View Full Version
Jum'at, 02 Dec 2011

Perjalanan Panjang Umat Islam & Pemkot Bogor terhadap GKI Yasmin

Bogor (voa-islam) – Kendati ditolak warga, pihak gereja tetap ngotot mendirikan rumah ibadah dengan segala cara. Pemerintah Kota yang membekukan IMB gereja pun digugat. Ironisnya, pihak gereja justru memenangkan perkara di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kok bisa?

Awalnya -- ketika kali pertama kasus ini muncul --  masyarakat Muslim Bogor betul-betul kecewa dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor yang telah memberi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gereja Kristen Indonesia (GKI) yang berlokasi di Jalan KH. Abdullah bin Nuh, Taman Yasmin, Bogor. Akibat itu, warga yang tergabung dalam Forum Komunikasi Muslim Indonesia (Forkami) protes, meminta pertanggungjawaban Pemkot.

Hingga kini, GKI Yasmin memang belum dibangun, hanya bedeng dan pagar saja. Namun, jemaatnya nekad tetap melakukan kebaktian setiap hari Minggu di trotoar dan jalan, depan bangunan gereja yang belum jadi tersebut.

Desakan warga sejak tahun 1996 membuahkan hasil. Pemkot Bogor akhirnya melakukan pembekuan IMB sesuai dengan aturan yang ada. Menyerahkah pihak gereja? Tidak, mereka terus melakukan perlawanan dengan menggugat Pemkot Bogor ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Bandung, tepatnya tahun 1998. GKI Yasmin berdalih, proses keluarnya pembekuan oleh walikota Bogor tidak sesuai prosedur.

Tapi apa yang terjadi? Dalam persidangan PTUN, Majelis Hakim telah memenangkan GKI selaku penggugat. Tentu saja, ini menjadi pertanyaan umat Islam, pemkot saja bisa kalah. Jika begitu, untuk apa ada pemerintahan? Menurut Tim Pengacara Muslim (TPM) Sahal SH yang ketika itu ditunjuk Forkami sebagai kuasa hukum, kekalahan itu dikarenakan Biro Hukum Pemkot Bogor tidak melibatkan warga yang sejak awal menentang keberadaan gereja di wilayahnya. Ditambah lagi, dasar-dasar yang diajukan Pemkot untuk mengeluarkan pembekuan IMB ini tidak lengkap.


Kalah di PTUN, Pemkot Bogor mengajukan banding ke tingkat Pengadilan Tinggi (PT) PTUN, tapi tragisnya, Pemkot kembali menelan kekalahan. Menurut Majelis Hakim PT PTUN, keputusan sebelumnya sudah sesuai dan telah kuat. Untuk selanjutnya (2009), Pemkot Bogor terus membawa perkara hukum ini ke tingkat kasasi, yakni Mahkamah Agung (MA). Tapi MA menolak pengajuan kasasi tersebut. MA beralasan, ini bukan yuridiksi  kewenangannya. Urusan IMB ini skupnya lokal, sedangkan MA skupnya nasional. TPM sempat menunggu Peninjauan Kembali (PK) dari pihak PT PTUN.

Seperti diberitakan sebelumnya, banyak hal yang belum dibuka dalam kasus ini. Pemkot tidak secara menyeluruh melakukan investigasi di lapangan, apakah rencana pendirian gereja itu sudah mendapat persetujuan warga atau belum? Apakah sudah mendapat rekomendasi dari FKUB dan pihak Depag atau belum?

”Kenyataannya di lapangan, pihak gereja selonong boy  alias tidak minta izin. Itu yang menimbulkan keresahan warga. Jika pihak gereja keberatan dengan pembekuan IMB-nya, sedangkan warga terkait prosedur pendiriannya. Yang jelas, kita tidak membenci adanya rumah ibadah pemeluk agama lain, tapi kita tidak mentolerir cara-cara yang tidak fair. Sudah jelas, syarat pendirian  rumah ibdah harus mengacu pada SKB Dua Menteri. Aturan ini justru diabaikan. Pantas jika warga kesal. Bagi saya, ini sama saja memberi sumbu pendek yang bisa berakibat konflik horinsontal,” kata Sahal dari TPM. 

 

Berdasarkan pengakuan warga, TPM menemukan, ada unsur penipuan informasi. Warga yang disodorkan tanda tangan diberitahukan untuk pendirian RS Hermina, tapi nyatanya malah mendirikan gereja. Adalah Munir Karta, seorang Ketua RT yang tinggal di wilayah itu, telah menyembunyikan informasi kepada warga.

Warga tanda tangan dengan cop yang berbeda. Ketika itu warga meyakini tanda tangan itu hanya sebagai tanda kehadiran. Jadi bukan persetujuan pendirian gereja. Ironinya, mereka tanda tangan di ruang kantor lurah. Yang menjadi masalah, kenapa warga tidak diberi informasi yang seluas-luasnya. Dengan akal-akalan Munir Karta dan Lurah setempat, kehadiran warga dengan tangannya dianggap sebagai tanda persetujuan pendirian gereja.

TPM kemudian meminta pertanggungjawaban Munir Karta dan Lurah untuk diproses secara hukum. ”Kami telah mempidanakan pihak-pihak yang terlibat  melakukan penipuan. Setelah dilakukan penyidikan terkait penipuan, akhirnya Munir Karta dan Lurah telah dinyatakan oleh Polresta Kota Bogor sebagai tersangka. Bahkan perkaranya telah dilimpahkan ke kejaksaan dan di meja hijaukan. Desastian


latestnews

View Full Version