BEKASI (voa-islam.com) – Dalam situasi dunia yang semakin pragmatis dan materialistis, tugas dakwah semakin berat. Karenanya, para aktivis dakwah harus menekankan keikhlasan dan membangun kemandirian dahwah agar tidak diintervensi pihak manapun.
Hal itu disampaikan KH Syuhada Bahri Lc di hadapan seratusan peserta Musyawarah Daerah Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (Musda DDII) Bekasi IV, di Aula SDIT An-Najah, Jalan Veteran 48 Bekasi, Sabtu (25/6/2011).
Menurut Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) ini, dalam menyikapi dunia yang semakin pragmatis dan materialistis, kewajiban dakwah menjadi semakin berat, walaupun tidak ada yang seberat dengan tantangan yang dihadapi oleh para nabi dan rasul.
Syuhada juga menyoroti fenomena antara dakwah dan kemaksiatan yang sama-sama meningkat. Pasalnya, di era reformasi ini dakwah begitu bebas di segala sisi kehidupan. Tapi uniknya, kemaksiatan dan kemungkaran juga cenderung meningkat dan sangat bebas dilakukan.
“Patut kita pertanyakan, kenapa di era dakwah yang begitu bebas, kemungkaran juga begitu bebas? Padahal kalau kita kembali pada rumusan Allah yang ada dalam Al-Qur'an, disebutkan “wa qul jaa`al haqqa wazahaqal bathil.” Kalau yang haq sudah datang, yang batil pasti sirna). Tapi kenyataannya, yang haq terus disuarakan, yang batil terus berkembang,” ujarnya dalam Musda bertema “Membangun Semangat Ukhuwah Menuju Bekasi Bersyari’ah.”
Data-data kerusakan moral bangsa, menurut Syuhada, sudah sedemikian akut. Di kalangan pejabat, korupsi makin menjadi justru terjadi pada saat pemerintah menyatakan perang terhadap korupsi. Data di bidang narkoba, tahun 2003-2010 transaksi narkoba naik 300 persen.
Tak kalah rusaknya adalah perilaku perzinaan di kalangan remaja dan pelajar. Mengutip data penelitian BKKBN, Syuhada memaparkan bahwa di Jabotabek, 51 persen remaja sudah melakukan hubungan seks di luar nikah. Sementara di Medan 52 persen, dan Surabaya 54 persen. Sementara data yang disampaikan oleh Komnas Perlindungan Anak (KPA), tercatat 62,7 persen siswi SMP sudah tidak gadis lagi. Sedangkan hasil penelitian Yayasan Kita dan Buah Hati, 22 persen anak-anak SD kelas 4-6 sudah terbiasa mengakses situs porno, padahal situs porno yang sekarang tayang di internet ada 10 juta situs.
Dengan data-data itu, menurut Syuhada, dari sisi moral, lima puluh tahun ke depan, generasi bangsa ini adalah generasi yang rusak.
“Mungkin tidak berlebihan kalau kita mengatakan bahwa posisi Indonesia itu sesuai dikatakan Allah di dalam Al-Qur'an ‘wa kuntum ‘ala syafaat khufratin minan-nar.’ Kita sekarang sudah berada di jurang kehancuran,” papar Syuhada.
Solusi kehancuran itu, menurut Syuhada sudah dijelaskan Allah dalam Al-Qur'an pula, yaitu “fa anqadzakum minha.” Maka hendaklah ada gerakan penyelamatan agar tidak terjadi kehancuran. Sepanjang sejarah manusia, gerakan penyelamatan yang bisa menyelamatkan manusia dari manusia yang bejat menuju manusia yang bermartabat, adalah gerakan dakwah.
“Karena itu, DDII akan konsisten berada di jalan dakwah. Karenanya, sekolah tinggi yang didirikan DDII adalah Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID), meskipun beberapa kalangan mencibir fakultas dakwah sebagai fakultas yang tidak laku,” tegasnya. “Dewan dakwah bertekad akan menjadikan STID M Natsir di Tambun, Bekasi, sebagai Universitas Dakwah.”
Karena beratnya tantangan dakwah, Syuhada mengingatkan agar para dai dan mubalig tak bosan-bosannya mengintrospeksi agar melakukan dakwah secara ikhlas karena dorongan dari dalam, bukan karena motivasi dari luar.
“Dakwah itu amal yang lahir dari dalam, bukan karena tarikan dari luar. Dakwah itu harus dilandasi oleh keikhlasan. Dakwah yang dilakukan karena tertarik oleh kesempatan, peluang dan uang menjadi motivasi, maka dakwah seperti itu tidak pernah memiliki nilai bina,” terangnya.
Membangun Kemandirian, Mengkader Dai dan Ulama
Untuk menembus tantangan berat itu, Syuhada memaparkan bahwa Dewan Dakwah akan mengonsentrasikan langkah-langkahnya dalam tiga persoalan pokok. Pertama, pembenahan organisasi Dewan Dakwah yang profesional, supaya organisasi bergerak dengan lincah dan tepat sasaran.
Kedua, membangun kemandirian dakwah agar dakwah diintervensi orang lain. Caranya, menumbuhkan semangat umat untuk berinfak. Dewan Dakwah Infaq Clup (DDIC). Esensi DDIC bukan semata-mata pengumpulan dana, tapi gerakan membangun jaringan pendukung dakwah.
Ketiga, fokus kepada kaderisasi dakwah agar tidak terjadi figur sentris. Kaderisasi Dewan Dakwah Pusat sendiri diklasifikasikan menjadi kaderisasi formal yang berjenjang dalam S1, S2 dan S3. Untuk program S1 sendiri dilakukan dalam empat tahap, yaitu tahun pertama pembinaan akidah dan bahasa, tahun kedua ditugaskan dakwah di masjid-masjid, tahun ketiga kafilah dakwah di daerah pedalaman selama dua bulan, dan tahun keempat mengabdi berdakwah selama satu tahun di pedalaman.
Bila lulus S1 maka mahasiswa mendapat beasiswa penuh melanjutkan S2. Lulus S2 mengabdi lagi berdakwah di pedalaman selama dua tahun. Setelah itu ditarik lagi melanjutkan S3 hingga lulus. Lulusan S3 inilah yang nantinya akan di tempatkan di daerah yang sesuai.
....Cita-cita kami sederhana saja. Yang penting hafal Al-Qur'an dan menguasai kitab-kitab fiqih. Nggak muluk-muluk, minimal 250 kitab...
Dengan pola pengkaderan formal seperti itu, Syuhada berharap para kader yang sudah berhasil tidak pernah melupakan pembinaan masyarakat bawah, karena mereka sudah pernah bergaul selama tiga tahun dengan masyarakat lapisan bawah yang miskin ilmu, miskin harta dan miskin iman.
“Walaupun dia sudah doktor, tapi dia tidak akan lupa dengan masyarakat yang dia bina di daerah. Tidak ada lagi dalam pikirannya bahwa doktor itu hanya di ruang seminar, tidak di pedalaman.”
Selain kaderisasi formal, Dewan Dakwah juga mengkader ulama non gelar yang hafal Al-Qur'an dan menguasai kitab-kitab fiqih. “Cita-cita kami tidak terlalu tinggi, sederhana saja. Yang penting hafal Al-Qur'an dan menguasai kitab-kitab fiqih. Nggak muluk-muluk, minimal 250 kitab,” pungkasnya. [taz]