View Full Version
Jum'at, 20 May 2011

Bukan Kebangkitan Nasional, Tapi Kebangkrutan Nasional

Jakarta (voa-islam) – Untuk menyegarkan ingatan kembali, tanggal 20 Mei 2011, menandai 103 tahun peringatan Hari Kebangkitan Nasional. Namun dalam perjalanannya, bangsa ini bukannya semakin maju, melainkan kian terpuruk saja. Maka pantas, jika bangsa Indonesia, saat ini menyebutnya sebagai Hari Kebangkrutan Nasional.

Hal itu diungkapkan sejumlah tokoh lintas agama Graha Cipta II Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Kamis (19/5) pagi dalam Refleksi Hari Kebangkitan Nasional. Tokoh lintas agama yang hadir antara lain: Ahmad Syafii Maarif (Muhammadiyah), KH. Salahudin Wahid (NU), Pdt. Andreas A. Yewangoe, Mgr. D. Martinus Situmorang, Bikkhu Sri Pannyavaro Mahathera, Xs. Tjhie Tjay Ing, M. Imdadun Rahmat dan sebagainya.

Para tokoh lintas agama menilai, pertumbuhan ekonomi nasional secara kuantitatif belum terbilang berhasil. Sekitar 50% rakyat Indonesia masih hidup di bawah atau serata dengan 2 dollar per orang per hari. Yang paling serius, budaya korup telah merasuk ke dalam sendi kehidupan masyarakat. Integritas moral serta komitmen politik kerakyatan pun terancam oleh money politik. Setiap kali muncul skandal korupsi, mengakibatkan rakyat semakin kehilangan kepercayaan kepada para wakilnya.

Tokoh lintas agama juga menilai, Sejak Orde Baru hingga kini, pelanggaran HAM serius terus menerus terjadi. Sejumah kasus seperti, kasus Trisakti, Semanggi I & II, Munir, para Tenaga Kerja Indonesia belum terselesaikan. Begitu juga  dengan Lapindo, Freeport, Newmont dan sebagainya. Ironisnya, tidak ada tindakan hukum apapun terhadap mereka yang diduga sebagai pelaku.

“Kami berpendapat, situasi ini tidak boleh dibiarkan. Kalau kita tidak bangkit dari keterpurukan itu, bukannya kebangkitan, melainkan kebangkrutan nasional akan mengancam kehidupan bangsa Indonesia,” kata Ahmad Syafii Maarif.

Dikatakan Maarif, kalau kami membuka mulut, bukanlah untuk menghantam siapa-siapa, melainkan karena kami berpendapat, bahwa situasi negara kita sudah serius. Hanya pemimpin yang berani lah yang bisa menyelamatkan negara Pancasila dan bisa membawa bangsa ini keluar dari ancaman kebangkrutan nasional. “Kita butuh pemimpin yang sungguh-sungguh ingin bangkit dari kelumpuhan kepekaan moral,” jelas Maarif.

Dalam pernyataan sikapnya, Tokoh Lintas Agama menuntut pejabat public, agar tidak ragu-ragu menjalankan empat pilar kebangsaan (UUD 45, Pancasila, Bhineka Tunggal Ikan dan NKRI).Selanjutnya, mengubah arah perekonomian Indonesia, agar rakyat kecil dapat merasakan, bahwa mereka bisa maju dan hidup layak. Perubahan itu harus dikomunikasikan dengan jujur, agar tidak mengingkari ekonomi yang diamanatkan oleh konstitusi.

“Yang mendesak untuk diperbaiki adalah sektor pertanian yang menjadi lapangan kerja sebagian besar rakyat Indonesia, yang tingkat pertumbuhannya jauh di bawah rata-rata. Begitu pula sektor perindustrian, sudah menunjukkan gejala de-industrialisasi,” tegasnya. Desastian

 

 

 


latestnews

View Full Version