View Full Version
Jum'at, 14 Oct 2011

Turut Mensahkan UU Intelijen, PKS Harus Bertanggungjawab

Jakarta (voa-islam) - Sejumlah aktivis, terutama dari kalangan umat Islam  menyesalkan disahkannya Undang-Undang Intelijen belum lama ini. Pasalnya, meski banyak mengalami perubahan dari naskah aslinya, undang-undang tersebut tetap memuat sejumlah pasal yang bila tidak diwaspadai bisa melahirkan kembali rezim represif yang menindas rakyat.

Dalam Undang-Undang Intelijen tersebut, terdapat kalimat atau frasa yang tidak didefinisikan dengan jelas, sehingga berpeluang menjadi pasal karet. Seperti frasa ’’ancaman nasional” dan ’’keamanan nasional”.

Seperti diberitakan sebelumnya, pasca Bom Solo, UU Intelijen disahkan DPR melalui sidang paripurna, Selasa (11/10/2011). UU yang dinilai controversial oleh banyak kalangan ini lahir atas desakan Badan Intelijen Negara (BIN), dengan didukung Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, termasuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang dipimpin oleh Ansyad Mbai.

Masih segar dalam ingatan, di masa Orde Baru, banyak darah umat Islam yang tumpah, lantaran menjadi korban dari kepentingan status quo, umat Islam pun dianggap sebagai ancaman stabilitas keamanan negara.

Menurut Ketua Dewa Pimpinan Pusat Front Pembela Islam (DPP FPI) Munarman, tanpa payung hukum saja aparat negara seperti Densus 88 sudah bertindak seenaknya terhadap kaum muslimin, seperti menangkapi, menyiksa, membunuh. Padahal ini jelas melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Dengan disahkannya UU Intelijen, akan terbuka perlakuan yang jauh lebih buruk dari sebelumnya terhadap umat Islam.

Munarman khawatir, UU Intelijen akan dijadikan payung hukum untuk menjerat para aktivis Islam. “UU Intelijen ini kan untuk mempersiapkan payung hukum terhadap upaya penangkapan-penangkapan, terutama kepada aktivis Islam,” ujarnya.

Ironis, di tubuh DPR RI, terutama Komisi I, terdapat “partai Islam” yang seharusnya memperjuangkan kepentingan umat Islam, justru mengabaikan kepentingan Islam. Seperti kita ketahui, Komisi I dipimpin oleh Mahfudz Siddik yang berasal dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Dengan demikian, PKS harus bertanggungjawab atas UU Intelijen yang telah disahkan secara aklamasi.

Sekjen FUI (Forum Umat Islam) Ustadz Muhammad al- Khaththath menambahkan, pemimpin negeri ini akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah kelak. Seorang pemimpin itu laksana penggembala yang akan dimintakan pertanggungjawabannya atas gembalaannya.

“Setahu saya, meski UU Intelijen ini tidak memberikan kewenangan untuk melakukan penangkapan, tapi tetap ada kegiatan memata-matai rakyat, itu yang tidak boleh dalam pandangan Islam. Jadi, intelijen itu harus diarahkan ke luar negeri, bukan ke dalam negeri. Jujur saja, kita ini lemah saat menginteli luar negeri, sementara intel asing jumlahnya bisa mencapai sekitar enam puluh ribuan. Seharusnya UU Intelijen ini dibuat untuk kontra intelijen asing, menginteli negara-negara asing yang berpotensi sebagai ancaman bagi Indonesia, bukan menjadikan rakyat ancaman bagi negara,” kata al-Khaththath kepada voa-islam.

Al-Khaththath tegas menolak UU Intelijen yang telah disahkan ini, karena UU tersebut ditujukan untuk menginteli rayatnya sendiri. Karena itu, FUI menolak kegiatan intelijen kepada rakyat. Katanya negara demokrasi? “FUI hanya setuju, kalau intelijen itu diarahkan untuk luar negeri,  tapi bukan untuk menginteli rakyatnya sendiri, ini tidak benar,” tegas al-Khaththath. (Ahmad Widad)

 


latestnews

View Full Version