JAKARTA (voa-islam.com) – Polemik apartemen 2 milliard Syafii Maarif yang dipertanyakan Tabloid Suara Islam menjadi blunder. Syafii Maarif malas atau melecehkan pekerjaan wartawan?
Mulanya, Syafii Maarif geram dan gerah ketika ia mendapat kiriman SMS dari Abdul Halim, wartawan Tabloid Suara Islam untuk mengkonfirmasi, apakah benar mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu menerima hadiah dari pengusaha Aburizal Bakrie berupa apartemen mewah senilai Rp 2 miliar.
Kepada wartawan, pria kelahiran Sumpurkudus 75 tahun silam ini membeberkan SMS yang ia terima dari seorang wartawan Suara Islam pada 24 September 2010. Bunyi SMS itu: ”Mengapa menerima hadiah dari Aburizal Bakrie berupa apartemen mewah? Padahal beberapa tokoh, seperti Gunawan Mohammad dan Franz Magnis Suseno menolak penghargaan Bakrie Award. Apakah itu tidak mengganggu Anda yang guru bangsa? Apakah itu bukan suap?”
Anehnya, kenapa Syafii Maarif enggan menjawab pertanyaan wartawan tabloid Suara Islam untuk mengkonfirmasi? Padahal SMS itu bisa dibalas dengan satu kata, ya atau tidak, selesai persoalan.
....kenapa Syafii Maarif enggan menjawab pertanyaan wartawan tabloid Suara Islam untuk mengkonfirmasi? Padahal SMS itu bisa dibalas dengan satu kata, ya atau tidak....
Dengan dalih malas, Syafii malah menugaskan asistennya di Maarif Institute yang bernama Asmul Khairi untuk menjawab SMS tersebut. Syafii Maarif mengaku, ia tidak tahu-menahu soal isi balasan SMS asistennya pada wartawan tersebut. Tapi sehari kemudian (25 September 2010), wartawan yang sama kembali mengirim SMS lagi padanya.
“Kalau dianggap salah, saya minta maaf dan saya cabut berita tersebut. Sebagai wartawan, saya bukannya mau fitnah, tapi tabayun terhadap berita tersebut. Bisa minta waktu buat wawancara? Kapan dan di mana?” demikian SMS wartawan Suara Islam untuk mengkonfirmasi kedua kalinya.
Entah kenapa, Syafii Maarif lagi-lagi malas untuk dikonfirmasi wartawan Suara Islam saat meminta waktu untuk wawancara guna mengkonfirmasi berita sensitif tersebut. “SMS itu tidak saya jawab. Saya malas melayani. Saya pikir karena dia sudah minta maaf, maka saya merasa tabloid itu tidak akan memberitakan. Tapi ternyata di edisi November, beritanya tetap ada,” ungkap Syafii yang masih menyimpan rangkaian SMS itu di Black Berry-nya.
Dua setengah bulan kemudian, 7 Desember 2010, Syafii Maarif menerima SMS berikutnya dari wartawan tabloid Suara Islam Abdul Halim. Bunyinya adalah “...Hehehe, akhirnya marah juga’.
Syafii Maarif pun tidak membalas SMS tersebut. Ia pikir tidak perlu baca tabloid itu. “Saya malas tanggapi tulisan begitu. Kalau tidak diberitahu teman, ya saya tidak tahu. Saya tidak tahu apa motif dari Halim mengirim pesan singkat. Saya tahu orang itu. Sudah kenal dari Jogja,” tukas Syafii yang juga tinggal di Jogyakarta ini.
Sambil tertawa ringan, Syafii berujar, ”Kok harga saya cuma Rp 1-2 miliar di mata Suara Islam? Saya tidak tersinggung dan orang-orang terdekat saya juga tidak ada yang percaya,” ujar Syafii dalam jumpa pers di kantor Pengacara Lubis - Santosa dan Maulana, kawasan Sudirman Jakarta, Rabu (8/12/2010).
