View Full Version
Sabtu, 14 Jan 2012

Miras Ilegal: Keliru Anggapan, Legalkan Miras Menguntungkan Negara

JAKARTA (Voa-Islam) – Setiap kali Bea Cukai menyita ribuan kardus minuman keras ilegal yang masuk ke Jakarta, pemerintah mengaku, negara mengalami kerugian Rp 10 miliar. Padahal, keliru sekali anggapan, bahwa melegalkan miras akan menguntungkan negara yang akan mendapatkan uang pajak dari miras. Ini adalah penglihatan yang sempit sekali. Sebab, penghasilan dari pajak barang kotor dan haram itu tidak akan memberikan keberkahan apapun bagi kehidupan masyarakat.

“Justru kecelakaan dan kerugian akan menyelimuti kehidupan masyarakat. Betapa kerusakan timbul dari perilaku mabuk-mabukan akibat menenggak miras, seperti kematian setelah pesta miras oplosan, tawuran antar kelompok, penganiayaan, dan problem social lainnya, ujar Sekjen Forum Umat Islam (FUI) KH. Muhammad Al Khaththath kepada Voa-Islam.

Merebaknya minuman beralkohol ilegal akhir-akhir ini disinyalir karena beberapa pemerintah daerah melarang peredaran minuman beralkohol di wilayahnya. Akhir Oktober 2009, sebanyak 65 ribu botol minuman keras pernah ditemukan di Pluit dan Pantai Indah Kapuk, untuk selanjutnya dimusnahkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Bukan hanya itu, Dirjen Bea Cukai Tanjung Priok pernah menggagalkan penyelundupan miras asal Korea. Dengan demikian, dalam empat kali pengungkapan selama Desember 2009 sampai Januari 2010, bea cukai menyita 131.347 botol atau 56.682 liter minuman. Adapun modus yang dipakai pelaku yakni dengan memalsukan dokumen pabean.

Tak berselang lama, Dirjen Bea Cukai Jakarta kembali menyita 17 ribu botol miras impor berbagai merk asal Eropa. Ada wine asal Prancis dan vodka Rusia.Botol-botol dengan pita cukai palsu berpotensi menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 4,9 miliar. Petugas juga menyita 2.736 pita cukai palsu golongan B1 (Wine) dan 504 pita cukai palsu golongan C (Spirit).

Ironisnya, sanksi hukum perkara penyelundupan ini terlalu ringan. Tersangka hanya diancam pasal 54 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 dengan ancaman hukuman pidana penjara minimal satu tahun dan maksimal delapan tahun atau denda minimal sepuluh kali nilai cukai dan maksimal dua puluh kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.

Seperti diberitakan media massa sebelumya, pada 13 September 2011, Kepolisian Sukoharjo, Jawa Tengah, berhasil menggagagalkan peredaran minuman keras ilegal, Senin (12/9). Ironisnya, miras diangkut dengan mobil dinas anggota DPRD setempat. Mobil ber-plat merah itu, diketahui kerap digunakan Ketua Komisi II DPRD Sukoharjo, Eka Junaedi, yang juga merupakan anggota Fraksi Partai Demokrat.

Dari kendaraan tersebut, polisi menangkap tersangka W beserta barang bukti enam jerigen minuman keras jenis ciu. Pelaku terancam perda nomor IV tentang peredaran minuman keras tanpa ijin dan pajak. Ia terancam kurungan enam  bulan serta denda sebesar Rp50 ribu.

Setiap kali Bea Cukai menyita ribuan kardus minuman keras ilegal yang masuk ke Jakarta, pemerintah mengaku, negara mengalami kerugian Rp 10 miliar. Minuman beralkohol itu masuk kawasan pabean Indonesia melalui importir dengan cara memanipulasi data.

Penggeledahan Bea Cukai

Dari hasil pengeledahan, petugas Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai tipe A Tanjung Priok, Jakarta Utara menemukan 9.953 botol minuman kosong,  1.400 kardus minuman beralkohol berbagai merek dari luar negeri. Dua kontainer yang tak memiliki perizinan itu sudah masuk ke Pelabuhan Tanjung Priok. Di dalamnya didapati barang berupa, minuman beralkohol, spare part komputer, dan barang tekstil. Bea Cukai sudah menunggu sekitar satu minggu, tapi perizinannya tidak ada.

Sementara itu, perusahaan pengimpor produk minuman mengandung ethil alkohol (MMEA) mengeluh dengan masih beredarnya pita cukai palsu di Indonesia. Pasalnya dengan adanya minuman ilegal ini, pendapatan perusahaannya menurun.

Ditjen Bea dan Cukai mencatat pada 2008 ada 2.988 pelanggaran. Pelanggaran ini berasal dari pelanggaran impor sebanyak 2.203 kasus, ekspor 13 kasus dan pelanggaran cukai sebanyak 772 kasus. Botol-botol dengan pita cukai palsu berpotensi menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 4,9 miliar.

Dalam Permendag No 43 tahun 2009 tentang pengadaan, pengedaran, penjualan, pengawasan, dan pengendalian minuman beralkohol, produksi minol (minuman beralkohol) tidak boleh melebihi kapasitas produksinya. Kalaupun melakukan impor, asumsinya untuk mengisi kebutuhan warga asing di sektor pariwisata dan perhotelan. Sementara itu, produksi minuman beralkohol dalam negeri dialokasikan untuk kebutuhan pasar domestik.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, kapasitas produksi minuman beralkohol golongan A (bir) sebanyak 260 juta liter per tahun. Sementara itu, golongan B (wine atau anggur) dan golongan C (spirit) hanya 80 juta liter per tahun.

Perlu diketahui, realisasi impor minuman beralkohol (minol) didominasi dari jenis wine atau anggur (golongan B). Pemerintah memberikan izin impor minol hanya kepada PT Sarinah. Untuk tahun 2009, alokasi impor yang diberikan kepada PT Sarinah mencapai 393 ribu karton. Terdiri dari, sebanyak 150 ribu karton untuk golongan A (beer), 225 ribu untuk golongan B (wine), dan 18 ribu untuk golongan C (spirit).

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, realisasi impor minuman beralkohol golongan B pada 2009 mencapai 191.953 karton dari alokasi 225 ribu karton. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Diah Maulida menjelaskan, realisasi total impor minol tahun 2009 hanya mencapai 71 persen. Realisasinya sekitar 70 persen dari 3 golongan minol.

Sementara, realisasi golongan A atau beer hanya mencapai 69.689 karton (46,46 persen). Dan realisasi golongan C atau spirit mencapai 17.410 karton (96,72 persen). Sebelumnya, rendahnya realisasi golongan A (beer) diakibatkan telah banyak produksi jenis bir di dalam negeri. Desastian

 


latestnews

View Full Version