View Full Version
Rabu, 13 Jul 2011

Setelah Ngruki, Kini Giliran Ponpes Umar bin Khaththab di NTB

Mataram (voa-islam) – Lagi-lagi,  pesantren hendak digiring pada sebuah opini dan stigmatisasi: sarang teroris. Setelah Pesantren Ngruki pimpinan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir di Solo, kini giliran Pondok Pesantren Umar bin Khaththab di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang dicap radikal.

Data Polda NTB menyebutkan, Ponpes Umar Bin Khattab berdiri tahun 2003. Ponpes yang berada di bawah Yayasan Umar Bin Khattab ini dipimpin oleh Ustadz Abrori, anak Ustadz Ali. Sejauh ini Ponpes ini hanya memiliki 49 santri. Sumber di Mapolda NTB menyebutkan, ponpes tersebut dituding terkait dengan jaringan terorisme di Aceh. Pendiri ponpes itu, U alias Utbah alias Mujahid, saat ini masih diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Senin (11/7) lalu, sekitar pukul 15.00 WITA, warga Desa Sanolo, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, dikejutkan sebuah ledakan hebat yang terdengar hingga radius dua kilometer. Menurut keterangan polisi, sumber ledakan berasal dari Pondok Pesantren Khilafa Umar bin Khattab. Meski belum bisa dibuktikan, polisi menduga ledakan itu  berawal dari bom rakitan yang konon ditujukan untuk polisi. Kendati belum bisa dipastikan, polisi menengarai, bom itu disiapkan untuk menyerang Polsek dan Polres di Bima.

Akibat ledakan tersebut, satu orang bernama Firdaus alias Suryanto Abdullah tewas. Hasil visum menunjukkan, Firdaus mengalami luka pecah tulang bagian pipi kanan mulai dari atas telinga sampai rahang bawah. Firdaus juga mengalami luka robek di bagian telapak atas kaki kiri. Ketiga, luka robek bagian pundak kanan dan kiri.

Terkait informasi yang beredar, di dalam pesantren itu diduga terdapat enam bom dan dua buah senjata AK 47. Namun polisi belum bisa memastikan itu.  Sampai pukul 20.00 WITA, kepolisian belum bisa mendekati ponpes. Polda NTB tak berani mendekati ponpes, karena polisi mendapatkan informasi dari 13 santri yang ditangkap, ada rekan mereka di dalam pesantren yang siap dengan bahan peledak.

"Ada 15 orang yang sudah siaga di dalam yang dipimpin AB. Mereka membawa 9 bom. Bukan hanya itu, selain bahan peledak, para santri yang bertahan itu ditengarai juga memiliki sejumlah senjata api. Dari rekan mereka yang ditangkap ada 5 revolver serta 2 senjata AK dan MK3," kata seorang perwira polisi di Mapolda NTB yang enggan disebutkan namanya.

Kemudian, polisi mulai mengisolasi Ponpes, dan meminta masyarakat untuk menjauh dari pesantren. Isolasi ini sebagai upaya polisi untuk masuk ke pesantren.Tak kurang dari 200 polisi telah diterjunkan dari kesatuan Brimob, Pengendalian Massa, Densus 88 Anti Teror, penjinak bom dan juga bantuan personel TNI. Seluruh aparat berada di sekitar pesantren.

Di Bandara Sultan Salahuddin, Bima, tak jauh dari lokasi pesantren, saat ini tengah berlangsung pertemuan antara Muspida Kabupaten Bima, tokoh masyarakat, dan juga aparat kepolisian. Ini terkait rencana polisi memaksa masuk ke pesantren.

Masyarakat Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), sempat memblokir jalan pada Selasa 12 Juli 2011, sekitar pukul 24.00 Wita, menyusul ledakan bom di Pondok Pesantren Umar Bin Khattab di NTB. Kapolres Dompu dan sang ajudan terluka. Ada juga seorang warga yang kena tembakan.

"Kapolres mengalami luka-luka, ajudannya juga, termasuk 1 anggota. Dari masyarakat ada 3 korban. 1 Orang diduga kena tembakan tetapi tidak fatal, 2 orang kena lemparan," kata Anton di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (13/7/2011). (Desastian/dtk)



latestnews

View Full Version