Dialog terbuka itu diselenggarakan oleh ikhwan Salafiyun yang terbagung dalam LSM RUMUS (Forum Mahasiswa Muslim Surakarta), di Gedung Ikatan Persaudaran Haji Indonesia (IPHI) Baron Laweyan Surakarta, Sabtu pagi (29/10/2011). Dua pemateri luar yang dihadirkan adalah para ustadz yang sudah tidak asing lagi, yaitu Ustadz Abu Muhammad Dzulqorna’in As-Sanusi (penulis buku “Antara Jihad VS Terorisme” & pimpinan Pondok Pesantren Ihyaus-Sunnah Makasar) dan Ustadz Abdul Baar Kasienda alias Abu ‘Utsman bin ‘Utsman dari Jakarta.
Sehari menjelang berlangsungnya acara, Jum’at (28/10/2011) RUMUS mengadakan konferensi pers (Konpers) di Rumah Makan Adem Ayem jalan Slamet Riyadi. Dalam rilisnya, RUMUS menyatakan akan mengundang seluruh elemen yang berkompeten dalam masalah tersebut agar tidak terjadi saling menyakiti antara pihak yang pro maupun kontra dalam dialog terbuka yang akan diadakan nanti. Kepada wartawan, RUMUS mengklaim telah mengundang Majelis Ulama Indonesia (MUI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Jama’ah Anshorut Tauhid (JAT), Front Pembela Islam (FPI), Ponpes Al-Mukmin Ngruki, Ponpes ‘Isy Kariman Karanganyar, dan lain-lain.
Anehnya, sampai acara berlangsung, tidak ada satu-pun pihak yang disebutkan di atas hadir. Hal ini membuat MUI Solo beserta elemen dan umat Islam Surakarta gerah.
Ketika dikonfrontir wartawan, mengapa elemen-elemen tersebut tidak hadir, apakah tidak diundang. Ketua panitia penyelenggara beralasan mereka tidak tahu alamat rumah pihak-pihak yang akan diundang. Aneh!
Suasana dialog terbuka yang digelar ikhwan Salafiyun memanas, ketika panitia dengan semena-mena mencopot spanduk umat Islam yang berisi pesan-pesan Islam. Spanduk bertuliskan “Deradikalisasi Islam = Anti Jihad = Munafik,” “Islam Cinta Jihad, Munafik Anti Jihad,” “Jihad Bukan Terorisme, Anti Jihad = Terorisme = Amerika = BNPT”, dan “Awas!! Deradikalisasi Proyek BNPT = Dana Amerika untuk Penyesatan Umat Islam” dicopot semua oleh panitia penyelenggara.
Ormas-ormas Islam pun protes kepada panitia penyelenggara, menentang pencopotan spanduk-spanduk itu, karena yang berhak mencabut spanduk itu adalah Dipenda atau pemerintah kota. Massa juga memprotes panitia penyelenggara yang dinilai mengkhianati kesepakatan dengan umat Islam agar tidak menyinggung ormas Islam lain, supaya tidak ada pihak manapun yang sakit hati. “Panitia penyelenggara acara telah membuat provokasi-provokasi dan ingin menjadikan Kota Solo tidak kondusif. Acara ini meresahkan masyarakat karena mengandung unsur provokasi,” ujar Muhammad Kurniawan, koordinator The Islamic Study and Action Centre (ISAC) Solo.
Kurniawan mengkritik panitia tidak fair dalam acara yang menyinggung faham tertentu yang menyinggung umat Islam. Menurutnya, seharusnya acara itu menghadirkan institusi yang berkompeten dan objektif semisal MUI yang menaungi semua ormas Islam. “Kalau ingin mengadakan acara yang menyangkut masalah faham, apalagi hal-hal yang sensitif, harusnya yang mengadakan adalah pihak yang independen, seperti Universitas atau MUI kemudian mengundang pihak yang pro dan kontra. Hal ini kan lebih bisa menjaga agar tidak ada pihak yang sakit hati,” tegasnya.
Saat acara berlangsung, terjadi sedikit kegaduhan ketika panitia melarang wartawan mengambil gambar melalui kamera foto maupun handycam. Akhirnya awak media hanya bisa mengambil gambar dari jarak yang jauh. Karena dilarang mengambil gambar, para wartawan pun angkat kaki memboikot peliputan kegiatan ikhwan Salafiyun itu. Bahkan seorang wartawan koran lokal sempat berbicara keras di tengah-tengah gedung memprotes acara itu. “Wah, acara ini sudah gak beres dan gak bener! Kalau acaranya seperti ini, untuk apa kemarin mengadakan konferensi pers? Ni jelas acara pesanan,” ujarnya geram.
Sementara itu, MUI Solo menyayangkan keengganan panitia dialog terbuka ikhwan Salafiyun yang tidak mengundang MUI untuk terlibat dalam dialog ilmiah dan interaktif. Alasan panitia tidak tahu alamat MUI Solo, dinilai sangat tidak logis.
...Sampai acara berlangsung, mereka tidak mengirimkan surat secara tertulis...
Saat dikonfirmasi, Ketua Komisi Bidang Ukhuwah MUI Solo, KH Dahlan menjelaskan bahwa pihaknya memang pernah dihubungi perihal acara yang dimaksud. Waktu itu MUI Solo mengajukan KH Mudzakkir sebagai wakil dari MUI dan sebagai penyanggah argumen-argumen dari ikhwan Salafiyun. Sayangnya, panitia enggan menerima tawaran dai MUI untuk berdialog ilmiah. “Sampai acara berlangsung, mereka tidak mengirimkan surat secara tertulis,” jelas KH Dahlan.
Joko Ekram, anggota Komisi Bidang Ukhuwah MUI Solo, membenarkan hal itu, sangat menyayangkan keengganan panitia untuk berdialog ilmiah secara resmi dengan pengurus MUI. Joko menilai alasan panitia tidak tahu alamat pengurus MUI adalah alasan yang dibuat-buat dan tidak masuk akal.
...Kalau alasan panitia tidak mengundang kami karena tidak tahu rumah dan alamat kami, maka alasan itu tidak logis...
“Setahu saya memang pernah ada yang datang untuk menyampaikan acara tersebut. Kemudian kami pada waktu itu mengajukan Ustadz Mudzakkir sebagai wakil dari MUI Solo. Tapi sampai hari ini kami belum mendapatkan surat secara tertulis” ujar Joko. “Kalau alasan panitia tidak mengundang kami karena tidak tahu rumah dan alamat kami, maka alasan itu tidak logis,” kecamnya.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Ketua MUI Solo, Prof Dr Zaenal menghubungi dan meminta Kapolresta Solo untuk membubarkan acara tersebut. Ternyata, Wakapolres sudah sampai disitu dan tidak melakukan apa-apa. Maka MUI Solo berjanji akan mengambil langkah hukum untuk menindak acara tersebut.
...Provost, Brimog dan anjing pelacak itu menjaga para ustadz dan ikhwan Salafiyun yang tengah menggelar dialog terbuka...
Setelah Wakapolresta Solo AKBP M Luthfi tiba di gedung IPHI, sesaat kemudian disusul dengan satu unit mobil polisi dengan membawa tambahan personel dari Provost dan Brimob berikut anjing pelacak. Dengan sigapnya, Provost, Brimog dan anjing pelacak itu menjaga para ustadz dan ikhwan Salafiyun yang tengah menggelar dialog terbuka di dalam gedung. [taz/Bekti Sejati, KRU FAI]
Berita Terkait: