AMBON, MALUKU (voa-islam.com) -Dalam tiga bulan terakhir sering sekali terjadi bentrokkan antara komunitas Muslim dan Kristen di Ambon. Demikian juga halnya dengan peristiwa teror dan tindakkan kekerasan yang memicu terjadinya konflik silih berganti terus terjadi.
Akar permasalahan dan juga tindakan anarkis serta kekerasan yang mengikutinya sampai hari ini belum ada yang secara tuntas diungkap oleh kepolisian.
Dari rangkaian peristiwa bentrokkan, tindakkan teror dan kekerasan antara warga Muslim dan Kristen yang terjadi di kota Ambon maka kaum muslimin menjadi korban yang paling banyak menderita kerugian. Ketidakmampuan Polisi mengungkap kasus-kasus tersebut semuanya berawal dari dusta dan rekayasa ketika menangani kasus pembunuhan terhadap tukang ojek Darfin Saiman yang dibunuh secara keji di desa Gunung Nona (perkampungan Nasrani).
Kasus pembunuhan tukang ojek Muslim yang direkayasa oleh polisi sebagai lakalantas tunggal memicu terjadinya bentrokkan antara warga Muslim dan warga Kristen di kota Ambon.
Bentrokan yang berubah menjadi kerusuhan dengan skala yang cukup besar terjadi pada tanggal 11 September 2011. Dan lagi-lagi dalam kerusuhan ini kaum Muslimin menjadi korban yang paling banyak menderita.
Ratusan rumah milik warga Muslim di kampung Waringin habis dibakar perusuh salibis, ratusan orang terluka dan 8 orang tewas terkena tembakkan. Dan untuk kesekian kalinya prestasi kepolisian Polda Maluku adalah tidak mampu menangani dan mengungkap peristiwa penyerangan terhadap kampung Muslim waringin.
Para perusuh, penyerang, penjarah dan pembunuh dari pihak salibis tidak ada satupun yang berhasil ditangkap oleh polisi. Sebuah prestasi luar biasa dari sebuah institusi negara yang bertugas melindungi dan mengayomi masyarakat. Dan juga prestasi menakjubkan dari sebuah insitusi negara yang konon katanya sangat terlatih dalam menanggulangi teror dan menangkap teroris, namun ternyata tidak mampu menangani bentrokkan antar warga yang belum mempergunakan senjata canggih.
Institusi yang begitu gesit dan cekatan ketika menindak "teroris" ternyata tumpul menghadapi perusuh salibis.
Peristiwa-peristiwa selanjutnya di kota Ambon seakan menjadi pelengkap penderitaan bagi kaum Muslimin seperti peristiwa penyerangan permukiman Muslim di Jalan Baru pada tanggal 20 Oktober 2011. Peristiwa terakhir yang tidak kalah menyakitkan adalah peristiwa penyerangan perkampungan Muslim Amaci (Air Mata Cina) pada tanggal 13 Desember 2011 dari pukul 01.00 WIT sampai pukul 05.00 WIT.
Aparat keamanan datang tiga jam setelah para perusuh salibis melakukan aksinya. Akibat kelambatan aparat keamanan mengamankan tempat kejadian maka 5 rumah milik warga Muslim habis dibakar salibis dan 11 orang warga muslim terluka akibat lemparan batu dan ledakkan bom. "Prestasi" kepolisian semakin gemilang ketika peristiwa penyerangan Air Mata Cina juga tidak bisa diantisipasi. Hal itu semakin sempurna ketika para pelaku penyerangan yang menggunakan bom sampai hari ini tidak ada yang ditangkap oleh polisi.
Rangkaian peristiwa kekerasan yang memakan korban dari kaum muslimin Ambon yang tidak mampu dicegah dan ditangani oleh kepolisian tentu mengundang tanda tanya dan keheranan dari kaum Muslimin,apa saja kerja polisi selama ini?.
..Rangkaian peristiwa kekerasan yang memakan korban dari kaum muslimin Ambon yang tidak mampu dicegah dan ditangani oleh kepolisian tentu mengundang tanda tanya dan keheranan dari kaum Muslimin,apa saja kerja polisi selama ini..
Ketidak mampuan polisi menangani peristiwa-peristiwa tersebut menjadi dilematis ketika terjadi peristiwa penikaman terhadap sopir angkot Kristen bernama Valdo Petta pada tanggal 14 Desember 2011 pukul 21.30 WIT di jalan AY Patty Ambon.
Peristiwa ini memicu kemarahan dari warga Kisten Ambon.Pada malam kejadian sempat terjadi konsentrasi massa di RSU Kudamati tempat korban dirawat sebelum akhirnya tewas. Bahkan pada sekitar pukul 23.00 WIT sekitar 700 massa Kristen berusaha menyerang perkampungan Muslim Waihaong, namun akhirnya dihalau oleh aparat keamanan dari TNI.
Esok harinya Kamis 15 Desember 2011 ratusan massa Kristen melakukan demo di Mapolda Maluku dan kantor DPRD Maluku, mereka menuntut agar pelaku penikaman terhadap Valdo Petta segera ditangkap. Dalam aksi demo tersebut sempat ada ancaman akan membuat "Natal berdarah".
Mereka juga mengancam akan membuat Ambon Merah jika pelaku penikaman tidak tertangkap.
Kini Polisi dihadapkan pada tugas berat yang menumpuk dan dilematis. Jika polisi tidak berhasil menangkap pelaku yang menikam Valdo Petta maka akan membuat warga Kristen marah dan bisa jadi akan membuktikan ancamannya.
Jika polisi berhasil menangkap pelaku penikam Valdo Petta dan (seandainya) sang pelaku berasal dari pihak Muslim maka ini juga akan memicu konflik. Sebab bisa dipastikan kaum Muslimin juga akan menuntut agar pelaku pembunuhan terhadap Darfin Saiman, pelaku penyerangan kampung Waringin, pelaku penyerangan di Jalan Baru dan pelaku penyerangan kampung Air Mata Cina juga ditangkap. Apakah kira-kira polisi sanggup menangkap para pelaku pembunuhan dan para pelaku penyerangan terhadap permukiman Muslim?, tentu saja sangat disangsikan hal tersebut akan bisa dilakukan oleh kepolisian polda Maluku yang didominasi oleh kaum Nasrani.
Maka kini polisi bimbang untuk melakukan tindakan. Bisa jadi polisi sudah mengantongi nama-nama pelaku pembunuhan terhadap Darfin Saiman, pelaku penyerangan Kampung Waringin, pelaku penyerangan Jalan Baru, pelaku penyerangan kampung Air Mata Cina, atau bahkan mungkin juga sudah mengetahui pelaku penikaman terhadap Valdo Petta.
Namun polisi tidak berani melakukan penangkapan terhadap para pelaku tersebut sebab bisa menyulut konflik yang akhir-akhir ini mudah terjadi. Ini semua adalah akibat ketidak jujuran dan ketidak profesionalan polisi dalam menangani masalah. Karena dusta dan rekayasa sejak awal akhirnya polisi kerepotan sendiri. (AF)