Kupang (voa-islam) – Bukan sekali terjadi, setiap kali timbul kerusuhan di Jakarta dan di wilayah lain di Indonesia, Kupang kerap menjadi imbas peristiwa yang bersifat SARA tersebut. Pasca Kerusuhan Ketapang di Jakarta, konflik pun menyulut sampai ke Kupang. Tak terkecuali, pasca kerusuhan di Temanggung pada 8 Februari 2011.
Tokoh Islam di Batakte membenarkan adanya isu Kupang ingin dijadikan Tragedi Kupang Jilid II tahun 1998 yang lalu atau yang dikenal dengan Peristiwa November Kelabu. “Kami menerima SMS gelap dari pihak yang tidak bertanggungjawab. Mereka ingin Kupang rusuh, dengan memanfaatkan kasus Temanggung di Jawa Tengah, dimana ada beberapa gereja yang dibakar dan rusak,” kata Usman Maman, masyarakat Kupang asal Flores.
Mendapat kabar Kupang bakal rusuh, tak pelak membuat masyarakat Muslim di beberapa wilayah di Kupang cemas, Mereka masih trauma dengan Kerusuhan missal tahun 1998. Terlebih ketika ada rencana pengerahan massa bertajuk “Kupang Berkabung” yang akan digelar selama tiga hari (25-27 Februari 2011). Tentu saja, kegiatan tersebut menyerupai acara perkabungan nasional yang dilakukan oleh mahasiswa dan pemuda Kristiani yang tergabung dalam panitia Gemakristi terkait peristiwa Ketapang Jakarta (22-23 November 1998).
Awalnya, bagi-bagi bunga di jalan-jalan protokol kepada setiap orang yang lewat. Kemudian berkembang jadi pemblokiran jalan-jalan raya. Lalu menyusuplah sekelompok provokatur dari luar kota. Massa pun bertindak anarkis. Kupang rusuh. Pelemparan batu dan pengrusakan ke sejumlah masjid, toko dan pemukiman Muslim tak bisa dihindari.
Ketika itu Gubernur NTT Frans Lebu Raya meminta masyarakat NTT tidak menggelar "Kupang Berkabung" terkait kasus di Temanggung, Jawa Tengah. Penyampaian solidaritas bisa dengan cara lain yang lebih santun dan bermoral. "Marilah kita belajar dari pengalaman tahun 1998 lalu. Akibat acara ‘Perkabungan Nasional’, terjadi kerusuhan," katanya (Flores Pos Jumat 25 Februari 2011).
Kegiatan Kupang Berkabung, memang sangat mengkhawatirkan. Terlebih, sebelum acara berlangsung, beredar rumor SARA, baik lewat SMS maupun grafiti provokatif di tembok-tembok kota. Pengalaman buruk 1998, bisa saja terulang. Gara-gara rumor SARA ini, lalu muncul rasa saling curiga di kalangan masyarakat. Bahkan sejumlah sekolah di kota Kupang diliburkan guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Seorang warga Kupang beragama Kristiani pun tak menghendaki peristiwa 1998 terulang kembali, tak terkecuali adanya kegiatan “Kupang Berkabung”. “Yang benar saja! Apa jaminan dari para penyelenggara bahwa aksi mereka tidak bakal rusuh? Apa pula jaminan dari negara, dalam hal ini Polda NTT, bahwa pihaknya bisa mencekal provokasi dan segala dampak ikutannya?” kata seorang warga Kristen kritis.
Kalau jaminan dari penyelenggara tidak ada, sebaiknya mereka berkabung dengan cara lain saja. “Cara lain yang lebih santun dan bermoral,” kata Gubernur Frans Lebu Raya. Demikian pula, kalau jaminan dari negara tidak ada, sebaiknya polda proaktif dan persuasif mencegah segala bentuk perkabungan yang dapat berpeluang rusuh. Sebab, kejahatan terjadi tidak hanya karena ada niat dari pelaku, tapi juga karena ada peluang. Maka, belajarlah dari kerusuhan Kupang 30 November 1998.
Sekilas Peristiwa Temanggung
Seperti diberitakan media massa, pascaputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Temanggung yang menjatuhkan vonis selama lima tahun terhadap Antonius Richmond Bawengan, terdakwa penistaan agama, mendapat respon dari umat Islam di di Temanggung. Antonius diketahui berasal dari Manado. Pria 58 tahun datang ke Temanggung dari Duren Sawit, Jakarta Timur.
Akibat ulah provokator, beberapa Gereja dibakar. Dikabarkan, Selasa, 7 Februari 2011, tiga gereja di Temanggung menjadi sasaran amuk massa. Selain gereja, sebuah taman kanak -kanak yang berada di lingkungan salah satu gereja juga rusak dan enam unit motor juga hangus terbakar.
Kronologisnya, pada tanggal 23 Oktober 2010, Antonius diketahui tertangkap tangan menyebarkan selebaran yang berisi penistaan agama. Salah satu selebaran itu diletakkan di depan rumah warga dusun Kenalan desa Kranggan, Kec. Kranggan, Temanggung, Jawa Tengah, yang bernama H. Bambang Suryoko.
Diberitakan oleh VOA Islam sebelumnya (http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2011/02/09/13217/inilah-kronologis-pelecehan-islam-oleh-pendeta-antonius-kerusuhan-temanggung/), di kampung orang, pendeta kelahiran 58 tahun silam ini menyebarkan dua buku berjudul “Ya Tuhanku Tertipu Aku” dan buku “Saudara Perlukan Sponsor (3 Sponsor, 3 Agenda dan 3 Hasil)” yang penuh dengan pelecehan Islam, antara lain: menghina Allah dan Nabi Muhammad sebagai Pembohong; ibadah haji adalah simbol kemesuman Islam; Hajar Aswad adalah simbol dari –maaf– vagina; tugu Jamarat di Mina adalah simbol dari –maaf– kemaluan laki-laki; umat Islam yang shalat Jum’at di masjid sama dengan menyembah dewa Bulan karena di atas kubah masjid terdapat lambang bulan-bintang; Islam agama bengis dan kejam; dan masih banyak lagi hujatan lainnya. Dan yang lebih menyesatkan lagi, Pendeta Antonius memelintir ayat-ayat Al-Qur’an dalam hujatan-hujatannya tersebut.
Kemudian, warga yang mengetahui perbuatan Richmond, bersama pengurus RT yang bernama Bp. Fatchurrozi (Fauzi), yang juga anggota Polsek Kaloran, langsung melaporkannya ke Polsek Kranggan, kemudian dilimpahkan ke Polres Temanggung. Pada tanggal 21 November 2010, oleh Kejaksaan Negeri Temanggung, berkas pemeriksanaan sudah dinyatakan P21 (lengkap). Sidang pertama digelar pada tanggal 13 Januari 2011, dengan agenda pembacan dakwaan. Sidang keempat digelar pada tanggal 8 Februari 2011, dengan agenda pembacaan tuntutan. (Desastian)