View Full Version
Jum'at, 18 Feb 2011

Thamrin: Rusuh Cikeusik dan Temanggung Pengalihan Isu Kebohongan SBY

JAKARTA (voa-islam.com) - Rangkaian peristiwa konflik bernuansa agama yang mencuat belakangan ini dicurigai oleh Sosiolog dari Univesitas Indonesia, Thamrin Amal Tomagola, sebagai produk rekayasa intelijen yang muncul sebagai serangan balik terhadap dinamika politik di level elit yang cenderung menyudutkan pemerintahan SBY.

"Saya curiga ini manipulasi intelijen yang sedang mengobok-obok keadaan sekarang ini. Memang pada dasarnya kayu dan jerami keringnya (potensi konflik, Red) sudah ada, lalu ini dimanipulasi operasi intelijen," kata Tamrin dalam diskusi Akar Konflik Horizontal di Indonesia di Megawati Institute, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, kemarin (17/2). Turut berbicara Direktur Reform Institute Yudi Latief dan budayawan Mohamad Sobary.

Menurut Thamrin, model penyerangan yang terjadi terhadap jamaah Ahmadiyah di Ciekusik dan pembakaran sejumlah gereja di Temanggung, sangat terorganisasi. "Ada yang pakai pita, lalu serangan datang bergelombang dengan sangat terorganisasi, hanya militer yang bisa berfikir begitu," ungkap Thamrin.

..Tamrin menduga operasi intelijen di Cikeusik dan Temanggung merupakan upaya pengalihan isu..

Menurut dia, kedua peristiwa itu sangat mengingatkan pada konflik Ambon. "Seolah ini kelompok estrim. Padahal, ada operasi intelijen yang mengadu domba," tegasnya. Thamrin menduga operasi intelijen di Cikeusik dan Temanggung merupakan upaya pengalihan isu. Kelompok yang menjadi target adalah tokoh-tokoh lintas agama yang aktif mengkritik bahwa pemerintahan SBY telah melakukan kebohongan publik. "Telunjuk tudingan yang dilayangkan tokoh-tokoh lintas agama itu rupanya sangat tidak enak bagi pemerintah," ungkap Thamrin.

Dia menyebut ada tiga indikasi pemerintah merasa sangat tertusuk dan panik dalam menghadapi kritik dari para tokoh lintas agama. Pertama, reaksi emosional dari Menko Polkam Djoko Suyanto yang tidak terima dengan tudingan itu dan menyebut pemerintah tidak pernah berbohong. Kedua, Menseskab Dipo Alam menyatakan kalau tokoh-tokoh lintas agama itu adalah gagak-gagak hitam pemakan bangkai berbulu merpati. "Ini keluar dari gaya SBY yang santun. Pilihan bahasa itu sangat kasar," ujar Thamrin.

Sinyal ketiga adalah penanganan demonstran di depan istana yang menjadi sangat keras. "Rupanya gerakan para tokoh lintas sangat menggoyahkan keyakinan diri pemerintahan yang sudah sangat terbatas," sindir Thamrin, lagi.

Thamrin menyarankan agar SBY mengklarifikasi langsung kecurigaan tersebut. Sifatnya semacam pembuktian terbalik.

"SBY harus bisa meyakinkan publik, dia tidak memberi perintah, atau memberi isyarat (yang mengizinkan, Red) adanya manipulasi intelijen itu," tegas Thamrin.

Senada dengan Tamrin, Budayawan Mohamad Sobary juga menaruh kecurigaan yang sama. Menurut dia, peristiwa yang menimpa jamaah Ahmadiyah di Cikeusik merupakan suatu penyerbuan terencana. Di baliknya ada kekuatan yang menggerakkan dengan motivasi tertentu. "Ada suatu kekuatan yang digerakkan demi kepentingan politik agar itu terjadi," katanya.

..SBY harus bisa meyakinkan publik, dia tidak memberi perintah, atau memberi isyarat (yang mengizinkan, Red) adanya manipulasi intelijen itu..

Sementara itu Yudi Latief menyebut akar dari kekerasan yang kini terjadi karena berkembangnya model "negara kriminal". Dalam konteks ini, negara telah memberi harga murah bagi nyawa manusia, baik terhadap kejahatan yang disengaja maupun yang tidak disengaja. "Kejahatan yang disengaja, misalnya by design atau dengan skenario intelijen itu," kritik intelektual muda dari Universitas Paramadina, itu.

Dikonfirmasi secara terpisah, Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum membantah keras spekulasi yang mengkaitkan kasus Cikeusik dan Temanggung dengan SBY. "Sama sekali tidak benar itu," tegas Anas. Menurut dia, selama ini, pemerintah justru selalu mendesak aparat intelijen untuk meningkatkan daya deteksi dan antisipasi terhadap setiap potensi anarki dan kekerasan.

 "Harus diendus juga kemungkinan adanya pihak-pihak yang mendorong kekerasan untuk merusak keamanan dan ketertiban publik yang diarahkan  untuk mendelegitimasi pemerintah dan demokrasi," tandasnya. (jpn)


latestnews

View Full Version