JAKARTA (voa-islam.com) - Lebih dari 80 lokasi gua Maria telah berdiri di berbagai propinsi mengepung Indonesia. Rumah ibadah berkedok tempat wisata ziarah ini tersebar membentang dari mulai Papua hingga Sumatra. Gua Maria adalah tempat ziarah umat Katolik, biasanya bangunan utamanya dibentuk seperti gua lalu ditempatkannya patung Bunda Maria pada gua tersebut.
Fenomena gua Maria ini pertama kali muncul di Mexico saat salah seorang suku Aztec bernama Quauhtlatoatzin dibaptis oleh pastur Franciscan, lalu berganti nama menjadi Juan Diego. Ia mengaku melihat penampakan bunda Maria di Tepeyac, sebuah bukit di timur laut kota Cuautitlan (sekarang Mexico) lalu memerintahkan uskup supaya membangun sebuah kuil di sana.
Bak jamur di musim hujan gua-gua Maria tumbuh subur di Indonesia, bukan hanya di daerah pedalaman di kota besar seperti Jakarta yang sama sekali tidak pernah ada gua pun dibangun gua Maria. Data-data lokasi gua maria tersebut bisa dilihat di www.guamaria.com.
Selain berupa gua, bangunan semisal yang dimotori oleh Kristen Katolik ini juga ada yang berbentuk candi seperti candi/gereja Hati Kudus Tuhan Yesus di Dusun Ganjuran, Desa Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul. Di lokasi ini bahkan para peziarah Kristen kerap membasuh tangan, muka dan kaki -seperti berwudhu dalam Islam- ketika hendak berziarah.
Seolah ingin meniru Hindu dan Islam yang memiliki banyak situs sejarah purbakala dan wisata ziarah, umat Kristen pun latah mendirikan candi dan gua rekayasa yang nantinya lama kelamaan seolah dianggap sebagai peninggalan sejarah.
Ustadz Abu Deedat Shihab, MH wakil Ketua KDK (Komisi Dakwah Khusus) MUI Pusat mengatakan bahwa pendirian gua Maria selain menjadi tempat wisata ziarah umat Kristen adalah sebagai upaya untuk membuat-buat sejarah seolah-olah bunda Maria turun di tempat tersebut.
“Adanya patung bunda Maria atau gua Maria dan Candi Yesus Kristus itu adalah upaya membuat-buat sejarah yang seoalah-olah bunda Maria turun di tempat itu atau jejak sejarah agama Katolik masuk di tempat itu disamping menjadikan sebagai tempat ziarah,” ungkapnya kepada voa-islam.com, Selasa (27/12).
Ia juga merasa khawatir menjamurnya gua Maria nantinya menjadi penyesatan sejarah kepada anak cucu bangsa ini padahal kenyataannya pendirian gua Maria di berbagai tempat tersebut tak ada kaitannya dengan sejarah Katolik.
“Jadi kalau anak-anak kita tidak tahu asal usulnya nanti timbulnya mereka menyangka di situlah penjelmaan atau turunnya bunda Maria, tempat pertama agama Katolik masuk dan lain-lain padahal tidak ada kaitannya dengan sejarah Katolik,” jelas Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Bekasi ini.
Ustadz Abu Deedat pun menghimbau agar umat Islam mewaspadai Kristenisasi dalam bentuk lain lewat menjamurnya gua Maria di berbagai daerah. Ia juga mendesak ormas-ormas Islam segera mengambil sikap tegas. (Ahmed Widad)