkapan Joko, anggota Densus 88 masih mendatangi rumahnya, sehingga pihak keluarga dan masyarakat bertanya-tanya, apa lagi yang dicari Densus 88? Padahal orang yang mereka duga teroris sudah mereka tangkap.
Dengan gaya koboinya, anggota Densus menakut-nakuti semua orang yang ada disekitar rumah tersebut. Dari rumah Joko, Densus hendak membawa sebuah brankas besi, tapi dicegah oleh Bu Eli, istri Joko sambil berkata, “Sudah pak, daripada kecewa, brankas itu tidak ada apa-apanya, itu punya Farouk anak saya. Kalau tidak percaya buka saja!”
Suasana pun makin tegang. Pihak keluarga melarang brankas dibawa Densus, sementara Densus masih mencurigainya sebagai alat bukti terorisme. Mau membuka di tempat, Densus nampak ragu. Maka Densus tersebut balik bertanya dengan nada emosi, “Mana Farouk?”
....Kepada bocah yang masih ingusan itu, Densus minta tolong agar membuka brankas tersebut. Padahal di dalamnya hanya ada mainan anak-anak. Tak ada bom, bahan peledak, alarm atau remote bom seperti yang ditakutkan.....
Farouk, bocah kecil yang tidak tahu apa-apa itu pun menghadap Densus. Kepada bocah yang masih ingusan itu, Densus minta tolong agar membuka brankas tersebut. Dengan sangat ketakutan, anak kecil yang sangat polos itu kemudian maju dan membuka brankas besi itu dengan menggunakan kode nomor kunci. Dan benar saja di dalamnya hanya ada mainan anak-anak. Tak ada bom, bahan peledak, alarm atau remote bom seperti yang ditakutkan.
“Ah, Densus! Gayanya segede gajah, tapi nyalinya sekecil semut,” ketus seorang warga mendengar kisah penggerebegan aktivis Muslim yang diduga teroris. [AS]