Aksi nekad Fatma terbongkar setelah ia meminta sumbangan kepada sebuah keluarga di RT 01 RW 017 STAIN Batumerah Ambon. Sumbangan tersebut, kata Fatma, untuk bantuan kepada warga kampung Waringin yang mengungsi di Pasar Gotong Royong.
Kasus ini bermula ketika seorang wanita berjilbab mendatangi rumah keluarga Hermanto, Selasa (6/12/2011) dengan tujuan meminta sumbangan untuk pengungsi korban kerusuhan dari Waringin yang mengungsi di Pasar Gotong Royong. Di masyarakat, Hermanto dikenal sebagai tokoh pemuda.
Wanita berusia sekitar 55 tahun yang mengaku bernama Fatma ini diterima dengan baik oleh Hermanto dan ibunya, lalu diberi sejumlah uang untuk seperti yang diminta.
Setelah diberi uang, Fatma menemui istri Hermanto yang bernama Ummu Rafiz dengan maksud yang sama, meminta sumbangan pengungsi. Karena merasa kasihan, Ummu Rafiz mengajak Fatma untuk masuk ke rumah dan mengajaknya makan siang. Usai makan siang, Ummu Rafiz memberikan sejumlah uang seperti yang diminta Fatma.
Namun melihat gelagat penampilan dan logat bicara Fatma yang aneh, mengundang kecurigaan Hermanto yang memperhatikan gerak-gerik Fatma sejak awal.
Karena curiga, Hermanto pun bertanya mengenai nama, marga, asal dan alamat Fatma. Fatma mengaku bermarga Matdoan dari Maluku Tenggara dan tinggal di kebun Cengkeh. Ketika ditanya apakah memiliki keluarga disekitar komplek STAIN, Fatma mengaku kalau dia memiliki keluarga yang tinggal di Kampung Kahena yang berjarak sekitar 1 km dari rumah Hermanto. Ia juga mengaku sering berkunjung ke keluarganya di Kahena.
Anehnya, ketika ditanya jalan menuju ke Kahena, Fatma mengaku tidak tahu. Jawaban ini membuat Pak Hermanto semakin curiga dan membuat dia ingin terus menyelidiki wanita misterius ini. Ketika ditanya agamanya, Fatma mengaku beragama Islam. Karena penasaran, Hermanto pun meminta Fatma untuk mengucapkan dua kalimat syahadat, ternyata ia tidak bisa mengucapkannya.
Hermanto pun menyimpulkan bahwa Fatma bukan orang Islam karena tidak bisa mengucapkan dua kalimat syahadat, padahal ia mengaku sebagai muslimah dan berjilbab. Untuk mengetahui kedok Fatma, Hermanto menelepon koordinator pengungsi Waringin di Pasar Gotong Royong. Dua orang koordinator pengungsi yang bernama Ongen dan Eva pun datang ke rumah Hermanto untuk menemui Fatma. Namun keduanya tidak mengenali Fatma dan menegaskan bahwa Fatma sama sekali bukan koordinator pengungsi Waringin.
Merasa penyamarannnya terbongkar, Fatma mencoba melarikan diri namun berhasil ditangkap oleh anak-anak muda yang sedang berada di jalan raya di depan rumah Hermanto.
Untuk mengkroscek keterangan Fatma, selanjutnya Hermanto membawanya ke Kebun Cengkeh, mencari orang yang berasal dari Maluku Tenggara. Ternyata di Kebun Cengkeh tak satu pun keluarga berasal dari Maluku Tenggara yang mengenal Fatma.
Namun ketika sampai di belakang SMP As-Salam, seorang ibu yang mengenali Fatma pun menegurnya. “Hai minah ose darimana sa?” (hai minah kamu darimana saja).
Terungkaplah bahwa wanita yang mengaku bernama Fatma ini adalah warga kampung Kristen di desa Passo.
Tak mau berurusan panjang, Fatma pun berusaha kabur menuju Komplek Kuburan Kebun Cengkeh, namun kembali ditangkap warga dan diserahkan kepada Polisi.
Koordinator pengungsi muslim kampung Waringin mengadukan Ibu Fatma ke Polsek Kota Jawa dengan tuduhan telah mencemarkan nama baik. Sebab selama ini Koordinator pengungsi tidak pernah meminta atau menugaskan orang untuk meminta sumbangan kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan para pengungsi.
Belum diketahui aktor intelektual di balik penipuan yang dilakukan oleh Fatma, karena ketika ditanya akan hal tersebut Ibu Fatma memilih banyak diam dan tidak menjawab.
Namun sebagian warga mencurigai Fatma sebagai penyusup Kristen yang bertugas melakukan pemantauan terhadap perkampungan muslim. Pasalnya, saat ini sedang banyak beredar rumor akan adanya kerusuhan susulan pada hari Natal yang dihembuskan oleh orang-orang Kristen Ambon. [taz, af]