JAKARTA (voa-islam.com) – Fitnah SETARA Institute berkedok riset deradikalisasi terus bergulir. Ormas-ormas Islam yang terfitnah merapatkan barisan menghadapi riset bodong yang mengadu domba antar ormas Islam.
Para pimpinan dari berbagai ormas Islam berkumpul di Sekretariat Forum Umat Islam (FUI) Jakarta, Rabu siang (12/1/2011) untuk menghadiri rapat bulanan FUI. Hadir dalam rapat rutin tersebut antara lain: KH Muhammad Al-Khaththath (Sekjen FUI), KH Kholil Ridwan (Ketua MUI Pusat), Ahmad Soemargono (KISDI), Zahir Khan (DDII), Munarman (An-Nashr Institute), Jafar Shiddiq (FPI), Joserizal (Mer-C), Amin Djamaludin (Ketua LPPI), Nurdiati Akma (FORSAP: Forum Silaturahmi Antar Pengajian), Nurni Akma (PP Aisyah), dan para pimpinan ormas Islam lainnya.
Berbeda dengan agenda pertemuan bulanan sebelumnya, pertemuan rutin kali ini secara khusus membahas sekaligus merespon hasil riset ‘karangan’ LSM Liberal SETARA Institute yang dirilis tanggal 22 Desember 2010 silam.
Dalam laporan riset berjudul “Radikalisme Agama di Jabodetabek dan Jawa Barat: Implikasinya terhadap Jaminan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan” tersebut, SETARA Institut menyematkan cap radikal dan intoleran terhadap ormas-ormas Islam. Sebut saja seperti: FUI (Forum Umat Islam), FPI (Front Pembela Islam), GARIS (Gerakan Reformasi Islam), FAPB (Front Anti Pemurtadan Bekasi), FUI (Forum Ukhuwah Islamiyah) Cirebon, Tholiban, DDII (Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia), dan sejumlah majelis taklim lainnnya.
Ditemui voa-islam di sela-sela rapat bulanan tersebut, para pimpinan ormas Islam yang disebut, mengecam keras “penelitian” SETARA Institute yang memberi cap buruk atau stigmatisasi terhadap sejumlah ormas Islam dengan sebutan radikal, intoleransi, bahkan teroris. Selain merasa tidak pernah diwawancara ataupun konfirmasi, pimpinan ormas Islam yang dibidik SETARA Institute itu menilai, riset dibuat asal-asalan, tidak valid dan tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Ketua MUI KH Kholil Ridwan mengatakan, saat ini umat Islam lemah dalam melancarkan perang opini menghadapi komunitas islamphobi. Kiyai Kholil mengingatkan, umat Islam jangan diam saja ketika disudutkan, supaya tidak selamanya menjadi pecundang. Ia menyontohkan kasus Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. “Kita harus melakukan pembelaan terhadap saudara perjuangan yang terzalimi. Jangan pernah takut bicara, apalagi takut dianggap terlibat sebagai bagian dari teroris,” tegasnya.
“Opini harus dilawan dengan opini. Jangan dilawan dengan bom. Ada baiknya, kita membuat perlawanan serupa, seperti membuat buku mengungkap tokoh-tokoh liberal dan pemikiran sesatnya. Sebelumnya ada buku yang mengupas tuntas 50 tokoh liberal. Harusnya ada buku jilid II nya. Kan sekarang banyak wajah baru bermunculan. Bila perlu, kita susun daftar 100 orang munafiqin, biar umat tahu,” tandas Pimpinan Ponpes Al Husnayain, Jakarta Timur.
Meski namanya disebut-sebut dalam riset bodong SETARA Institute, kiyai yang juga Ketua Badan Kerjasama Pondok Pesantren se-Indonesia (BKSPPI), tidak terpancing emosi. Sambil tersenyum, Kiyai Kholil malah bersyukur namanya tertera dalam penelitian SETARA Institute. “Alhamdulillah nama saya disebut. Saya mengimbau, agar umat Islam yang tergabung di berbagai ormas Islam kembali merapatkan barisan untuk menghadapi musuh-musuh Islam,” ujarnya.
KH Muhammad Al Khaththath menambahkan, SETARA Institute jelas tidak Pancasilais. Mereka malah mentolerir berkembangnya aliran sesat, mendukung kemaksiatan merajalela, membiarkan pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan pemerintah soal rumah ibadah. Membiarkan kemaksiatan sama saja membiarkan para koruptor.
“SETARA Institute dan konco-konconya sesama Sepilis ingin membuat makar terhadap FUI untuk dibubarkan. Mereka takut dengan FUI yang punya kekuatan besar menggalang persatuan umat Islam. Tapi saya yakin makar Allah jauh lebih dahsyat untuk menghancurkan rencana mereka,” tutupnya.
Senada itu, Ahmad Soemargono menyebut SETARA Institute telah menyebarkan informasi tidak benar. Apa yang diungkap dalam laporannya, adalah bagian dari proyek deradikalisasi. “Bahkan bisa saja ini merupakan skenario jaringan Zionis internasional,” tegasnya.
Sementara itu, Munarman menilai laporan SETARA Institute yang diklaim Hendardi sebagai penelitian itu tak lebih hanyalah ilusi atau khayalan saja. Laporan ini bukan hasil karya murni seorang Hendardi, melainkan didesain oleh jaringan Zionis internasional.
“Isu yang digulirkan SETARA Institute didesain seperti dokumen Rand Corporation yang merupakan jaringan Zionis international,” tegas Munarman yang juga menjabat Ketua Bidang Nahi Munkar DPP FPI itu. [taz/desastian]