Jakarta (voa-islam) – Setiap kali bicara soal Salafi-Wahabi, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Said Agil Siraj tidak bosan-bosannya melontarkan stigma tajam terhadap sosok muslim yang berjenggot panjang, berjidat hitam, bergamis, dan bercelana cingkrang (isbal).
Mengherankan, bicara soal radikalisme dan terorisme, kenapa sampai harus menyindir, mencela dan menyudutkan identitas Muslim yang sesungguhnya disunnahkan Rasulullah Saw. Entah kenapa, seorang Said Agil Siraj menjadi alergi dan anti terhadap sosok muslim berjenggot panjang, jidat Hitam, hingga celana cingkrang? Apa hubungannya identitas muslim itu dengan radikalisme, terlebih terorisme.
Ketua PBNU itu mengatakan, berjenggot panjang, memakai sorban dan bercelana di atas tumit, itu bagus. Tapi hal-hal yang bersifat simbolik itu tidak cukup untuk dinilai bahwa dia telah mengamalkan ajaran Islam.
“Ulama terdahulu, seperti Imam Syafi’I, al-Ghazali, Ibnu Sina, dan sejumlah tokoh Islam terkemuka lainnya juga punya jenggot panjang dan memakai sorban. Namun, sekali lagi, Islam tidak cukup hanya dengan jenggot dan sorban saja. Sebab, ajaran Islam sangat luas dan tidak bisa diwakili hanya dengan simbol belaka,” kata Kiai Said.
Tentu kita sepakat, bagi seorang muslim, keimanan yang hanya dibalut dengan simbol-simbol tidaklah cukup. Orang yang telah beriman harus disempurnakan dengan amal dan ibadah yang baik, serta perilaku yang terpuji (akhlakul karimah). Tapi, satu hal, KH. Said Agil Siraj tak perlu mengucapkan berkali-kali, hingga tanpa ia sadari ataupun disadari, sesungguhnya ungkapannya yang terkesan tendensius itu pada akhirnya dapat membentuk opini publik, seolah seorang muslim yangberjenggot, jidat hitam dan celana cingkrang itu identik dengan Salafi-Wahabi, kelompok Islam Ekstrem, dan berbagai stigma buruk lainnya.
Dikatakan Said Agil, simbol adalah kulit yang siapapun bisa melakukannya, hingga orang jahat sekalipun bisa menyerupai itu dengan mudahnya. Jangan sampai dengan simbol kita terpancing untuk menjustifikasi bahwa seseorang itu muslim puritan atau abangan.
Perlu juga diketahui, kiai! Kini, banyak seniman dan musisi yang berjenggot lebat. Bukan hanya yang muslim, tapi juga non muslim. Jadi ukuran Salafi bukanlah terletak pada jenggot, gamis panjang, atau pun celana cingkrang.
Seperti kita ketahui, kelompok gerakan dakwah Islam seperti Jamaah Tabligh, HASMI, Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) dan kelompok islam lainnya punya identitas yang sama. Mereka tidak suka dengan sebutan Salafi Wahabi. Dengan demikian, Ketua PBNU hendaknya tidak men-generalisir, ataupun hantam kromo, tentang siapa Salafi Wahabi yang dimaksud. Apalagi sampai melontarkan stigma tajam terhadap muslim yang berjenggot, jidat hitam, dan celana cingkrang.
Kebencian terhadap simbol-simbol Islam akan terus bergulir. Setelah pesantren, jenggot, cadar, gamis, celana cingkrang, nama berbau Arab, jamaah masjid, besok apalagi? Sejatinya umat Islam tidak gentar dengan stigma tersebut. Mereka sangat ingin kita menanggalkan identitas keislaman dan akidah ini. Maka, terus pertahankan identitas itu dan menjaga agama ini (Dinul Islam).
Mulai detik ini, hentikan stigma terhadap Muslim berjenggot, jidat hitam, celana cingkrang, bergamis dan bersorban! Sungguh stigma itu sangat menyakitkan hati kaum muslimin dan mengakibatkan rusaknya ukhuwah Islamiyah. Desastian