JAKARTA (voa-islam.com) – Politisi PKB Effendy Choirie mengkritik Presiden SBY sebagai penganut paham neoliberalisme yang tidak punya ketegasan dalam memimpin, padahal menurutnya, negara ini butuh pemimpin tegas seperti Sayyidina Umar.
Effendy Choirie atau Gus Coi secara terbuka mengungkapkan ketidaksukaannya terhadap gaya kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Baginya, SBY memimpin dengan gaya penganut paham neoliberalisme yang sama sekali bukanlah pemimpin yang dianggap sangat pro rakyat.
Sikap inilah yang membuat Gus Coi kemudian mendapat ancaman dipecat sebagai anggota DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Gus Coi dianggap mbalelo keputusan partai yang menolak Hak Angket Mafia Pajak DPR. Gus Coi, saat pengambilan keputusan melalui sidang paripurna DPR beberapa waktu lalu, bersama adik Gus Dur, Lily Wahid malah menyatakan dukungannya.
"Saya kurang sreg dengan SBY. Saya tak begitu suka dengan gaya kepemimpinannya. Karena negara ini membutuhkan kepemimpinan yang tegas seperti Sayyidina Umar (sahabat Nabi SAW). Kalau SBY, letoy, tidak tegas, dan penganut paham neolibealisme," katanya lantang saat peluncuran bukunya berjudul Istiqomah Bersama Rakyat, Rabu (27/04/2011).
Gus Coi menghargai, bila ketua umumnya, Muhaimin Iskandar berbeda sikap denganya, menjadi pendukung utama Presiden SBY. Sebuah perbedaan, katanya lagi, apalagi di dalam partai politik adalah hal yang lumrah.
"Saya hargai kalau Muhaimin mendukung SBY. Tapi, saya tetap boleh berbeda. Gus Dur pun tak melarang berbeda pendapat di partai. Soal lain, saya berbeda dengan grupnya Muhaimin yang sekarang," ujarnya.
Perbedaan sikapnya dengan Muhaimin Iskandar, menurutnya hanyalah sebuah perbedaan pemahaman saja. "Bisa saja saya yang salah, bisa saja saya yang benar. Bagi saya, yang paling terpenting adalah untuk rakyat. Yang jelas, dipecat atau tidak dipecat, saya tetap menjadi bagian dari PKB," ujarnya.
Gus Coi sempat bercerita. Dalam satu kesempatan, ia pernah bertemu dengan para konsituennya atas permasalahannya saat ini. Banyak yang marah, karena ia terzalimi.
Bahkan, ada yang menangis. Kenapa mau saja diperlakukan seperti ini. Tapi, saya tak akan pindah partai meski tak ada Undang-undang yang melarang, namun bagi rakyat, tak baik, kurang punya integritas kalau harus pindah partai," katanya lagi.
"Saya ingin bertahan di sini (PKB). Saya memang hampir merasa takut menghadapi apapun. Saya tak takut miskin, juga berhadapan dengan orang," tegas Gus Coi. [silum/trb]