Jakarta (voa-islam) – Menyikapi tertembaknya Riyadhus Solihin, seorang guru ngaji di Sidoarjo, Jawa Timur, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Slamet Effendy Yusuf mendesak, agar polisi mengusut kasus ini dengan setuntas-tuntasnya. Slamet juga meminta Kapolri untuk mencopot Kapolda Jawa Timur Irjen (Pol) Hadiatmoko karena telah gegabah dan tergesa-gesa menyatakan Solihin melakukan perlawanan dengan celurit.
Seperti diberitakan voa-islam sebelumnya, kasus penembakan terhadap Riyadhus Solihin oleh oknum polisi, menuai banjir protes dari warga Nahdliyin. Diduga, Briptu Eko Ristanto melakukan penembakan setelah pesta miras dengan sesama anggota polisi.
Riyadhus Solihin (40) yang sehari-hari menjadi guru ngaji itu tewas tertembak oleh Briptu Eko Ristanto, Jumat (28/10/2011) dini hari. Penembakan dilakukan karena Solihin yang menaiki mobil Real Van nomor polisi W 1499 NW diduga menyerempet anggota Reskrim Polres Sidoarjo bernama Briptu Widianto yang menaiki motor Supra W 5077 XL.
Ketika dijumpai voa-islam usai jumpa pers di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta, Slamet Effendy Yusuf yang juga mantan Ketua Umum GP Ansor mengatakan, polisi jangan membuat data-data palsu untuk melakukan pembelaan kepada anggotanya yang salah.
“Sebagaimana diketahui, Solihin adalah anggota Pemuda Ansor. Dia tak punya kebiasaan membawa clurit. Pernyataan Kapolda Jawa Timur, yang menyatakan oknum polisi itu tidak mabuk adalah pernyataan yang tergesa-gesa. Coba cek, apakah oknum polisi itu minum atau tidak. Sebab, konon dari enam orang, oknum polisi itu menghabiskan sampai empat rak bir. Pertanyaannya, apakah polisi boleh pesta miras seperti itu. Apakah oknum polisi itu sedang menjalankan tugas atau tidak, itu perlu dicek,” tanya Slamet yang juga salah seorang Ketua MUI.
Ihwal pernyataan Kapolda yang mengatakan, kesalahan ada pada Solihin karena melakukan perlawanan dan dianggap membawa clurit, telah menimbulkan keresahan yang luar biasa di Sidoarjo. Slamet menganjurkan agar Kapolda Jawa Timur ditarik alias dicopot saja, untuk kemudian dipindahkan ke daerah lain. Karena pernyataannya jelas-jelas melukai hati masyarakat.
“Kalau pun misalnya, Solihun dianggap salah, melakukan penyerempetan atau nabrak lari, bukankah sebaiknya ditangkap saja, bukan malah ditembak seperti pejahat, lalu dilempari tuduhan-tuduhan yang tak berdasar. Saya melihat, Kapolda tidak bijak mengumumkan semacam itu. Kalau masyarakat sudah marah, saya kira Kapolda sudah tidak efektif lagi berada di Jawa Timur. Sebagaimana diketahui, Jawa Timur merupakan pusat gerakan pemuda Ansor. Bila sudah menyakiti perasaan masyarakat , saya minta agar Kapolri menarik kapolda Jatim itu,” ungkapnya.
Ketika ditanya apakah PBNU akan menyikapinya secara resmi? Ketua PBNU itu mengatakan, belum sampai ke arah situ. “Mungkin dalam rapat harian PBNU akan saya sampaikan. Intinya, saya sebagai mantan Ketua UmumGP Ansor, sangat menyesalkan pernyataan gegabah Kapolda yang asbun dan ngawur seperti itu. Sungguh ini melukai perasaan masyarakat, khususnya di Sidoarjo. (Desastian)