JAKARTA (voa-islam.com) – Bermodal data yang minim dan lemah, SETARA Institute memberikan cap radikal terhadap ormas-ormas Islam.
LSM liberal SETATARA Institute merilis laporan riset berjudul “Radikalisme Agama di Jabodetabek dan Jawa Barat: Implikasinya terhadap Jaminan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan,” pada 22 Desember 2010 silam. Dalam laporan tersebut, SETARA Institute menyematkan cap radikal dan intoleran terhadap ormas-ormas Islam, seperti: FUI (Forum Umat Islam), FPI (Front Pembela Islam), GARIS (Gerakan Reformasi Islam), FAPB (Front Anti Pemurtadan Bekasi), FUI (Forum Ukhuwah Islamiyah) Cirebon, Tholiban, DDII (Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia), dan sejumlah majelis taklim lainnya. Laporan yang dirilis tanggal dinilai lemah dan penuh kedustaan.
Ketua KISDI (Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam) Ahmad Soemargono menilai laporan itu sebagai kebohongan yang diindikasi sebagai skenario Zionis internasional.
“SETARA Institute telah menyebarkan informasi tidak benar. Apa yang diungkap dalam laporannya, adalah bagian dari proyek deradikalisasi. Bahkan bisa saja ini merupakan skenario jaringan Zionis internasional,” jelasnya kepada voa-islam.com di Sekretariat Forum Umat Islam (FUI) Jakarta, Rabu siang (12/1/2011).
“Jika melihat hasil penelitiannya, mereka ingin mendiskreditkan kelompok Islam tertentu dengan menyetarakannya dengan terorisme. Mereka membahasakan kelompok Islam yang selama ini giat mengkampanyekan syariat Islam dan membendung kemaksiatan sebagai kekerasan dan intoleran,” tambahnya.
Secara bahasa, lanjut Ahmad Soemargono, definisi radikal masih diperdebatkan. Demi proyek dan dalih antiteror, mereka menyamakan pejuang syariat Islam dan penjaga moral dan akidah umat sebagai terorisme. “Terus terang, saya tersinggung ketika Muhammad Natsir distigmatisasi seperti itu,” ujar dia.
....SETARA Institute sesungguhnya sedang melancarkan politik devide et impera (adu domba)....
Bang Gogon, begitu ia akrab disapa, mensinyalir ada upaya untuk membenturkan antar ormas Islam. SETARA Institute sesungguhnya sedang melancarkan politik devide et impera (adu domba). Karena itu umat Islam dan ormas Islam harus waspada dengan makar itu. “Saya berharap FUI menjadi kekuatan umat Islam untuk menggalang ukhuwah. Setelah KISDI, FUI bisa diharapkan untuk menyatukan seluruh elemen Islam. Saya mendukung aktivis-aktivis muda seperti Al-Khaththath dan Munarman. Perjuangan FUI harus didukung oleh ormas Islam yang ada. Bahkan FUI perlu membuat daurah-daurah pencerahan kepada ormas Islam. Intinya perlu ada regenerasi untuk menggantikan yang tua seperti saya,” harap Bang Gogon.
Senada itu, Ketua An-Nashr Institute, Munarman, menilai laporan SETARA Institute bukanlah hal yang aneh. Sejak 2006-2007, laporan yang mereka sebut penelitian tak lebih hanyalah ilusi atau khayalan mereka saja. LSM komparador itu ingin mencari-cari celah ormas Islam yang selama ini getol membendung kemaksiatan dan aliran sesat. Sampai-sampai, mereka mengait-ngaitkan pengaruh Masyumi dengan ormas Islam yang ada saat ini.
“Bagi kaum Sepilis, Islam dianggap sebagai sumber masalah. Intinya, bagaimana musuh melihat kita. Isu yang digulirkan SETARA Institute didesain seperti dokumen Rand Corporation yang merupakan jaringan Zionis international,” tegas Munarman yang juga menjabat Ketua Bidang Nahi Munkar DPP FPI itu.
Sejak SETARA Institute berdiri sekitar tahun 2002-2003, Hendardi sebelumnya hanya menulis opini di koran-koran. Ia dibantu oleh seorang asisten. “Hendardi itu orang bodoh, nggak ngerti apa-apa. Penelitian yang disusun oleh SETARA Institute kali ini, juga bukan ditulis oleh Hendardi, melainkan Ismail Hasani.”
....laporan yang mereka sebut penelitian tak lebih hanyalah ilusi atau khayalan mereka saja. LSM komparador itu ingin mencari-cari celah ormas Islam yang selama ini getol membendung kemaksiatan dan aliran sesat....
Munarman tertawa geli dengan laporan SETARA Institute yang menyatakan bahwa umat Islam yang bodoh, miskin, bisanya hanya marah-marah saja. Konyolnya lagi, umat Islam yang selama ini mengacu Al-Qur’an dan Hadits dianggap radikal. “Oleh SETARA Institute, kita dilarang untuk meyakini kebenaran agama Islam. Ngaco itu,” tukas Munarman santai. [taz/desastian]