Jakarta(Pinmas)-- Kita bisa mengembangkan `Jurnalisme Propetik`, sebagai alternatif solusi untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingan dan hak umat Islam di dunia internasional. `Jurnalisme Prophetik` dibangun dengan dasar nilai-nilai kenabian, yakni sebuah jurnalisme yang Sidiq (bisa dipercaya dan cerdas mengambil angel), Tabligh (menyampaikan kebenaran), Amanah (dipercaya bisa menyampaikan yang kejadian sesungguhnya/obyektif) dan Fathonah (bijaksana).
Jika hal ini kita lakukan dengan baik dan terencana, maka pelan tapi pasti, Media Islam bisa memimpin dunia, minimal menyamai media media barat yang kini menjamur." Demikian dijelaskan jurnalis senior, Parni Hadi, dalam sesi seminar: "Developing Communication for Da`wah Strategy: Actuating Prophetic Journalism in Digital Era, Combining Words, and Actions.”
Untuk itu, lanjut Parnii, diperlukan sebuah gebrakan kretivitas dan produktivitas, dibutuhkan kerjasama, kompetisi, tidak konfrontatif dan tidak korupsi. Sudah saatnya, kita mendirikan training center untuk muslim jurnalism, dan juga house production untuk perfilman muslim.
Senada dengan Parni Hadi, Mantan Menteri Media, Sudan Dr. Ali Shummo mengatakan, negara negara Muslim, secepatnya merespon berbagai isu yang dikembangkan Barat dengan tujuan mendiskriditkan Islam. "Kita secepatnya, harus membuat perkumpulan (media) yang bisa menandingi pasar (media) global, jika memungkinkan, kita membuat satelit yang bisa menyatukan dunia Islam. Agar ke depan, tercipta informasi berimbang tentang dunia, khususnya umat Islam.”
Hal yang sama juga diungkapkan Dr. Nashir Bu Ali, Profesor Komunikasi di Collage of Communication Universitas Ashraja, Aljazair, menambahkan, dengan menekankan pada pengembangan studi komunikasi yang berasas amar maruf nahi munkar. "Media Islam harus merealisasikan nilai-nilai kejujuran/kebenaran dan manfaat/mashlahat, agar ke depan bisa bermanfaat kepada dunia," ujarnya.
Sementara Dr. Malek Al Ahmed. Profesor dari Universitas King saud Arab Saudi ini sepakat, kedepan, meski saat ini, informasi tentang umat Islam di dunia ditekan dan dipinggirkan, media komukasi Islam harus tetap memperhatikan kode etik kemanusiaan, baik Media komunikasi yang bersifat general, maupun spesifik oleh kelompok tertentu, kita harus tetap memelihara kehidupan manusia," harapnya.
Prof. Dr. Hemdi Aboelenen, yang kini mengajar di Universitas Internasional Mesir, menyinggung pentingnya sebuah media yang mandiri, tidak seperti sekarang yang selalu didikte barat. "Kita butuh media komunikasi yang membentuk nilai-nilai jurnalisme Islam, yang mampu memproduksi berita obyektif dan bermanfaat bagi umat," terangnya.
Diskusi ini adalah rangkaian dari Konferensi Internasional Media Islam, Pada 12-16 Desember 2011. 400 peserta dari media- media di 24 negara, mayoritas media dari negara muslim, berkumpul dan sepakat membuat gebrakan baru tentang teknologi informasi dan komunikasi yang berkaitan dengan umat Islam.
Mereka gelisah, tidak puas dan menggugat. Selama ini, informasi tentang umat Islam di dunia internasional, disebar dan disiarkan oleh media barat yang cenderung subyektif dan tendensius.
"Ke depan, kami berusaha agar informasi tentang umat Islam, dapat diterima dunia internasional dengan obyektif dan cepat," terang Sekjen Rabithah `Alam Islami. Desastian