View Full Version
Rabu, 21 Dec 2011

Abu Rusdan:Bukan Seragamkan Pendapat, Tapi Mengkomunikasikan Perbedaan

Jakarta (voa-Islam) – Saat menanggapi buku Mereka Bukan Thagut  karya Khairul Ghazali di Hotel Sahid, Sabtu (17/11) lalu, tokoh Jihadis Ustadz Abu Rusdan mengatakan, bahwa perbedaan itu adalah suatu fakta. Tentu saja, menyeragamkan suatu pendapat merupakan kemustahilan. Yang bisa kita lakukan adalah membuka pintu komunikasi. Setidaknya, mengkomunikasikan perbedaan itu.

“Jangan sampai, perbedaan itu justru membawa mudharat bagi umat. Beradab, logis argumentatif, komunikatif dan dialektis adalah empat pilar yang harus diperhatikan dalam mengkomunikasi perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan ulama dan aktivis Islam,” ujar Ustadz Abu Rusdan.

Seperti diketahui, banyak ulama memiliki pandangan berbeda dalam memaknai dan memahami istilah thagut. Belum ada kesepakatan ulama mengenai hal itu. Kritik tajam Khairul Ghazali terhadap tulisan-tulisan Ustadz Abu Sulaiman Aman Abdurrahman (terpidana kasus Bom Cimanggis) atas pelabelan thagut kepada PNS, penguasa dan aparatur negara, membuat keduanya saling berburuk sangka. Belum ada upaya untuk mengkomunikasikan perbedaan pendapat itu agar tidak terjadi salah paham.

“Saya kira perlu ada upaya mengkomunkasikan perbedaan antara Ustadz Aman Abdurrahman dengan Ustadz Khairul Ghazali. Keduanya adalah saudara saya. Walaupun, saya sendiri bergaul lebih lama dengan Ustadz Aman Abdurrahman secara pemikiran dan perasaan,” saran Ustadz Abu Rusdan bijaksana.

Satu hal, kata Abu Rusdan, kita tidak ingin membuktikan, bahwa kita lebih pandai dari siapapun. Bukan itu tujuannya. Kita tidak ingin menghakimi, apalagi sampai memvonis radikal ekstrimis ideologis. Sesungguhnya, tinggal bagaimana kita mengkomunikasikan perbedaan. Sehingga perbedaan ini menjadi manfaat bagi kita sekalian.

“Kita sepakat, komunikasi kita dilandasi oleh empat pilar, yakni:  Beradab, Logis  argumentatif, Komunikatif dan Dialektis. Diantara kita, tidak mungkin berpendapat sama. Mari kita berpikir, prosesnya harus pelan-pelan. Jangan sampai dalam mengkomunikasikan sesuatu dilakukan dengan cara  yang bersifat radikal. Sesama Muslim, hendaknya kita saling mengingatkan dengan dilandasi sikap marhamah. Ini penting,” ungkap Abu Rusdan.

Lebih lanjut Abu Rusdan menerangkan, ikhtilaf menurut para ulama ada dua, yakni: bersifat variatif dan kontradiktif. Karena itu, mengngkomunikasi perbedaan pendapat itu sebaiknya tidak bersifat kontradiktif.

“Secara intensif, saya dua tahun belajar pada Ustadz Abullah Azzam, baik dalam kuliah ataupun discus-discus informal. Tanpa bermaksud membela, jika ada satu-dua saudara saya melakukan kekeliruan, lalu menisbatkan pada Abdullah Azzam, maka beliau berlepas diri dari urusan itu,” kata Abu Rusdan yang dekat dengan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir.  

Menurut Abu Rusdan, ada hal yang membedakan thagut dengan hamba thagut. Dikatakan thagut, jika ia merampas hak Allah dan mengklaim hak Allah. Itu thagut. Tapi bila merampas dan mengalungkan kepada hamba lain, dia disebut hamba thagut.

Firaun yang menyebut dirinya Aku adalah tuhan yang maha tinggi adalah thagut. Begitu juga ketika Fir’aun berkata, Aku lah yang menghidupkan dan mematikan. Kata-kata itu hanyalah hak prerogatif Allah. Thagut yang disepakati ulama adalah: Iblis laknatullah, menyeru dan mengajak manusia untuk menyembah dirinya, membuat undang-undang dan peraturan yang menyebabkan mereka melawan hukum Allah, mengklaim mengusai ilmu ghaib. Dan yang menjadi titik krusial kita adalah menetapkan hukum yang selain hukum Allah.

Adapun tulisan-tulisan Ustadz Aman Abdurrahman itu bersifat takfir mutlak, bukan muayyan. Ustadz Aman hanya mengatakan orang yang begini itu kafir, tapi dia tidak mengatakan si fulan - si fulan kafir. Tidak sesederhana itu. Tapi bagi mereka yang tidak memahami pemikiran Ustadz Aman, akan menganggap seolah-olah beliau mengatakan si fulan kafir. Agar adil dan komunikatif, dihadirkan saja Ustadz Aman dalam suatu kesempatan untuk menjelaskan pikiran-pikirannya.

Ustadz Abu Rusdan sependapat, bahwa masalah thagut adalah masalah pokok dan mendasar di dalam Islam. Dalam membahasnya tentu tidak simplikasi. Kita harus mennyimpulkan dengan mencari mana pendapat yang paling kuat. “Buku Mereka Bukan Thagut, ini tidak menjawab siapa saja yang thagut. Jangan-jangan judulnya yang tepat,  Bukan Mereka Saja yang Thagut,” kata Abu Rusdan guyon. (Desastian)


latestnews

View Full Version