Jakarta (voa-islam) – Pecahnya kerusuhan di Ambon ini bersamaan dengan peringatan satu dekade (10 tahun) peristiwa 11 September, di mana Amerika Serikat sedang menggelar peringatan atas peristiwa runtuhnya Gedung WTC. Peringatan AS akan adanya serangan teroris juga ditujukan kepada negara-negara lain, dan Ambon dijadikan target skenario itu dengan memunculkan kerusuhan yang bernuansa SARA. Demikian dikatakan pengamat intelijen AC Manullang.
Menurut AC Manullang, kerusuhan Ambon ini, membuktikan pernyataan AS bahwa wilayah tersebut menjadi sarang teroris. ”Saya melihat ada upaya AS yang memunculkan Ambon sebagai sarang teroris dengan memunculkan kerusuhan terlebih dulu,” paparnya.
Kata Manullang, pola yang hampir sama seperti kasus kerusuhan Ambon sebelumnya, dengan memunculkan kelompok Laskar Jihad dan Islam fundamentalis lainnya yang berada di Ambon. ”Skenario yang akan dilakukan, Ambon rusuh, dan kelompok-kelompok Islam membantu, dan muncullah stigma teroris di Ambon,” pungkas Manullang.
“Adakah ini memiliki korelasi dengan peristiwa yang sedang sekarang diperingati di Amerika Serikat, yang ingin tetap melestarikan peritiwa itu, dan menjadikan kaum Muslim sebagai biang kekerasan dan terorisme?” AC Manullang mempertanyakan.
Provokasi Gerakan Salibis
Sementara itu dikatakan Ustadz Bernard Abdul Jabbar yang kini aktif di Hizbud Dakwah Islam (HDI) ini, melihat ada upaya pembiaran dari pihak kepolisian.Namun lebih jauh, ia melihat bahwa kerusuhan Ambon kali ini adalah skenario yang masih dimainkan oleh Gerakan Salibis.“Tidak masuk akal hanya karena dua orang yang terbunuh, aksi menjadi luas kemana-mana.”
Beliau juga menambahkan bahwa kaum muslimin dibantai secara brutal oleh kaum salibis. Mereka memiliki persenjataan lengkap untuk bertempur dengan umat muslim. “Para kaum salibis memakai sniper dan anak panah. Salah seorang muslim disana sampai mencabut anak panah yang menancap di tubuh kaum muslim untuk diperlihatkan sebagai bukti.”
Update terakhir korban meninggal dunia dari pihak muslim atas kekejaman kaum salibis telah mencapai 8 orang. Sedangkan korban kritis sudah menembus angka 70 orang. “Update tadi pagi dari seorang ikhwah yang ada disana bahwa 8 orang meninggal dunia dan 70 lainnya mengalami kritis. Kebanyakan mereka dirawat di RS Al Fatah, Ambon.” ungkap Ustadz Bernard.
Pihak kepolisian kini masih mengusut dugaan penyebaran pesan singkat atau SMS yang menyulut kerusuhan di Ambon, Maluku, Ahad (11 September 2011)) kemarin. SMS berantai itu berisi mengenai tewasnya tukang ojek, Darfin Saimen, yang disebut dibunuh.
“Nomor yang kirim SMS itu sudah terlacak,” kata Juru Bicara Polri, Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam, di Markas Besar Kepolisian RI, Jakarta, Senin 12 September 2011.
Peran Pers
Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq memperingatkan, konflik antar kelompok yang terjadi di Ambon bisa meluas dan membesar, "Jika semua pihak, termasuk pers tidak hati-hati dalam menyikapi," ujarnya.
Wasekjen PKS itu menambahkan, di satu sisi, pers dengan kecepatan informasinya telah membuka pengetahuan masyarakat akan apa yang terjadi, sekaligus menggerakkan masyarakat. "Pers melalui investigasinya juga bisa membatasi gerak jika ada pihak-pihak yang ingin memancing di air keruh. Namun di sisi lain pers juga harus hati-hati agar tidak melakukan pola pemberitaan yang justru bisa memicu perluasan dan pembesaran konflik," tambah dia.
Mahfudz mencontohkan pemberitaan yang berisiko memperbesar konflik. Antara lain, mengungkap kembali potret konflik berdarah Ambon pada masa lalu, penayangan berulang-ulang situasi konflik dan kekerasan, pemberitaan yang fokus pada korban-korban kekerasan dan publikasi komentar narasumber yang cenderung negatif.
"Pola pemberitaan seperti ini akan menguak kembali trauma masyarakat Ambon dan Maluku terhadap konflik masa lalu yang masih dalam tahap pemulihan," ungkap Mahfudz. (Desastian/dsb)