CIANJUR (voa-islam.com) - Munarman yang menjadi salah satu pemateri dalam acara “Silaturahmi dan Sarasehan Organisasi serta Aktivis Gerakan Islam se-Indonesia” yang diselenggarakan oleh GARIS (Gerakan Reformis Islam) di Hotel Setia, Cianjur, Jawa Barat, memaparkan sebuah slide yang pernah menjadi bahan briefing kepada seluruh komandan Kodim dan Pangdam seluruh Indonesia.
Ketua DPP FPI ini saat diskusi pada hari Ahad pagi (18/12) menjelaskan bahwa dalam slide tersebut dengan jelas tudingan teroris desematkan kepada kelompok Islam.
“Ini adalah file briefing kepada komandan Kodim dan Pangdam seluruh Indonesia. Ada dua kekuatan yang mengancam negara ini yaitu kekuatan Kristen Radikal; neo liberal, kapitalisme, demokrasi, Sosdem, NewLeft, Sosialime, Kiri Revolusioner dan ada Terorisme, dari sini saja sudah terlihat bahwa yang teroris itu adalah Islam. Ini briefing mereka, aparat negara dibriefing seperti ini bahwa ancaman yang kedua di sebelah kanan dari kelompok teroris; gerakan politik Islam Radikal dan Islam Transnasional,” ungkapnya di hadapan ratusan para aktivis se-indonesia yang hadir.
Sebagaimana yang ia jelaskan, dengan demikian undang-undang terorisme itu hanya digunakan bagi kelompok Islam dan jangan berharap aparat akan menindak dengan pasal terorisme bagi kelompok Kristen Radikal meskipun mereka juga menggunakan cara kekerasan.
“Jadi jangan berharap kalau undang-undang terorisme itu diberlakukan untuk kelompok sebelah kiri (Kristen Radikal) walau pun menggunakan cara kekerasan yang sama,” tegasnya.
Selanjutnya Munarman menjelaskan bahwa kelompok yang dirangkul aparat adalah kelompok Islam Moderat demi menjaga Nation State. Padahal konsep Nation State menurut Munarman pada dasarnya adalah membagi negara berdasarkan bahasa atau etnik, sehingga jika konsep ini diterapkan maka kosekwensinya Indonesia akan terpecah belah menjadi ratusan negara.
“Yang mereka jaga itu yang tengah; Nation State Islam Moderat, itu yang mereka jaga. Nation state itu apa? Konsep Nation State itu lahir dari perjanjian Westfalia yang terjadi pada tahun seribu tujuh ratusan. Waktu itu setelah Romawi runtuh karena kalah dalam perang melawan Islam sehingga Eropa terpecah belah karena tidak ada lagi penguasa tunggal kekaisaran Romawi. Setelah kalah dari Islam perang terus-terusan kerajaan-kerajaan kecil itu maka pada tahun seribu tujuh ratusan itu bersepakat untuk membagi wilayah berdasarkan kebangsaan Nation State. Prinsip pembagian Nation State itu berdasarkan bahasa atau kesamaan etnik, jadi kalau Indonesia ikut-ikut konsep Nation State, maka Indonesia akan terbagi menjadi lebih dari tiga ratus negara, itu kalau konsekwen dengan konsep Nation State. Jadi banyak orang yang tidak mengerti konsep dasar tapi menggunakan istilah itu,” paparnya.
Gerakan Islam yang dikatakan sebagai gerakan Islam Transnasional dalam slide tersebut terdiri dari enam kelompok Islam termasuk di dalamnya Syi’ah. Namun menurut Munarman yang menjadi incaran untuk disusupi intelijen hanya lima saja.
“Nah, gerakan Islam Transnasional itu adalah Ikhwanul Muslimun, Hizbut Tahrir, Jihadi , Salafi Dakwah dan Salafi Sururi, Jamaah Tabligh (Gerakan Dakwah) dan Syiah. Lima kelompok (terkecuali Syi’ah, red) inilah yang menjadi sasaran intelijen di Republik ini,” kata direktur An Nasr Institute ini.
Munarman yang menengarai bahwa slide tersebut sebenarnya adalah data lama juga melihat adanya keganjilan, dari puluhan slide yang menjadi materi briefing kepada Komandan Kodim dan Pangdam secara nasional tersebut lebih banyak mengupas gerakan-gerakan Islam Transnasional yang dituding menjadi cikal bakal terorisme dan hanya dua slide saja yang membahas tentang jaringan Neo Liberal dan Kristen radikal.
“Dari sekian banyak materi yang dibriefingkan, dicekoki dan didoktrinkan ke aparat keamanan di Indonesia Cuma ada ada dua slide Kristen Radikal dan Neo Liberal dari sekian puluh slide,” tandasnya.
Meski gerakan Kristen Radikal menjadi ancaman negara ini anggota TPM ini mengungkapkan bahwa mereka telah menyusup ke dalam tubuh aparat sehingga bisa melakukan counter.
“Kristen Radikal itu ada Gereja Bethel Indonesia, Gereja Bethani Indonesia dan Gereja Tiberias Indonesia. Cuma pintarnya, karena mereka tahu mereka ini ancaman, mereka menyusup ke dalam aparat negara supaya mereka bisa melakukan counter, itulah kelihaian mereka,” pungkasnya. (Ahmed Widad)