View Full Version
Senin, 21 Feb 2011

Din Syamsuddin: Tidak Setuju Ahmadiyah Dibubarkan & Jadi Agama Baru

Jakarta (Voa-Islam) - Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin menyatakan, dirinya tidak mau ikut dalam gerakan pembubaran Ahmadiyah. Bukan hanya itu, ia juga tidak setuju, Ahmadiyah keluar dari Islam dan membuat agama baru. Namun demikian, sikap Muhammadiyah tegas, bahwa Ahmadiyah itu sesat. Din menyerukan kepada para pendakwah untuk mengajak Jemaat Ahmadiyah kembali ke pangkuan Islam yang benar.

Terhadap Ahmadiyah, sikap Muhammadiyah lebih awal dibanding dengan ulama yang tergabung dalam Rabithah Alam Islami dan Liga Islam se-Dunia dalam menyatakan sikapnya berupa fatwa, bahwa Ahmadiyah itu sesat. Sejak tahun 1933 lewat Majelis Tarjih telah dikeluarkan keputusan, yang substansinya menegaskan, bahwa Muhammadiyah menolak pemahaman yang meyakini adanya nabi setelah Nabi Muhammad Saw.

“Bagi kami, lebih baik mensosialisasikan kepada umat , agar tidak terpengaruh dengan keyakinan adanya nabi setelah Nabi Muhammad Saw,” ujar Din ketika menjadi keynote speaker dalam Diskusi Publik “Masalah Kerukunan Umat Beragama & Solusinya” di Gedung PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Senin (21/2) siang.

Din berkeyakinan , jika dakwah Islam disampaikan secara luas dan mendalam kepada seluruh umat , maka tidak akan ada umat Islam yang ikut menjadi Jemaat Ahmadiyah. “Dulu, Muhammadiyah sempat diinfiltrasi, dengan masuknya orang Ahmadiyah ke PP Muhammadiyah, jumlahnya ada  empat orang. Jadi, Muhammadiyah sangat tegas, bahkan jauh lebih keras, bahwa tiada nabi setelah Nabi Muhammad Saw.”

Dikatakan Din Syamsuddin, ditengah kehidupan kebangsaan kita yang majemuk, kerukunan umat beragama belakangan ini sedang dirundung masalah. Rentetan peristiwa bermuatan SARA  yang terjadi, menunjukkan betapa rentannya persatuan dan kesatuan, baik intern umat umat Islam maupun umat agama lain. Mulai dari kasus Cikeusik, Temanggung hingga Pasuruan.

“Akan  ada banyak bom waktu lain, yang akan mengusik kerukunan hidup beragama. Karenanya, diperlukan kebersamaan dan kekompakan untuk menjaganya. Secara relatif, kerukunan dapat kita bangun, terutama pasca konflik SARA. Di tingkat pusat, pemerintah menghimpun tokoh dari berbagai agama. Mulai dari tingkat daerah, kabupaten hingga kecamatan telah dibentuk FKUB,” kata Din.   

Meski kerukunan umat beragama relatif membaik. Namun, tetap masih ada faktor-faktor yang bisa mengganggu, khususnya antar umat Islam dan Kristiani. Munculnya kelompok radikal, garis keras, dan fundamental ternyata bukan hanya muncul di kalangan umat Islam, tapi juga Kristiani. Untuk itu, Muhammadiyah menyerukan kepada umat Islam untuk mengedepankan kearifan.

...Munculnya kelompok radikal, garis keras, dan fundamental ternyata bukan hanya muncul di kalangan umat Islam, tapi juga Kristiani. Untuk itu, Muhammadiyah menyerukan kepada umat Islam untuk mengedepankan kearifan...

Lebih jauh, Din mengatakan, soal eksistensi kelompok bukan urusan Muhammadiyah atau ormas Islam, melainkan menjadi domain negara atau pemerintah. Din juga mengakui, di kalangan umat Islam terjadi pro kontra soal menyelesaikan permasalahan Ahmadiyah, tapi ia akan menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah agar mengambil tindakan tegas sesuai hukum yang berlaku.  

“Jika diserahkan kepada negara, tentu akan merujuk pada konstitusi. Sementara Pemerintah akan dituding melanggar pasal 28, bahkan dianggap melanggar HAM, jika membubarkan Ahmadiyah. Karena itu  tidak mudah untuk melakukan pembubaran sebuah organisasi. Kami bisa memahami kerepotan negara untuk mengambil keputusan,”tukas Din yang juga Wakil Ketua Umum MUI.  

Mengajak Dakwah

Dalam beberapa dasawarsa, Muhammadiyah, ungkap Din, merasa tidak ada masalah ketika markaz  Ahmadiyah bersebelahan dengan Muhammadiyah. Suatu ketika, Din pernah bertanya dengan kawannya yang Ahmadiyah, kenapa masih merasa dirinya bagian dari Muslim, lalu orang Ahmadiyah itu menjawab: disuruh matipun, ia tetap meyakininya sebagai muslim.

“Lalu,  apakah kita punya alasan untuk memeranginya, jika orang Ahmadiyah menganggap dirinya muslim. Kecuali jika pura-pura Islam. Sejujurnya, Muhamadiyah merasa belum melaksanakan tugas dakwahnya untuk bisa mengajak jemaat Ahmadiyah untuk kembali ke pangkuan Islam,” tandas Din.

Soal tindak kekerasan, siapapun tidak ada yang membenarkan, apapun  tujuannya. Namun demikian, jangan hanya dilihat kekerasannya sebagai akibat, tapi juga penyebabnya. Apa yang terjadi di Cikeusik dan Temanggung adalah suatu rekayasa yang direncanakan. Kami meminta aparat hukum untuk mengungkap secara tuntas ke publik ihwal siapa yang bermain.

...Saya curiga dengan Pendeta Antonius yang menyebarkan buku dan brosur yang menghina islam di Temanggung. Jangan-jangan ini bagian dari rekayasa itu. Kok berani-beraninya dia..

Din menyebut terjadi multi efek akibat pemerintah melakukan pembiaran. Efek yang pertama adalah mendiskreditkan Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin. Tapi ketika sedang giatnya mengkampanyekan Islam rahmatan lilalamin, lalu dimunculkan kesan, Islam seolah agama yang haus darah, keras, dan teroris. Efek kedua, mendiskreditkan Indonesia sebagai negara yang tidak stabil. Karena itu umat Islam jangan terprovokasi dan terpancing untuk melakukan kekerasan.

“Sangat disayangkan, bila sikap pemerintah cenderung menyerahkan permasalahan pada masyarakat. Seharusnya pemerintah lah yang menyelesaikan masalah. Namun faktanya terjadi pembiaran. Di satu sisi Pemerintah SBY meminta agar melakukan dialog, namun negara tetap bersikap ragu, bimbang dan ambigu, dengan membiarkan masyarakat mencari jalan penyelesaiannya sendiri,” ungkap Din. (Desastian)


latestnews

View Full Version