Jakarta (Voa-Islam) – Para korban dan keluarga petani Mesuji, kemarin, Kamis (14/12), melaporkan pembunuhan massal di Megoupak, Mesuji, Lampung, ke Komnas HAM, Jakarta. Sebelumnya, Rabu (15/12), mereka juga mendatangi Komisi III DPR RI. Dalam pengaduannya, juga diputar video kebiadaban oknum aparat Brimob yang menyembelih kepala warga, tak ubahnya menyembelih hewan qurban.
Para korban kekejian aparat tersebut didampingi oleh Ketua Umum DPP Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab beserta Badan Hukum Front (BHF) dan Laskar FPI, juga Ketua Tim Advokasi Lembaga Adat Megoupak, Bob Hasan, mantan Asisten Teritorial Kepala Staf Angkatan Darat (Aster KASAD) Mayor Jenderal (purn) Saurip Kadi dan sejumlah aktivis HAM lainnya.
Kepada Voa-Islam, Ahmad Hanafi SH, salah seorang advokat BHF FPI mengatakan, para korban Mesuji ditampung di Wisma FPI, di Jalan Petamburan III. “Sudah seminggu mereka, bermalam di dekat markaz FPI. Mereka betul-betul meminta perlindungan, karena itu kami sediakan tempat di sana,” kata Ahmad.
Diserobot Perusahaan Malaysia
Menurut Ketua Tim Advokasi Lembaga Adat Megoupak, Bob Hasan, Pembantaian yang terjadi pada 21 April 2011 tersebut, berawal dari perluasan lahan oleh sebuah perusahaan kelapa sawit, PT. Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI), sejak tahun 2003. Perusahaan (milik Malaysia) yang berdiri tahun 1997 itu, menyerobot lahan warga untuk ditanami kelapa sawit dan karet. Warga sekitar beberapa kali digusur karena tiadanya kejelasan tanah yang mereka tempati. Penyerobotan tanah bukan hanya terjadi di Mesuji, tapi juga di Tulang Bawang dan Sodong.
Perusahaan itu berniat memperluas lahan usahanya. Namun masyarakat di sana yang sebagian besar petani menolak perusahaan karena mereka adalah pemilik lahan. Kemudian pihak perusahaan membentuk Pam Swakarsa untuk membenturkan rakyat dengan rakyat yang dibekingi aparat. Saat rakyat berniat melaporkan kejadian ini, aparat tak pernah menindaklanjuti. Masyarakat baru melaporkan insiden ini kepada DPR 10 bulan kemudian.
Bob Hasan mengaku telah mendampingi keluarga korban, dalam kurun waktu tiga tahun antara 2008 hingga 2011. Sebanyak 33 orang tewas di Lampung. Sebagian besar korban merupakan petani yang terlibat sengketa tanah dengan perusahaan. “Dari 2008 sampai 2011, total yang tewas 30 orang. Kalau yang mengalami cacat fisik sampai stress mencapai 90 orang,” kata Bob.
Wayan, Agung, warga Desa Simpang Pematang, Kabupaten Mesuji, Lampung, membenarkan pembantaian tersebut. Pada November 2010, seorang petani tewas diterjang timah panas petugas karena terlibat konflik. “Yang mati ditembak polisi itu warga Desa Sri Tanjung, Kabupaten Mesuji, Lampung, ujarnya.
Petani Dibantai
Dalam peristiwa yang dipicu konflik lahan sawit antara warga Mesuji, Lampung, dan PT. Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI) ini, seorang warga Tanjung Raya, Mesuji, tewas tertembak peluru aparat. Enam lainnya luka-luka akibat tertembak peluru tajam aparat Brimob Polda Lampung yang berjaga mengamankan asset PT. BSMI.
Menurut Komnas HAM yang telah melakukan investigasi, peristiwa itu bukan hanya di Lampung, tapi juga di Sumatera Selatan. Kasus tersebut terjadi di dua provinsi, yakni Lampung dan Sumatera Selatan.
Kasus di Mesuji, Lampung, terjadi karena ada perseteruan warga dengan perusahaan sawit. Kemudian di Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan terjadi perseteruan antara masyarakat dengan PT. Inhutani. Kasus kekerasan yang terjadi di Lampung dan Sumatera Selatan tersebut sangat rumit, sebab, perusahaan bersikukuh untuk mempertahankan diri sehingga kekerasan tak terhindarkan.
Di Lampung, kerumitan muncul karena perusahaan membentuk semacam Pam Swakarsa yang dibantu aparat. Sehingga kekerasan muncul dari aparat ke masyarakat. Kekerasan juga dilakukan masyarakat. Pemerintah cenderung memihak perusahaan dalam kasus kekerasan ini. Dikatakan Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim, apa yang terjadi di Lampung dan Sumatera Selatan sudah masuk kategori pelanggaran berat HAM. Desastian