AMBON (voa-islam.com) – Sepuluh hari pasca insiden Ambon 9/11, aparat dan media gencar memberitakan Ambon sudah kondusif, tanpa memberitakan nasib para pengungsi yang tak menentu. Warga menyayangkan berita yang tak seimbang, karena meski sudah kondusif, ribuan pengungsi itu tak bisa menempati rumahnya yang telah menjadi puing-puing, sebelum dibersihkan dan direnovasi.
Warga yang paling merasakan penderitaan akibat konflik dengan massa Salibis 9/11 (baca: 9 September 2011), adalah masyarakat Muslim di Kampung Waringin Ambon. Selama lima jam, seratusan warga Muslim bertahan mati-matian menghadapi serbuan ribuan massa Salibis, tanpa ada pengamanan dari kepolisian.
Saat kejadian, usai shalat ashar pada Ahad (11/9/2011), dalam bentrokan massa Muslim dan Kristen, karena massa kalah banyak, maka massa Muslim pun mundur sampai ke Kampung Waringin.
Kepada voa-islam.com, seorang tokoh pemuda Waringin yang tidak ingin dituliskan namanya dengan alasan keamanan, menyayangkan absennya aparat keamanan saat insiden penyerangan. Menurut pria yang berada di lokasi saat kejadian 9/11, saat insiden pecah tidak ada satupun aparat yang berjaga di perbatasan kedua belah pihak khususnya kepolisian. “Tak satu pun aparat yang datang, padahal jarak Polres cuma 200 meter dari kampung Waringin. Tapi mereka baru datang 5 jam kemudian, setelah Kampung Waringin hangus dibakar massa Kristen,” geramnya, Rabu (21/9/2011).
Karena aparat absen, maka seratusan warga Muslim bertahan mati-matian mempertahankan Kampung Waringin. Tapi jumlah massa yang jauh tidak seimbang, sehingga jebollah pertahanan pemuda Muslim di tangan ribuan perusuh Kristen yang datang dari arah timur dan selatan. Warga Muslim pun dipukul mundur ke gedung telkom di sebelah kampung Waringin. Saat itulah pembakaran masjid dan ratusan rumah di kampung Waringin dilakukan dengan beringas sambil meneriakkan kalimat-kalimat SARA (yang tak pantas dituliskan di sini, red.)
Yang lebih menyakitkan, ujarnya, pada saat yang sama aparat kepolisian sangat sigap mengamankan wilayah Kristen saat kerusuhan, meski lokasinya sangat jauh dari Polres. “Di titik lain, saat wilayah Kristen yang jaraknya lebih jauh dari Polres terancam, belum setengah jam aparat sudah datang. “Kami minta perhatian dari aparat Polres dan Polda Maluku terhadap kampung Waringin ini, kami minta aparat membuat pos pengamanan tetap di sini,” ujarnya.
198 unit rumah warga Muslim yang dirusak dan dibakar perusuh Salibis dalam serangan 11/9
Tokoh pemuda kampung Muslim ini menambahkan, penyerangan dan pembakaran Kampung Waringin Ambon 9/11 ini bukan yang pertama dilakukan oleh perusuh Kristen. Kampung Muslim ini sudah menjadi langganan penyerangan sejak kerusuhan pertama tahun 1999.
“Ini sudah kali ketiga Kampung Waringin dibakar sejak kerusuhan pertama 1999 lalu, kami tidak ingin kejadian semacam ini terus terulang kembali,” jelasnya dengan mata berkaca-kaca.
Meski terus-menerus diintimidasi dan rumahnya berkali-kali dibakar, jelasnya, warga Muslim bertekad akan mempertahankan hak dan tanah kelahirannya. “Kami akan tetap bertahan di kampung Muslim tersebut apapun yang akan terjadi ini,” tutupnya dengan mata berkaca-kaca.
Berdasarkan pantauan voa-islam.com, pasca insiden 9/11, sebanyak 160 rumah warga Kampung Waringin dibakar perusuh Kristen dan 38 rumah tidak dibakar tapi dirusak. Akibat kerusuhan itu, 376 KK yang terdiri dari 1.382 jiwa terpaksa mengungsi ke tempat lain, dengan rincian: warga RT 001/03 sebanyak 80 KK (320 jiwa), warga RT 002/03 88 KK (280 jiwa), warga RT 003/03 sebanyak 102 KK (402 jiwa), dan warga RT 004/03 106 KK 380 jiwa. Lokasi pengungsian antara lain: SD 30, SD 29, SD 68 silale, kompleks THR, Masjid Jami', Masjid Al-Fatah dan rumah keluarga yg tidak terbakar.
Almarhum Syahroni Elly, gugur diterjang timah panas saat insiden 9/11. Luka peluru tembus dari dagu hingga belakang kepala, mengenai otak.
Dalam kerusuhan tersebut, delapan orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Rata-rata warga kampung Waringin terluka di akibat lemparan batu dan terkena mimis (peluru senapan) dari perusuh Kristen.
Insiden ini bermula dari tewasnya Darmin Saiman di Gunung Nona, daerah perkampungan Kristen. Mayat tukang ojek Muslim ini ditemukan dalam kondisi tragis di tempat sampah, dengan luka tusuk di punggung, luka sayat di pundak, dan beberapa luka mengenaskan di wajah, kaki dan pinggang.
Meski jelas ada luka tusuk yang terlihat pada punggung dan tiga lapis bajunya, anehnya aparat dan Komnas HAM menyatakan Darmin tewas murni kecelakaan motor. [cuk/UP, ahmed widad]
KLIK DISINI!! Untuk melihat Gallery foto kondisi kampung Muslim Ambon Pasca Penyerangan 9/11.