JAKARTA (voa-islam.com) - Rabu (14/12) siang FPI (Front Pembela Islam) bersama beberapa aktivis, LSM dan puluhan warga Mesuji, Lampung, mengadu ke Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat atas pembantaian keji yang menimpa warga Mesuji dan diduga melibatkan aparat.
Kejadian tersebut berawal ketika sebuah perusahaan yang membuka lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan karet namun kerap ditentang warga. Perusahaan tersebut akhirnya membentuk PAM Swakarsa yang diduga dibekingi aparat kepolisian untuk mengusir penduduk. Pasca adanya PAM Swakarsa terjadilah pembantaian sadis dari tahun 2009 hingga 2011.
Sekjen FPI, KH. Ahmad Shabri Lubis menuturkan bahwa FPI sudah menerima pengaduan dari warga Mesuji atas terjadinya pembantaian yang menimpa mereka dan meminta FPI ikut terlibat dalam menghentikan kezhaliman tersebut.
“aktivis-aktivis, LSM dan juga korban datang ke FPI meminta supaya FPI ikut terlibat membantu masalah ini, supaya bisa dihentikan kezhaliman itu terhadap masyarakat. Akhirnya kita dengan senang hati ikut membantu karena ini adalah kebiadaban yang luar biasa, sudah berlangsung lama dan memakan korban cukup banyak.” Tuturnya kepada voa-islam.com Rabu sore (14/12).
Menurut data yang didapat FPI ada puluhan orang yang tewas dan ratusan korban luka, termasuk korban secara psikis yang tidak terekspos. Seperti dijelaskan KH. Ahmad Shabri Lubis, hal ini terjadi lantaran mereka yang mengadukan masalah tersebut selalu diabaikan bahkan dipenjara.
“Yang terdata dua tahun terakhir ini yang tewas ada yang digorok lehernya, ditembak dan dibacok ada tiga puluh dua orang yang tewas. Yang luka-luka baik itu luka fisik maupun psikis juga cacat kejiwaannya lebih dari seratus orang. Kebiadaban-kebiadaban seperti ini tidak pernah terekspos. Kalau masyarakat mengadu ke hukum malah diabaikan bahkan kalau ada masyarakat yang kritis langsung dijebak, dipenjarakan, jadi saksi-saksi itu ada sama kita dan FPI ikut melindungi mereka.” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa dalam pengusiran yang berbuntut pembantaian tersebut tak ketinggalan dirubuhkannya tempat ibadah umat Islam seperti surau dan mushalla milik warga.
“Ada sekitar enam ratus KK mereka tidak diberi KTP, jadi itu seakan-akan ada pembiaran, kolaborasi untuk pengusiran masyarakat dari dari wilayah itu. ada rumah-rumah warga dirubuhkan, dibakar dan termasuk di situ menurut kesaksian ada surau-surau, mushalla-mushalla yang ikut dirubuhkan, jadi tempat itu harus dikosongkan.”ungkap Sekjen FPI.
Dirinya menyayangkan sikap aparat yang tidak segera bertindak, terlebih diduga ada oknum anggota kepolisian yang terlibat melakukan pembantaian seperti di dalam video yang diserahkan ke Komisi III DPR RI.
“Mestinya kepolisian tahu itu karena sudah berlangsung lama dan aparat mereka kan ada di lapangan, bahkan ada videonya juga.” Kata Ustadz Shabri, sapaan akrabnya.
Meski terjadi pembakaran rumah ibadah, KH. Shabri Lubis menilai sampai saat ini belum terindikasi masalah SARA dalam kasus pembantaian warga Mesuji, Lampung.
“Kita belum melihat ada masalah SARA di sini, sejauh ini hanya masalah kemanusiaan saja yang kita lihat, masalah pengambilan hak-hak masyarakat yang kemudian dialihkan kepada pengusaha, kemudian aparatur negaranya ikut berpihak dan menjadi alat pengusaha. Jadi ini cuma ganti model saja bahwa zaman orde baru itu saat ini betul-betul terjadi dan lebih biadab lagi,” tutupnya. (Ahmed Widad)