Jakarta (voa-islam) – Pemerintah melalui Densus 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berupaya untuk terus memelihara terorisme, dengan cara menakut-nakuti masyarakat. Terlebih terhadap Amir Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Demikian terungkap dalam Nota Pembelaan Tim Advokat untuk Abu Bakar Ba’asyir (TAABB) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam persidangan sebelumnya (25 Mei 2011).
Bukan sesekali, Ustadz Abu difitnah secara keji oleh rezim yang berkuasa di negeri ini. Kebohongan demi kebohongan, fitnah demi fitnah terus saja diarahkan kepada Ustadz Abu Bakar Ba’asyir.
Seperti ketahui, persidangan terhadap Ustadz Abu kali ini merupakan episode ketiga. Episode pertama adalah ketika terdakwa dituntut dan diadili di PN Jakarta Pusat atas dasar kesaksian fiktif Umat Al Faruq. Ustadz dinilai terlibat dalam berbagai peristiwa pengeboman di Tanah Air, termasuk Bom Bali serta rencana pembunuhan terhadap Presiden Megawati ketika itu. Episode pertama ini berakhir dengan dibebaskannya Ustadz Abu oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Banding maupun Mahkamah Agung.
Tidak puas dengan pembebasan terdakwa, Washington DC mengirimkan utusannya (Tom Ridge) untuk menyidangkan kembali terdakwa dengan tuduhan yang berbeda, yakni terlibat dalam dua peristiwa pengeboman, yaitu Bom Bali dan bom diJW Marriot. Dalam persidangan, lagi-lagi Ustadz Abu dibebaskan oleh putusan PK dari Mahkamah Agung pada tanggal 21 Desember 2006.
Inilah episode terakhir Ustadz Abu. Beliau kembali dituduh mendanai dan mengetahui pengadaan senjata berikut amunisinya dalam pelatihan militer di Jalin Jantho – Aceh.
Yang menggelikan, setiap kali ada peristiwa pengeboman di negeri ini, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir selalu dikait-kaitkan oleh BNPT. Padahal, JAT jelas-jelas melansir press release, terkait aksi pemboman Masjid Malporesta Cirebon belum lama ini, sebagai perbuatan haram. Karenanya, JAT menolak keras segala upaya yang mengatasnamakan perjuangan Islam, namun melanggar batas-batas syariat Islam.
Meski seluruh ormas Islam tidak mentolerir aksi bom masjid Cirebon karena bertentangan dengan syariat Islam, namun Kepala BNPT Inspektur Jenderal Ansyad Mbai ngotot mengait-ngaitkan bom bunuh diri di masjid dengan umat Islam, terutama sosok Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Ansyad Mbai menuding bom bunuh diri itu masih terkait dengan jaringan kelompok Jalin Jantho, Aceh Besar, Nangroe Aceh Darussalam.
Menurut Ansyad, meskipun kelompok-kelompok ini terpecah-pecah dan melakukan operasinya sendiri-sendiri, tapi ide dasar mereka tetap sama dan saling terkait. Bom bunuh diri di Cirebon, tuding BNPT, berasal dari kelompok tertentu yang tetap ada kaitannya dengan jaringan kelompok lain. Meski teror di berbagai tempat dilakukan kelompok-kelompok yang berbeda, jaringan di belakang mereka tetap sama.
“Jangan dilihat kelompok per kelompok. Kelompok kecilnya bisa berbeda, tetapi pasti ada tokoh di belakang kelompok itu yang terkait dengan jaringan induknya,”ujar Ansyad, Ahad (17/4/2011).
Ketika ditanya soal keterlibatan Ustadz Abu, menurut Ansyad Mbai, tentu saja tidak bisa dielakkan, karena keterkaitan antarjaringan tadi. “Tentu saja Abu Bakar Ba’asyir terlibat kerana kelompok-kelompok ini kan tetap ada hubungannya. Kesannya mereka terpecah-pecah, tapi sebetulnya mereka tetap satu,” tegasnya kepada media.
Fitnah lain adalah pernyataan Mabes Polri, bahwa eksekutor bom Cirebon Muhammad Syarif adalah anggota JAT. Untuk memperkuat pernyataan itu Kepa Humas Mabes Polri menjelaskan, Syarif pernah dibaiat pada tahun 2008 oleh amir JAT, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. (Republika, 20 Mei 2011).
Tidak Manusiawi
Selama dalam proses penyidikan hingga pemeriksaan di Pengadilan, mobil yang digunakan untuk membawa Ustadz Abu selalu memakai kendaraan lapis baja yang untuk naik-turun kendaraan tersebut, terdakwa harus bersusah payah menapaki anak tangga yang cukup tinggi untuk usia terdakwa yang sudah berusia lebih 70 tahun.
Kepada Tim Advokasi, Ustadz Abu pernah mengeluhkan masalah kendaraan yang dipergunakan ini sejak terdakwa dilimpahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) oleh Penyidik, mengingat waktu terdakwa hatus bolak-balik ke rumah sakit untuk kepentingan kesehatannya. Demikian halnya saat pemeriksaan di persidangan, Ustadz Abu mengeluhkan hal yang sama.
Sekalipun Majelis Hakim telah memerintahkan JPU untuk memperhatikan permintaan terdakwa, namun JPU tidak melaksanakan, sehingga terdakwa tetap harus menderita naik-turun kendaraan lapis baja yang sangat militeristik itu. Sungguh ini merupakan perlakuan yang tidak manusiawi dan dzalim.
Dalam pledoi yang dibacakan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dalam persidangan sebelumnya, dakwaan JPU yang menyebutkan Ustadz Abu pernah bertemu dengan Dulmatin dan mengumpulkan dana untuk latihan bersenjata di Aceh adalah fitnah. Tuduhan itu untuk menguatkan rekayasa keterlibatan Ustadz Abu dengan kegiatan pelatihan militer di Aceh, sehingga JPU menuntut hukuman seumur hidup pada ustadz yang telah renta ini.
Tuntutan membabi-buta ini tak lain agar Ustadz Abu tidak lagi menyampaikan dakwah tauhid dan memberantas syirik di negeri ini. Seperti itulah ciri penguasa toghut menzalimi ulama yang selalu tampak tenang dan murah senyum ini. Semoga Allah menjaga beliau dan memberikan balasan kepada pihak-pihak yang selama ini melontarkan tuduhan keji kepada Ustadz. Amin. ● Desastian.