BEKASI (voa-islam.com) - Narasumber kedua Ustadz Fuad Al Hazimi dalam acara kajian ilmiah di Masjid Muhammad Ramadhan, Bekasi, menyampaikan materi yang tak kalah pentingnya terkait dengan iqamatud dien.
Dalam slide yang dipaparkan di hadapan para jama'ah, ia mengusung sebuah tema “Al Istiqamah ruknun ‘azhim min iqamatid dien” istiqamah adalah rukun utama dari penegakkan dienul Islam.
Ustadz Fuad menjelaskan bahwa kata-kata Al Istiqamah dengan Iqamatud dien berasal dari satu akar kata; aqaama-yuqiimu dan istaqaama-yastaqiimu sehingga tidak mungkin iqamatud dien tanpa istiqamah. Maka istiqamah sebagai rukun dalam menegakkan iqamatud dien dan rukun adalah sesuatu yang tidak boleh ditinggalkan serta termasuk dalam bagian sesuatu tersebut. Jadi istiqamah adalah bagian dari penegakkan dien itu sendiri.
“mustahil menegakkan dienul Islam kalau kita sendiri tidak istiqamah, jangan kita kalah istiqamah sama syaitan!” tegas ulama yang hafizh Al Qur’an ini.
Menyambung apa yang disampaikan ustadz ‘Afif Abdul Majid mengenai perintah iqamtud dien dalam surat As Syura ayat 13, ustadz Fuad menyampaikan ayat selanjutnya yang memerintahkan agar kita istiqamah dalam menegakkan dienul Islam.
فَلِذَلِكَ فَادْعُ وَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ وَقُلْ آمَنتُ بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ مِن كِتَابٍ وَأُمِرْتُ لِأَعْدِلَ بَيْنَكُمُ اللَّهُ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ لَا حُجَّةَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ اللَّهُ يَجْمَعُ بَيْنَنَا وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ
Karena itu, serulah (mereka beriman) dan tetaplah (beriman dan berdakwah) sebagaimana diperintahkan kepadamu (Muhammad) dan janganlah mengikuti keinginan mereka dan katakanlah, “Aku beriman kepada Kitab yang Diturunkan Allah dan aku diperintahkan agar berlaku adil di antara kamu. Allah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami perbuatan kami dan bagi kamu perbuatan kamu. Tidak (perlu) ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah Mengumpulkan antara kita dan kepada-Nya-lah (kita) kembali.” (Q.S. As Syura : 15).
Selanjutnya da’i yang pernah menjadi imam Masjid Al Hijrah Sydney New South Wales Australia ini mengutarakan bahwa perintah istiqamah yang terdapat dalam surat Hud ayat 112-119 begitu membuat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertambah ubannya.
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ . وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ . وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ . وَاصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ . فَلَوْلَا كَانَ مِنَ الْقُرُونِ مِنْ قَبْلِكُمْ أُولُو بَقِيَّةٍ يَنْهَوْنَ عَنِ الْفَسَادِ فِي الْأَرْضِ إِلَّا قَلِيلًا مِمَّنْ أَنْجَيْنَا مِنْهُمْ وَاتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا مَا أُتْرِفُوا فِيهِ وَكَانُوا مُجْرِمِينَ . وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ . وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ . إِلَّا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Maka tetaplah engkau (Muhammad) (di jalan yang benar), sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang bertobat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sungguh, Dia Maha Melihat terhadap apa yang kamu kerjakan. Maka tetaplah engkau (Muhammad) (di jalan yang benar), sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang bertobat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sungguh, Dia Maha Melihat terhadap apa yang kamu kerjakan. Dan laksanakanlah shalat pada kedua ujung siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam. Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat (Allah). Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan. Maka mengapa tidak ada di antara umat-umat sebelum kamu orang yang mempunyai keutamaan yang melarang (berbuat) kerusakan di bumi, kecuali sebagian kecil di antara orang yang telah Kami Selamatkan. Dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan dan kemewahan. Dan mereka adalah orang-orang yang berdosa. Dan Tuhan-mu tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, selama penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan jika Tuhan-mu Menghendaki, tentu Dia Jadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih (pendapat), kecuali orang yang Diberi rahmat oleh Tuhan-mu. Dan untuk itulah Allah Menciptakan mereka. Kalimat (keputusan) Tuhan-mu telah tetap, “Aku pasti akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” (Q.S. Hud : 112-119).
Pengurus DDII Magelang ini menjelaskan bahwa kita sebenarnya bisa mencontoh berbagai jalan istiqamah yang telah ditempuh oleh para Nabi, Shiddiqin, Syuhada dan Shalihin seperti tertera dalam surat An Nisa ayat 69.
"Ada empat jalan untuk istiqamah; satu, jalannya para Nabi, yang kedua, jalannya para shiddiqin orang yang benar-benar lurus imannya, yang ketiga, jalannya para syuhada, yang keempat, jalannya para shalihin. Jadi ada empat (jalan istiqamah, red) yaitu dengan taat kepada Allah dan RasulNya," jelasnya kepada para jama'ah yang hadir.
