Medan (voa-islam) - Dari balik jeruji penjara, Khairul Ghazali meluncurkan buku berjudul ‘Aksi Perampokan Bukan Fai’ . Buku setebal 109 halaman yang merupakan karya pribadinya, dikupas di Hotel Madani Medan, Ahad (10/7). Khairul mengakui telah terjadi penyimpangan makna, sehingga banyak umat muslim menggunakan fai untuk berbuat kejahatan.
Seperti diketahui Khairul Ghazali, merupakan salah satu tersangka kasus perampokan CIMB Niaga Medan yang ditangkap tim Detasemen Khusus (Densus) Polri pada 19 September 2010 di Tanjung Balai, Sumut. Kasusnya saat ini masih disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Medan bersama sejumlah terdakwa lainnya, yang rata-rata dikenakan dakwaan melanggar UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Dalam peluncuran buku tersebut, hadir sejumlah tokoh, diantaranya: Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai,Ahmad Syafii Mufid, peneliti Badan Litbang Kementerian Agama dan Rektor IAIN Sumut Nur Ahmad Fadhil Lubis.
“Fai adalah harta rampasan yang direbut tanpa kekerasan dan pertumpahan darah. Fai itu tidak memerlukan pengerahan kekuatan dan senajara, tidak ada ancaman apalagi teror dan pembunuhan,” kata Khairul Ghazali.
Menurut Khairul Ghazali, salah tafsir tentang makna fa’i inilah yang kemudian dijadikan dalil untuk membenarkan tindakan melakukan perampokan, yang dibarengi tindakan kekerasan dan bahkan pembunuhan. Padahal seharusnya tidak bisa begitu. Fa’i merupakan harta yang ditinggalkan pergi musuh sebagai dampak perang. “Perampokan, penjarahan, pencurian bahkan pembunuhan, itu bukanlah fa’i, melainkan perbuatan fahsya atau keji dan mungkar,” kata Khairul.
Peneliti Badan Litbang Kementrian Agama, Ahmad Syafii Mufid berharap kekeliruan makna fai harus segera diluruskan, agar ajaran Islam tidak ternoda. Ia berharap buku yang diterbitkan Ghazali dapat membantu program pelurusan makna itu.
“Kekeliruan ini harus dikoreksi dan diluruskan, agar ajaran Islam yang suci tidak ternodai. Pembiaran sosialisasi paham jihad, qital, fa’i dan ghanaimah kepada masyarakat secara tidak langsung melalui media sangat berbahyaya dan dapat mengakibatkan kesalahpahaman dan membingungkan umat yang rata-rata masih awam dalam politik dan peperangan,”ujar Syafii Mufid.
Sementara Ansyaad Mbai dalam kesempatan itu menyatakan, terorisme memang ada diIndonesia, tetapi bukan agama yang menyebabkannya. Melainkan kesalahpahamandalam memahami ajaran Islam, seperti kesalahan dalam memaknai fa’i. (Desastian/trib)