JAKARTA (voa-islam.com) – Pencekalan Kejaksaan Agung RI terhadap sembilan buku Islam, termasuk buku Tafsir Al-Qur'an, dinilai sebagai tindakan represif yang menghalangi pencerdasan umat. Pemerintah dituding melakukan peperangan ilmiah terhadap umat Islam.
Jaksa Muda Intelijen (Jamintel) Kejagung RI mencekal 9 judul buku Islam yang dinilai beraliran keras dan menyimpang dari ajaran agama Islam. Buku-buku tersebut dituding menciptakan bentuk-bentuk pemikiran terorisme bagi pembacanya. Buntut pencekalan tersebut, Kejaksaan Negeri Tanjungbalai Karimun melakukan inspeksi mendadak (sidak) di sejumlah toko buku di Tanjungbalai Karimun, Rabu (19/10/2011) sekitar pukul 14:30 WIB. Sidak yang dilakukan tersebut terkait peredaran sembilan judul buku Islam yang dianggapnya terlarang.
Di antara sembilan buku yang dicekal Kejagung itu termasuk buku berjudul “Catatan dari Penjara: Untuk Mengamalkan dan Menegakkan Dinul Islam” terbitan Mushaf, Depok Jawa Barat, 2008. Buku setebal 291 halaman ini ditulis oleh Ustadz Abu Bakar Ba'asyir dari dalam penjara Cipinang, berisi rangkuman materi pengajaran Islam yang telah bertahun-tahun disampaikannya di berbagai tempat, baik di dalam maupun luar negeri.
Dalam buku yang dilengkapi dengan biografi singkat Ustadz Abu ini, pembaca bisa menilai secara objektif, bagaimana sebenarnya pemahaman Islam Abu Bakar Ba’asyir; apakah Abu Bakar Ba’asyir mengajarkan kekerasan dan terorisme; apakah ia merestui pemboman yang dilakukan di Indonesia?
Menanggapi pencekalan terhadap buku dakwah yang ditulisnya, Ustadz Abu mengecam pemerintah sebagai penguasa zalim yang memusuhi Islam. Karenanya, umat Islam harus melakukan perlawanan terhadap kezaliman penguasa yang mencekal buku Islam itu.
“Itu harus dilawan! ini bukti bahwa pemerintah Yudhoyono berpihak kepada musuh Islam untuk memerangi Islam. Ini bukti bahwa pemerintah Yudhoyono di pihak kafir untuk memerangi Islam,” tegasnya saat ditemui di sel Bareskrim Mabes Polri, Jum’at pagi (28/10/2011).
Ustadz Abu mengkhawatirkan, jika sekarang buku-buku seperti Tafsir Al-Qur’an dilarang, maka bisa jadi suatu saat kitab suci Al-Qur’an pun akan dilarang. Untuk itu, ia mengimbau para muballigh dan ulama agar berani melawan atas pelarangan buku-buku tersebut.
“Kalau buku-buku itu dilarang, lama-lama membaca Al-Qur’an pun dilarang. Jadi muballigh-muballigh dan ulama harus berani melawan mengenai pelarangan buku itu. Itu satu bukti konkret bahwa thaghut Yudhoyono mempunyai niat untuk memerangi Islam, membantu orang-orang kafir, orang-orang Amerika,” tutupnya.
Senada itu, Direktur JAT Media Center (JMC) Ustadz Son Hadi mempertanyakan atas dasar apa pencekalan buku-buku tersebut. Pencekalan ini akan sangat berbahaya jika terus berlangsung.
“Apa dasar pencekalan itu? kan sudah tidak zamannya lagi cekal-mencekal. Mestinya kalau ada yang salah dari buku itu dibedah, diurai, apa sebenarnya yang menjadi masalah. Ini menunjukkan bahwa tindakan represif intelektual sudah dimulai, dan kalau ini dimulai makan akan menjadi sesuatu yang sangat berbahaya. Kalau sampai pemikiran-pemikiran ini dibatasi lantas pencerdasan apa yang akan diberikan kepada umat,” jelasnya kepada voa-islam.com, Jum’at (28/10/2011).
Menurut Son Hadi, jika pencekalan ini merupakan bagian dari pelaksanaan UU Intelijen yang baru saja disahkan, maka negeri ini berada dalam bahaya. Karena pencekalan terhadap upaya pencerdasan umat berarti pembodohan suatu bangsa. “Buku itu merupakan sarana pencerdasan. Apakah ini merupakan pelaksanaan Undang-Undang Intelijen? Kalau memang benar, betapa berbahaya negeri ini ketika karya-karya intelektual, pokok-pokok pemikiran yang berkenaan dengan khazanah keislaman itu dibatasi,” ujarnya.
Son Hadi menuding, tindakan pemerintah yang represif terhadap buku-buku ilmiah, sebagai kekejaman yang lebih berbahaya daripada rezim represif Orde Baru. “Nantinya akan terjadi suatu pembodohan yang luar biasa, dan inilah rezim yang amat sangat represif. Ini membahayakan karya-karya intelektual yang lebih kejam daripada orde Baru!” imbuh Son Hadi. [taz/ahmed widad]