Permasalahan Jemaat Ahmadiyah sampai saat ini belum dapat terselesaikan secara baik, khususnya di Nusa Tenggara Barat (NTB). Gubernur NTB, DR TGB H. Moh Zainul Majdi MA sudah mengupayakan berbagai macam cara untuk menyelesaikan kasus Jemaat Ahmadiyah, di antaranya jalur dakwah.
Pemprov NTB telah mengutus para tokoh agama, Tuan Guru dan Ki untuk melakukan pendampingan khusus kepada Jemaat Ahmadiyah untuk diberikan pencerahan selama 6 bulan pertama yang hingga kini sudah 3 bulan berjalan. Namun sampai saat ini belum membuahkan perubahan yang nyata dalam keyakinan para penganut sekte yang mengimani kenabian Mirza Ghulam Ahmad itu.
Untuk mengetahui kondisi terakhir Jemaat Ahmadiyah yang meresahkan umat Islam, voa-islam.com mewawancarai Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Nusa tenggara Barat, Drs H Mahfud, berikut petikannya:
Bagaimana kondisi keberagamaan di NTB, apakah kondusif?
Saya pikir secara jelas bahwa kondisi keberagaman agama agak kondusif akhir-akhir ini. Meskipun di tengah banyaknya konflik secara nasional namun di NTB sendiri bisa dikatakan sedang kondusif karena belum ada aksi-aksi kekerasan atau sejenisnya.
Bagaimana dengan kemunculan Ahmadiyah di tengah masyarakat Muslim yang kini sedang mengungsi di transito Lombok Barat?
Terkait kasus Ahmadiyah ini bukan hanya ada di daerah Nusa Tenggara Barat saja, tetapi juga secara nasional ada dan bahkan internasional pula ada. Jadi NTB ini memang garapan berberapa pihak termasuk Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat juga untuk diberikan pendampingan dan dakwah khusus untuk diberikan pencerahan lebih jauh terhadap agama yang diyakininya.
Pendampingan dengan jalur dakwah yang dilakukan oleh pemprov diharapkan akan mampu membuahkan hasil terhadap jemaat Ahmadiyah itu sendiri. Karena tanpa itu, keberadaan Ahmadiyah akan didorong pemerintah untuk dibubarkan oleh masyarakat pada umumnya.
Karena hal ini sangat sensitif bahwa secara umum kita mengakui Muhammad SAW sebagai Nabi akhir zaman tetapi kemudian Ahmadiyah itu menyatakan bahwa ada Nabi lagi setelah Nabi Muhammad, yaitu Mirza Ghulam Ahmad. Dan inilah barangkali perbedaan yang sangat mendasar antara Islam seperti kita ini dengan mereka. Oleh karena itu banyak sekali pihak yang meminta untuk dibubarkan karena sepanjang zaman mereka berada di daerah ini yang bisa menimbulkan tetap menimbulkan konflik.
Pemerintah daerah dalam hal ini gubernur NTB yang mengatakan bahwa akan dibina selama 6 bulan, oleh karena itu pemerintah daerah bersama-sama para ulama’ membuat kelompok untuk melakukan dakwah di lingkungan mereka untuk bagaimana mengembalikan mereka dari ajaran yang kita yakini benar, saya yakin dengan cara kita datang ke tempat mereka untuk memberikan ceramah serta pemahaman-pemahaman mendasar kita terhadap agama islam.
Selama enam bulan terakhir kemarin kita mengadakan rapat evaluasi untuk mengetahui perkembangan berdasarkan informasi dari para dai bahwa tidak ada perubahan selama pembinaan 3 bulan terakhir. Mereka tetap meyakini Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi setelah Nabi Muhammad SAW. Data itu kita dapatkan dari para dai pada tanggal 14 Oktober 2011.
Bagaimana jika sampai 6 bulan nanti tidak ada perubahan?
Oleh karena itu kemarin kita lanjutkan sampai bulan Desember nanti dan apabila tidak ada perubahan maka kelompok dakwah yang dibentuk oleh Pemprov NTB yang terdiri dari NU, Muhammadiyah dan NW ini akan mengajukan kepada gubernur agar diteruskan oleh bupati untuk dibubarkan. Dan kita tidak tahu apakah gubernur akan memihak kepada kita yang sudah mengadakan dakwah dan pemahaman-pemahaman keagamaan ataukah bagaimana. Kita liat aja hasilnya nanti.
Kalau di beberapa daerah Pemerintah Kabupaten sudah nyata dan secara tegas membubarkan jemaat Ahmadiyah, lalu bagaimana dengan pemerintah provinsi sendiri ini?
Memang pembubaran itu bukan wewenang pemerintah daerah tapi ini berangkat dari tingkat nasional. Oleh karenanya tentu pembubaran menjadi peran aktif pemerintah pusat, tapi barang kali yang bisa dilakukan oleh pemerintah daerah adalah pembekuan organisasinya, tapi disitu tentu harus diadakan rapat koordinasi antara pemerintah provinsi dengan elemen masyarakat untuk memutuskan pembekuan pembubaran organisasi ini artinya supaya pemerintah daerah berhati-hati dalam mengambil kebijakan.
Tetap menjaga kerukunan umat beragama, ataupun kerukunan nasional tetap harus terjaga. Kalau kita tidak rukun apa yang bisa kita bangun, karena kerukunan tersebut merupakan pokok-pokok undang-undang pembangunan.
Nah itu yang barangkali yang kita sikapi bahwa keberagaman di NTB ini sangat memungkinkan memicu konflik, jadi itu merupakan satu warna yang sangat indah sekali. Memang kita beda dan banyak hal yang berbeda, namun di mana dalam persamaan itu harus membangun daerah karena hal ini dilakukan pemantauan di delapan daerah termasuk NTB. Sedangkan di NTB itu yang menjadi sorotan adalah Ahmadiyah karena Ahmadiyah di satu sisi sangat dilematis dalam perspektif HAM.
Kalau memang kita berpikir, merekalah (Ahmadiyah, red.) yang melanggar HAM karena ada hal-hal yang bersangkutan dengan agama sesuai dengan agama murni yang kita anut secara hukum telah dinodai karena mereka menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi terakhir. Tapi alhamdulillah selama ini tidak ada anarkis yang dilakukan oleh masyarakat. [Syamsul Hadi]