JAKARTA (voa-islam.com) – Empat bulan lebih, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir menghilang dari rutinitas shalat berjamaah di Masjid Baitussalam Pesantren Al-Mukmin Ngruki Solo, sejak penangkapan Densus88 di Banjar Patroman. Untuk mengobati rasa kehilangan dan kerinduan terhadap sosok panutannya, para santri Al-Mukmin menjenguk Ustadz Abu, langsung ke Jakarta.
Di mata santri, Ustadz Abu adalah sosok panutan yang istiqamah di jalan Allah. Pesantren tempat mereka menimba ilmu setiap hari adalah salah satu bukti perjuangan besar Ustadz Abu yang penuh pengorbanan. Sejak berdakwah dan membangun Pondok Al-Mukmin bersama para sahabatnya, Ustadz Abu selalu disudutkan dengan berbagai fitnah dari penguasa zalim.
Bermodal dua bus sewaan, Senin 14 Muharram 1431 (20/12/2010) pukul 14.30 WIB, seratus santri Pesantren Al-Mukmin bersama 8 Asatidz bertolak dari Solo ke Jakarta, ke tempat di mana Ustadz Abu ditahan.
Tujuan mereka tak sekedar melepas rindu, tapi untuk menunaikan salah satu kewajiban sebagai orang beriman, yakni mengunjungi saudara orang beriman lainnya. Di tengah budaya materialisme yang semakin menggila ini, kewajiban saling mengunjungi sesama mukmin nyaris punah.
Sayang sekali, niat seratus santri untuk menemui guru dan orang tua mereka ini ternyata tidak dapat terlaksana. Ratusan kilometer perjalanan dengan liku-liku yang sangat padat dan ringkas serta berbalut keletihan nampaknya tidak terbayar lunas dengan terpenuhinya keinginan utama mereka. Ustadz Abu baru selesai menjalani operasi Katarak pada bagian mata sebelah kiri.
Berita kegagalan untuk bertemu sang guru itu sebenarnya sudah terbesit di kalangan santri, namun tekad yang sudah bulat, tak menyurutkan niat baik mereka.
Selasa siang pukul 11.30, setelah menunggu sekian lama, akhirnya hanya 5 perwakilan santri yang diizinkan menjenguk beliau secara langsung, sedang 95 santri lainnya hanya dapat melihat Ustadz Abu dari jendela kamar perawatan di lantai 3 Rumah Sakit Aini, Kuningan, Jakarta. Tak bisa berbuat banyak, Ustadz Abu yang kondisinya masih lemah pasca operasi, hanya bisa memandangi satu persatu santrinya.
Dengan mata diperban dan kepala berpeci putih kesayangannya, Ustadz Abu dijaga ketat oleh para polisi bersenjata lengkap seperti pasukan siap tempur. Entah apa yang dikhawatirkan polisi, sehingga harus mengawal Ustadz yang sudah renta dan sakit itu dengan senjata lengkap sedemikian rupa? Dari luar jendela, kesedihan dan keprihatinan yang mendalam nampak wajah-wajah para santri. “Menyedihkan memang, tapi hanya itulah yang bisa kami dapatkan,” ujar salah seorang santri.
....Ustadz Abu dijaga ketat oleh para polisi bersenjata lengkap. Entah apa yang dikhawatirkan polisi, sehingga harus mengawal Ustadz yang sudah renta dan sakit itu dengan senjata lengkap sedemikian rupa?....
Usai mengunjungi Ustadz Abu, rombongan santri melanjutkan kunjungan silaturrahim ke Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Pusat, di Kramat Raya, 45 Jakarta Pusat. Tak mau larut dalam kesedihan yang mendalam setelah bertemu Ustadz besarnya, Selasa malam rombongan santri langsung pulang kembali ke Solo. Kembali ke barak-barak pondok untuk menempa diri dengan ilmu agama, mempersiapkan diri menjadi ‘singa-singa’ Islam yang siap sedia membela kehormatan Islam dan kaum muslimin. Pertemuan mereka dengan Sang Ustadz menambah spirit perjuangan, karena fakta semakin nampak di pelupuk mata mereka, sosok renta Ustadz Abu yang teguh memperjuangkan syariat Robbnya, tak peduli meski selalu berseberangan dengan aspirasi ahlul kuffar wal munafiqin. [abdurrahman]