JAKARTA (voa-islam.com) – Beberapa hari setelah lebaran, masih dalam suasana Idul Fitri, beberapa orang mengatasnamakan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) bersilaturrahmi ke Kepausan di Vatikan untuk membicarakan konflik Gereja Yasmin Bogor, Jawa Barat.
Mereka mendatangi Presiden Dewan Kepausan untuk Dialog antaragama, Kardinal Jean-Louis Tauran, di Vatikan, Sabtu (10/9/2011), untuk menjelaskan bahwa kasus Gereja GKI Yasmin Bogor bukan konflik antarumat beragama, tapi murni bermotif politik yang mengatasnamakan agama.
Rombongan terdiri dari Ketua Umum, Noer Fajrieansyah, Sekretaris Jenderal Basri Dodo, Ketua Bidang Hubungan Internasional Muhammad Makmoen Abdullah, serta Wakil Sekjen Bidang Hubungan Internasional Muhammad Chairul Basyar. Ketua delegasi ialah Putut Prabantoro yang sebelumnya membantu mediasi guna mewujudkan pertemuan itu.
Dalam audiensi bertema pluralisme itu, Basri Dodo menyebut Pancasila telah mendorong Indonesia hidup rukun dan damai. Akan tetapi, diakuinya, selama beberapa waktu belakang, timbul ketegangan atau konflik yang mengatasnamakan agama. Ia yakin, motif utama di belakang semua ketegangan itu adalah kepentingan politik.
Menanggapi penjelasan itu, Louis Tauran memuji ideologi Pancasilasebagai harta berharga bagi bangsa Indonesia. "Saya mendukung Pancasila sebagai asas karena memberikan dasar bagi perjuangan bangsa. Masa depan tidak mungkin bisa diraih tanpa adanya akar yang kuat," katanya, di Vatikan saat menerima rombongan HMI .
Sementara itu, Ketua Bidang Hubungan Internasional, Muhammad Makmoen merasa tersanjung diterima pihak kepausan untuk bersilaturrahim dan menyampaikan pesan perdamaian dunia. “HMI memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Vatikan yang sudah mau menerima kami untuk bersilaturahim,” ujar Makmoen. “Tujuan utama HMI beraudiensi adalah ingin. “Tak mungkin tercipta sebuah perdamaian di dunia ini tanpa ada perdamaian di antara agama-agama,” tambahnya.
Menanggapi ulah rombongan yang mengatasnamakan HMI itu, PB HMI yang berkantor resmi di sekretariat di Jalan Saharjo Tebet, Jakarta Selatan mengatakan tidak tahu-menahu dan tidak bertanggungjawab.
Ketua Umum PB HMI Alto Makmuralto membantah pihaknya melakukan kunjungan ke Vatikan. Menurutnya, kubu HMI yang berkunjung ke Vatikan adalah HMI kelompok lain. “Bukan (HMI) kami mas, tapi HMI Dipo,” jelasnya kepada voa-islam.com, Ahad (11/9/2011).
Sementara itu, Forum Umat Islam (FUI) menyayangkan pernyataan HMI Dipo di Vatikan bahwa kasus Gereja Yasmin adalah bermotif politik yang mengatasnamakan agama.
“Seharusnya HMI berkomunikasi dulu dengan pihak-pihak yang berkompeten tentang gereja Yasmin supaya jangan salah langkah,” ujar Sekjen FUI, KH Muhammad Al-Khaththath, kepada voa-islam.com, Ahad (11/9/2011).
Jika kasus gereja Yasmin dinilai bermotif politik, Al-Khaththath justru menuding pihak-pihak tertentu dari kalangan non Muslim yang sengaja mempolitisir kasus tersebut. Pasalnya, dalam proses hukum, pihak gereja selalu kalah, namun mereka bersikukuh agar gereja tetap didirikan walau telah terjadi penipuan tandatangan oleh gereja.
“Masalahnya justru dipolitisasi oleh mereka-mereka ini. Mungkin ada motif tertentu kok mereka masih getol walau dalam posisi yang salah,” papar Al-Khaththath. “Penipuannya sudah terbukti, karena Sdr Munir Karta selaku oknum pelaksana pembuatan tandatangan untuk gereja yang terlibat, divonis bersalah oleh PN Bogor,” lanjutnya.
Al-Khaththath memaparkan, kasus Gereja GKI Yasmin ini dipicu oleh pihak gereja yang melakukan pelanggaran hukum dalam proses pembangunan gereja.
“Kasus Gereja Yasmin terjadi karena pengurusan IMB gereja tersebut menggunakan tandatangan yang ternyata tipuan,” jelasnya kepada voa-islam.com, Ahad (11/9/2011).
Proses penipuan itu, papar Al-Khaththath, warga tidak diberitahu kalau tanda tangan mereka yang dikumpulkan itu digunakan untuk memenuhi persyaratan IMB gereja. “Waktu meminta tanda tangan, tidak ada bunyi-bunyi untuk persetujuan pembangunan gereja. Oleh karenanya ketika masyarakat tahu ada pembangunan gereja, maka mereka protes,” ujarnya.
Al-Khaththath menambahkan, setelah terbukti adanya pemalsuan tanda tangan warga, maka bawahan walikota mencabut IMB gereja. Ketika tindakan tersebut di-PTUN-kan, maka Pemkot kalah karena pencabutan IMB yang dilakukan oleh bawahan walikota dinilai keliru karena dia tidak berhak. Proses hukum selanjutnya, di Mahkamah Agung pun pemkot kalah lagi, karena prosedurnya, Pemkot melepas segel gereja untuk melaksanakan keputusan MA.
Akhirnya IMB gereja dibekukan lagi oleh Walikota yang memang berhak. “Sekarang gereja tidak mem-PTUN-kan lagi karena gak mungkin menang, sebab pencabutan IMB itu wewenang walikota. Jadi sebenarnya masalah hukum gereja Yasmin sudah selesai,” tegas Al-Khaththath. [taz]