Jika kita berjalan-jalan ke pemukiman muslim di dalam kota Ambon dan sekitarnya, maka akan kita lihat adanya pos-pos TNI yang siaga selama 24 jam menjaga keamanan.
Namun pemandangan serupa tidak akan kita temui di pemukiman Kristen. Hal ini bukan karena TNI tidak mau menempatkan pos-posnya di kampung Kristen, tapi karena masyarakat Kristen sendiri yang menolak keberadaan pos TNI di wilayahnya.
Kepada voa-islam.com, beberapa anggota TNI yang minta dirahasiakan namanya, menyebutkan bahwa beberapa wilayah Kristen yang menolak keberadaan Pos TNI di antaranya: Karang Panjang (Karpan), Batu Gantung, Belakang Soya, Air Salobar RT 6, Pohon Pule dan Petak Sepuluh.
Anehnya, kata aparat TNI tersebut, pihak Kristen itu hanya mau menerima pos keamanan jika pos yang ditempatkan di wilayahnya adalah Pos Brimobda Maluku.
Penolakan warga Kristen terhadap penempatan Pos TNI itu tentu patut dipertanyakan, namun warga Ambon sudah tidak heran, karena , Brimobda Maluku itu notabene mayoritas pemeluk Kristen.
Beberapa pemuda Muslim Ambon yang ditemui voa-islam.com menjelaskan, warga Kristen tak ingin aktivitasnya terpantau aparat keamanan, terutama aktivitas yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat rahasia. Misalnya, persiapan perang yang meliputi organisasi paramiliter maupun perlengkapan dan perencanaan perang.
Pemandangan adanya persiapan perang ini bisa dilihat di pemukiman Kristen Desa Batu Gantung. Warga desa inilah yang membakar Kampung Muslim Waringin dalam insiden pembantaian 11/9 pada Ahad 11 September 2011 lalu.
Desa yang berbatasan langsung dengan kampung Waringin ini dikenal sebagai basis pasukan Laskar Kristus sejak Kerusuhan tahun 1999 sampai tahun 2002.
Di depan mulut gang-gang menuju Batu Gantung ini dibuat pagar-pagar besi yang dialiri listrik. Pertahanan semakin lengkap dengan adanya tumpukan karung pasir sebagai perlindungan perang.