Kemudian di akhir pembahasan, Direktur Masjid Umar Bin Khattab Grabag Magelang ini menceritakan sosok teladan istiqamah salah seorang sahabat Rasulullah Khubaib bin ‘Ady yang sangat mengharukan.
Khubaib bin ‘Ady adalah sahabat yang pertama kali melaksanakan syari’at shalat sunnah sebelum dieksekusi kafir Quraisy di tiang salib.
Menjelang detik-detik kesyahidan Khubaib, salah seorang pemuka Quraisy menghampirinya dan berkata; "Sukakah engkau bila Muhammad menggantikanmu sementara kau sehat wal afiat bersama keluargamu?"
Maka Khubaib bin ‘Ady pun menjawab:
واللهِ ما يسرني أني في أهلي وأن محمداً في مكانه الذي هو فيه تصيبه شوكة تؤذيه
“Demi Allah … aku tidak mungkin merasa gembira bersama-sama keluargaku, sementara Rasulullah Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam terluka walaupun hanya tertusuk duri.”
Lalu Khubaib bin ‘Ady melantunkan sebuah syair yang merupakan cerminan keteguhan iman dan keistiqamahan yang dahsyat.
لَقَدْ أَجْمَعَ الْأَحْزَابُ حَوْلِي وَأَلّبُوا قَبَائِلَهُمْ وَاسْتَجْمَعُوا كُلّ مَجْمَعِ
وَكُلّهُمُ مُبْدِي الْعَدَاوَةَ جَاهِدٌ عَلَيّ لأنّي فِي وَثَاقٍ بِمَضْيَعِ
وَقَدْ قَرّبُوا أَبْنَاءَهُمْ وَنِسَاءَهُمْ وَقُرّبْتُ مِنْ جِذْعٍ طَوِيلٍ مُمَنّعِ
إلَى الله أَشْكُو غُرْبَتِي بَعْدَ كُرْبَتِي وَمَا أَرْصَدَ الأحْزَابُ لِي عِنْدَ مَصْرَعِي
فَذَا الْعَرْشِ صَبّرْنِي عَلَى مَا يُرَادُ بِي فَقَدْ بَضَعُوا لَحْمِي وَقَدْ يَاسَ مَطْمَعِي
وَقَدْ خَيّرُونِي الْكُفْرَ وَالْمَوْتُ دُونَهُ فَقَدْ ذَرَفَتْ عَيْنَايَ مِنْ غَيْرِ مَجْزَعِ
وَمَا بِي حِذَارُ الْمَوْتِ إنّي لَمَيّتٌ وَإِنّ إلَى رَبّي إيَابِي وَمَرْجِعِي
وَلَسْتُ أُبَالِي حِينَ أُقْتَلُ مُسْلِمًا عَلَى أَيّ شِقّ كَانَ فِي الله مَضْجَعِي
وَذَلِكَ فِي ذَاتِ الإلَهِ وَإِنْ يَشَأْ يُبَارِكْ عَلَى أَوْصَالِ شِلْوٍ مُمَزّعِ
فَلَسْتُ بِمُبْدٍ لِلْعَدُوّ تَخَشّعًا وَلا جَزَعًا إنّي إلَى الله مَرْجِعِي
Gerombolan kafir telah mengepungku dari segala arah
Mereka kumpulkan sanak saudara untuk menyaksikan kematianku
Semua memandangku dengan penuh kebencian sedangkan tubuhku telah terikat kuat
Hanya kepada Rabb ku aku mengadukan kesendirianku dan kesulitanku
Serta segala makar kaum kafir yang akan menyiksaku sebelum maut menjemputku
Wahai Rabb Yang Menguasai Arsy, kuatkanlah kesabaranku untuk menghadapi semua ini
Mereka begitu bernafsu untuk mencincang tubuhku dan mengkoyak-koyak kulitku
Mereka merayuku dengan kekafiran atau aku mati karena menolaknya
Mataku telah berlinang airmata namun tak sedikit pun terbersit rasa takut
Aku sudah tak peduli lagi akan kematian karena hanya kepada Rabb ku semuanya telah kuserahkan
Tak kupedulikan lagi seperti apa diriku, saat aku terbunuh sebagai seorang muslim
Dengan cara seperti apa tubuhku dicincang-cincang selama itu di jalan Allah
Itu semua adalah kehendak Ilahi Rabbi
Jika Dia Berkehendak niscaya Dia akan limpahi berkah
Pada setiap ruas tulangku yang terputus
Dan setiap jengkal dagingku yang terkoyak dan tercabik-cabik
Tak kan pernah aku tunjukkan ketundukanku pada musuh-musuhku
Juga tak ada sedikit pun ketakutanku akan mereka
Sungguh hanya kepada Allah lah tempatku kembali.
(Ahmed Widad)