Jakarta (voa-islam) – Ada yang lucu dari kesaksian Luthfi Haidaroh alias Ubaid saat memberi keterangan di persidangan kasus dugaan teroris dengan terdakwa Ustadz Abu Bakar Ba’asyir lewat teleconference, Senin (14/3) siang. Ia berkali-kali harus bolak-balik ke toilet karena tak tahan beser (buang air kecil).
Yang pertama, ia sempat minta izin dengan hakim ketua untuk ke belakang. Sedangkan untuk kedua kalinya, saat teleconference terjadi sedikit gangguan disconect, tiba-tiba kursi saksi terlihat kosong. Rupanya ia lagi-lagi tak tahan beser. Ulah Ubaid pun membuat jaksa, wartawan, aparat dan pengunjung yang hadir tersenyum.
Lucunya lagi, ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) melontarkan pertanyaan yang diulang-ulang, Ubaid pun protes. ”Kan saya sudah jawab tadi, pertanyaannya jangan diulang-ulang dong. Capek saya,” kata Ubaid. Sampai-sampai JPU malu hati untuk menyerahkan pertanyaan pada rekan jaksa di sebelahnya.
Pengakuan Ubaid
Meski ditolak kuasa hukum terdakwa Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang menolak teleconference, sidang tetap dilanjutkan hakim ketua. Dari enam saksi yang direncanakan, hanya empat yang memberi kesaksian via teleconference dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (14/3). Seharusnya ,dua saksi lagi akan dihadirkan secara langsung, namun hakim membatalkannya.
Saksi yang memberi keterangan dalam teleconference tersebut itu adalah Abdul Haris alias Haris Amir Falah, Luthfi Haidarah alias Ubaid, Hendro Sulthoni, dan Sholahudin alias Sholeh.
Saat teleconference, Ubaid ditanya hakim dan JPU seputar peran dan keterlibatannya dengan terdakwa Ustadz Abu Bakar Ba’asyir terkait dana dan pelatihan militer (’idad) di Aceh.
Dalam kesaksian itu, Ubaid mengaku melakukan survei tempat pelatihan militer di Aceh. Namun ia tidak tahu menahu nama tempat yang bakal dijadikan i’dad tersebut. Ubaid juga mengaku telah berperan dalam mengumpulkan dana untuk itu atas ajakan Ziyad.
Ubaid pula yang memfasilitasi Dulmatin untuk bertemu dengan Ustadz Ba’asyir. Namun dalam pertemuan itu, ia tidak tahu apa yang dibicarakan Ustadz Abu dengan Dulmatin. Tapi intinya membahas latihan militer di Aceh.
Lebih jauh, Ubaid menjelaskan, ia pernah bertemu Yahya Ibrahim alias Dulmatin beberapa kali untuk membantu ”program Aceh”. Bersama Abu Tholut dan Dulmatin, Ubaid bertemu di Bandara Soekarno Hatta untuk menuju ke Aceh.
Ubaid juga mengakui kamera handycame yang memutar video pelatihan militer di Aceh dengan disaksikan Ustadz Abu dan para donatur seperti dr. Syarif Usman dan Haryadi Usman. Ketika ditanya hakim, bagaimana respon Ustadz Abu saat menonton video tersebut? Ubaid menjawab, Ustadz Abu tidak protes.
Dalam persidangan itu juga menghadirkan barang bukti beberapa pucuk senjata berikut amunisi. Jenis senjata itu diantaranya, AK47 dan M 16. Ubaid memperkirakan ada 15 pucuk senjata. Namun ia tidak tahu dibeli dimana. Setahunya, itu urusan Dulmatin.
Soal Dana
Soal dana sebesar Rp.15 juta, Ubaid menerangkan, dana itu masing-masing ia terima dari Ustadz Abu senilai Rp. 5 juta, sedangkan Rp. 10 juta ia disuruh minta ke Thoyib. Selanjutnya, Ubeid juga mengakui adanya aliran dana sebesar Rp. 120 juta dan 5000 US$. Termasuk uang yang ia terima dari dr. Syarif Usman. Ubaid juga pernah meminta Abdul Hamid untuk mencarikan dana. Yang jelas, Ubaid tidak tahu kalkulasi uang yang terkumpul senilai Rp. 775 juta.
Ubaid menjelaskan pelatihan militer di Aceh tidak pernah mengantongi izin dari pejabat setempat. Katanya, lebih dari dua minggu pelatihan itu diadakan. Usai latihan, terjadi kontak senjata dengan aparat. Setahu Ubaid, saat kontak senjata itu, dari pihaknya 3 tewas, 2 luka-luka, termasuk aparat yang terkena tembakan.
Yang menarik, soal perampokan CIMB di Medan, Ubaid mengaku mengenal diantara pelakunya, diantaranya Usman. Ditanya hakim soal tujuan tadrib, Ubaid menegaskan, agar peserta punya kemampuan untuk berperang. Namun ia tidak tahu secara spesifik untuk perang melawan siapa. Dengan kata lain belum pernah diputuskan. ■ Desastian