VOA-ISLAM.COM - Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) melakukan perundingan damai babak keempat dengan pemerintah Filipina di Jeddah, Arab Saudi membahas otonomi daerah.
Perundingan ini dilakukan dengan fasilitator Indonesia yang memegang jabatan Ketua Komite Perdamaian Filipina Selatan di bawah naungan Organisasi Konferensi Islam (OKI).
Pertemuan pertama berlangsung di Jeddah tahun 2007 kemudian di Istanbul, Turki tahun 2008 dan di Manila tahun 2009.
Anggota delegasi Indonesia Andhika Bambang Supeno menjelaskan kepada BBC perundingan ini sekarang berfokus kepada amandemen UU Republik No 9054 yang mengatur Propinsi Otonomi Muslim Mindanao.
"Dari 36 usulan perubahan yang diajukan MNLF, pemerintah Filipina sudah menyetujui 33 butir. Jadi sekarang ada tiga lagi yang harus diselesaikan," kata Andhika seraya menambahkan bahwa perundingan dijadwalkan sampai tanggal 24 Februari 2011.
Tiga isu
Menurut Andhika tiga masalah yang perlu diselesaikan kedua pihak menyangkut persoalan penting.
..Sebagai fasilitator Indonesia mengharapkan tidak selalu menyelesaikan masalah dengan pendekatan legalistik namun membentuk satu kelompok kerja politik..
"Pertama mengenai perluasan Provinsi Otonomi Muslim Mindanao. Pihak Moro menuntut adanya referendum di 15 propinsi dan 13 kota," kata Andhika.
Isu kedua menyangkut pembagian hasil kekayaan alam termasuk pajak. "Saat ini pembagiannya 50% - 50%.
MNLF menuntut pembagiannya 70% untuk pihaknya dan 30% untuk pemerintah pusat Filipina.
Mereka menginginkan seperti di Aceh namun pemerintah Filipina tetap pada pembagian 50%-50%," lanjut Andhika.
Sedangkan, masalah ketiga adalah mengenai pemerintahan transisi. "MNLF menuntut pemilu bulan Agustus tahun 2011 ditunda untuk waktu satu sampai lima tahun," katanya.
Mengenai kemungkinan adanya kompromi dalam perundingan tiga hari ini, Andhika menjelaskan penyelesaian pada tahap ini sulit karena pihak pemerintah kesulitan menyetujuinya sebab menyangkut persoalan legalitas.
"Sebagai fasilitator Indonesia mengharapkan tidak selalu menyelesaikan masalah dengan pendekatan legalistik namun membentuk satu kelompok kerja politik," katanya. (bbc)