View Full Version
Kamis, 15 Sep 2011

Umar Abduh: Bohong Jika Pemerintah Tak Tahu Kejahatan Massal di Ambon

JAKARTA (voa-islam.com) – Pemerintah ditengarai melakukan pembiaran terhadap pembantaian massal di Ambon. Jika pemerintah terus membiarkan kejahatan ini berlangsung, maka pemerintah bisa diseret ke Pengadilan PBB dengan pasal pelanggaran HAM berat.

Hal itu diungkapkan pengamat intelijen Umar Abduh menyikapi berbagai keganjilan pemerintah dalam mengangani kasus kerusuhan di Ambon 11 September lalu,

Meskipun berbagai media memberitakan bahwa Ambon sudah kondusif pascakerusuhan, namun insiden yang diawali dengan terbunuhnya tukang ojek Muslim di kampung Kristen ini masih menyisakan banyak keganjilan.

Banyak pihak yang mencurigai pemerintah menutup-nutupi kejadian yang sebenarnya yang membumihanguskan beberapa kampung Islam di Ambon. Menyembunyikan fakta-fakta di balik kerusuhan, memang jurus ampuh untuk memenangkan satu pihak dan membungkam pihak lain.

Kasus pembunuhan tukang ojek Muslim di wilayah Kristen misalnya, fakta-faktanya jelas ada penganiayaan tetapi aparat terus saja berkoar bahwa itu kecelakaan tunggal. Dan sampai saat ini belum ada upaya konkret dari pemerintah untuk mengusut dan mengungkap siapa pembunuh tukang ojek Muslim tersebut. Keganjilan makin diperparah dengan tewasnya beberapa warga Muslim dengan luka tembak.

Menanggapi situasi tersebut, tanpa ragu-ragu Umar Abduh menyebut pemerintah telah melakukan kebohongan jika tidak mengetahui kejahatan massal yang terjadi di Ambon.

“Kalau pemerintah tidak mengetahui kejahatan massal yang seperti itu, itu jelas bahwa pemerintah berbohong. Kalau ini terjadi berarti itu memang by design, disetujui oleh pemerintah,” ujar Pengamat Intelijen itu kepada voa-islam.com, Rabu sore (14/9/2011).

Menurut Umar Abduh, kezaliman pihak Kristen di kepada umat Islam di Ambon itu terjadi karena pemerintah memberikan kebebasan kepada Salibis, untuk mengikuti keinginan luar negeri, untuk melawan Islam.

“Kita tahu salibis itu seperti itu, bahwasanya pemerintah memberikan kebebasan salibis karena perintah dari majikannya di sana. Harus dipersenjatai karena mereka itu terancam oleh Islam. Mereka yang merasa sebagai minoritas, padahal di Ambon mereka itu kan seimbang,” papar mantan tapol kasus Woyla di masa Orde Baru itu.

Dengan sikap yang  lebih mengikuti apa maunya asing atau maunya luar negeri itu, jelas Umar Abduh, mengakibatkan pemerintah tidak tahu betapa besar kekuatan kelompok separatis di Ambon. “Apa yang ada di tangan orang kafir atau salibis yang terang-terangan. Mereka itu jagonya banyak, snipernya banyak atau daya represifnya tinggi itu tidak pernah dihitung (oleh pemerintah, red). Jadi di sini menunjukkan bahwa memang ini skenario pemerintah,” jelasnya. “Pura-pura saja mereka, tidak ada intelijen tidak tahu itu tidak ada, kalau intelijen sampai tidak tahu itu namanya bukan negara!” tambahnya.

Abduh mengingatkan, jika terus melakukan pembiaran terhadap pembantaian massal di Ambon, maka pemerintah bisa saja diseret ke Pengadilan PBB dengan pasal pelanggaran HAM berat.

“Jika pembiaran ini terus dilakukan pemerintah maka bisa saja diajukan ke PBB lantaran pelanggaran HAM berat dan pemerintahnya dibubarkan,” tegasnya. [taz/ahmed widad]


latestnews

View Full Version