Kendati mengaku tidak tersinggung, Syafii merasa perlu mengambil sikap tegas menanggapi berita tersebut. Sebab sudah berulang kali muncul kabar tidak baik mengenai dirinya yang dia duga sengaja disebarkan kelompok tertentu. Sebetulnya Syafii Maarif malas menanggapi berita yang dianggap merugikan dirinya tersebut. Namun karena dikompori kawan-kawan di Ma’arif Institute, Syafii mengadu ke Todung Mulya Lubis sebagai kuasa hukumnya untuk kemudian menggelar siaran pers.
”Berita ini sudah sampai ke publik. Bila saya diam, khawatirnya orang akan percaya. Mantan anggota Pansel KPK kok harganya Rp 1-2 miliar? Kelompok ini sudah lama tidak senang terhadap saya, dibilang saya agen Barat dan agen zionis. Tapi selama ini saya tidak mau meributkan hal kecil demikian,” ujarnya ihwal alasan mengambil jalur hukum.
Di tempat terpisah, Abdul Halim yang ditemui di kantor tabloid Suara Islam, membenarkan bahwa dirinya sudah berusaha meminta waktu Syafii Maarif untuk tabayyun, tapi dirinya malah diancam-ancam oleh asisten Syafii Maarif.
Menurut Halim, SMS yang pertama tanggal 25 September tidak dijawab Buya. Kemudian SMS kedua, ia mendapat jawaban dari asisten Buya bernama Mulyadi dengan nada mengancam, agar tidak menulis berita tersebut. Karena gagal menemui Syafii Maarif, maka tugas wawancara dialihkan kepada Jaka Setiawan. Tujuh kali Jaka Setiawan menghubungi Buya, tapi tak digubris juga.
....Akibat malas untuk menjawab konfirmasi wartawan Suara Islam, Buya Syafii Maarif merasakan dampaknya. Terlebih, kubu Syafii kerap menganggap remeh media Islam....
Akibat malas untuk menjawab konfirmasi wartawan Suara Islam sejak September, Buya Syafii Maarif baru merasakan dampaknya. Terlebih, kubu Syafii kerap menganggap remeh media Islam, seperti tabloid Suara Islam yang dinilainya beroplah kecil dibandingkan Majalah Sabili dan Hidayatullah. Padahal, dugaan itu salah. Tabloid Suara Islam kini beroplah 20 ribu eksemplar yang akhir-akhir ini cenderung mengalami peningkatan.
Ustadz Muhammad Al-Khaththath, Pimpinan Umum tabloid Suara Islam, menyayangkan sikap Syafii Maarif. Menurutnya, seharusnya Syafii Ma’arif tidak memandang sebelah mata media Islam manapun. Tabloid Suara Islam yang merupakan corong Forum Umat Islam (FUI) dan dinaungi Dewan Redaksi yang berasal dari kalangan ulama.
Saat dimintai tanggapannya, legal officer (kuasa hukum) tabloid Suara Islam, Munarman, mengatakan, teman-teman wartawan diharap bersabar. ”Malam ini kami akan kami rapat dulu. Besok siang, kami akan menggelar Jumpa Pers di Menteng, Jakarta,” ujarnya kepada wartawan, Rabu (8/12/2010).
Yang jelas, pihak tabloid Suara Islam sudah berusaha menkonfirmasi mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif sebelum menurunkan edisi 19 November-3 Desember 2010. Namun, saat hendak dikonfirmasi oleh Suara Islam, Syafii menolak untuk diwawancarai. Karena itu, Syafii telah melecehkan profesi wartawan.
....Syafii sudah melecehkan profesi wartawan. Karena lebih dua bulan wartawan Suara Islam sudah minta konfirmasi dengan dia, tapi tidak diladeni dan menolak wawancara....
”Syafii sudah melecehkan profesi wartawan. Kenapa saya katakan melecehkan profesi wartawan? Karena lebih dua bulan wartawan Suara Islam sudah minta konfirmasi dengan dia, tapi tidak diladeni dan menolak wawancara. Wartawan mestinya marah,” jelas Munarman. [taz/desastian]
Berita Terkait: