View Full Version
Sabtu, 14 Jan 2012

Umat Islam Aceh Tolak Pendirian Hotel & Mal Dekat Masjid Baiturrahman

BANDA ACEH (voa-islam.com) - Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, merupakan Masjid yang memiliki lembaran sejarah tersendiri, yang kini merupakan Masjid Negara yang berada di jantung kota Propinsi Nanggro Aceh Darussalam. Nama Masjid Raya Baiturrahman ini berasal dari nama Masjid Raya yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1022 H/1612 M.

Mesjid raya ini memang pertama kali dibangun oleh pemerintahan Sultan Iskandar Muda, namun telah terbakar habis pada agresi tentara Belanda  kedua pada bulan shafar 1290/April 1873 M, dimana dalam peristiwa tersebut tewas Mayjen Khohler yang kemudian diabadikan tempat tertembaknya pada sebuah monument kecil dibawah pohon ketapang/geulumpang dekat pintu masuk sebelah utara mesjid. Kemudian pada tahun 1875 Belanda membangun kembali masjid tersebut sebagai penggantinya.

Masjid Raya Baiturrahman ini mempunyai nilai yang tinggi bagi rakyat Aceh, karena sejak Sultan Iskandar Muda sampai sekarang masih berdiri megah di tengah jantung kota Banda Aceh. Mesjid Raya ini mempunyai berbagai fungsi selain shalat, yaitu tempat mengadakan pengajian, perhelatan acara keagamaan masyarakat muslim Aceh, tempat berteduh bagi warga kota serta para pendatang, juga menjadi salah satu obyek wisata Islami.

Ketika terjadi gempa dan tsunami 26 Desember 2004 yang menghancurkan sebagian wilayah Aceh, mesjid ini manjadi bukti kebesaran Allah karena selamat tanpa kerusakan yang berarti dan banyak warga kota yang selamat di sini serta menjadi tempat pengungsian.

Kawasan lingkungan sekitar mesjid ini juga dijadikan kawasan syari'at Islam yang harusnya tetap dijaga dan tidak dikotori oleh perbuatan-perbuatan yang melecehkan mesjid serta melanggar syariat Islam.

Umat Islam Aceh Menolak Pembangunan Hotel dan Mal di Samping Masjid Baiturrahman

Akhir-akhir ini beredar isu di tengah masyarakat Aceh bahwa di sekitar masjid Baiturrahman rencananya akan dibangun hotel Best Western.

Tentu saja hal ini sangat meresahkan warga Aceh yang dikenal kuat memegang syari’at Islam. Mereka tak ingin wilayah masjid bersejarah ini nantinya dikotori maksiat dan penuh hiruk pikuk hedonisme.

Jum’at (13/1/2012) kemarin ribuan umat Islam Aceh menorehkan tandatangan di atas kain putih sepanjang 200 meter, sebagai bentuk penolakan terhadap rencana pembangunan sebuah hotel dan mal di samping masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh.

Kain putih dibentangkan di pagar lokasi yang direncanakan dibangun hotel Best Western, dan ratusan orang telah menorehkan tandatangan penolakannya, kata juru bicara Koalisi Peduli Masjid Raya Baiturrahman (KPMRB) Adi Usman Musa di Banda Aceh, Jumat (13/1).

Di lokasi bekas bangunan "Geunta Plaza", yang berdampingan dengan Masjid Raya Baiturrahman, yang berada di pusat Kota Banda Aceh, itu juga direncanakan dibangun mal.

Kain putih yang dibentangkan di lokasi rencana pembangunan hotel dan mal itu ditandatangani jamaah shalat Jum’at, termasuk masyarakat yang melintas di ruas jalan padat di Kota Banda Aceh tersebut.

"Kain putih ini merupakan bantuan dari para pedagang di pasar tradisional Pasar Atjeh, yang memang ada kekhawatiran jika hotel dan mal dibangun di samping masjid ini akan berdampak luas terhadap usaha mereka," kata anggota KPMRB Adli Abdullah.

Selain kain putih untuk menggalang tandatangan warga juga terpampang puluhan spanduk berukuran 1x2 meter yang dipasang di dinding pagar Masjid Raya Baiturrahman. Spanduk itu berisi penolakan rencana pembangunan hotel dan mal di samping masjid tersebut.

Sekjen Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) Tgk Faisal Ali menyatakan pihaknya bukan menentang pembangunan hotel dan mal di Aceh, tapi yang disesalkan kenapa harus di samping masjid Raya Baiturrahman.

"Kami tidak menolak investasi masuk ke Aceh, tapi tidak pada tempatnya jika hotel dan mal berdiri didekat masjid, sebab secara otomatis akan mengganggu aktivitas masyarakat muslim menunaikan ibadah," jelasnya.

Sehari sebelumnya elemen mahasiswa sudah menyuarakan penolakan pembangunan hotel dan mal di dekat masjid Baiturrahman. Puluhan orang mahasiswa IAIN Ar Raniry Banda Aceh berunjuk rasa di gedung DPRK dan balai kota menolak pembangunan hotel di depan Masjid Raya Baiturrahman, Kamis (12/1/2012). Dalam aksi itu mahasiswa mengusung spanduk bertuliskan "Mahasiswa IAIN menolak pembangunan Best Westren Hotel", serta "Pembangunan hotel mencoreng syariat Islam", dan beberapa tulisan lainnya.

Presiden Mahasiswa IAIN Ar Raniry Fakhrul Radhi dalam orasinya di DPRK Banda Aceh mengatakan tidak selayaknya hotel dibangun di depan Masjid Raya Baiturrahman. "Jika hotel tersebut dibangun, sama saja memberi peluang terjadinya kemaksiatan. Sungguh ironis jika kemaksiatan itu terjadi di dekat sebuah masjid yang memiliki nilai historis bagi rakyat Aceh," ujarnya.

Apalagi, kata dia, Pemerintah Kota Banda Aceh sepertinya tidak mampu memberantas kemaksiatan yang terjadi di sejumlah hotel di ibu kota Provinsi Aceh. "Kalau hotel ini tetap dibangun, siapa yang berani menjamin di tempat itu tidak terjadi kemaksiatan. Tidak seorang pun. Dan ini akan mencoreng syariat Islam di Kota Banda Aceh," katanya.

Belum Ada Izin IMB untuk Hotel dan Mal di Samping Masjid Baiturrahman

Sementara itu pihak Kepala Seksi Pelayanan Informasi dan Pengaduan Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (KPTSP) Kota Banda Aceh, Ahmad Putera, di Banda Aceh, menyatakan sampai saat ini, pihaknya belum menerima permohonan untuk rencana pembangunan hotel tersebut.

Ahmad menjelaskan proses penerbitan IMB untuk jenis usaha hotel itu tidak mudah. Hal tersebut belum tentu dapat diterbitkan jika kajian instansi teknisnya ternyata menunjukkan bangunan hotel tersebut tidak layak.

"Kalau aturannya di KPTSP, proses penerbitan IMB itu waktunya 14 hari. Namun, hal itu tidak mutlak untuk dikeluarkan,'' katanya. ''Karena jika instansi teknis tidak merekomendasikan, maka izinnya juga tidak dapat dikeluarkan.''

Instansi teknis yang akan melakukan kajian aspek teknis terkait dengan pendirian hotel tersebut yakni Dinas Pekerjaan Umum. Mereka akan melakukan kajian mengenai struktur, daya dukung tanah, dan bestek bangunan.

Sementara itu, Dinas Perhubungan akan melakukan kajian dampak lalulintas dan perparkiran. Dinas Kebersihan dan Pertamanan juga akan mengkaji mengenai apakah bangunan hotel tersebut merusak estetika dan keindahan kota. ''Jadi, semua hal akan dikaji dan hasil kajian teknis tersebut akan menjadi pertimbangan utama KPTSP untuk menerbitkan IMB,'' ujar Ahmad.

Semoga pemerintah benar-benar memperhatikan aspirasi umat Islam Aceh. Dari kejadian di atas juga bisa diambil pelajaran sudah semestinya pembangunan seperti mal maupun hotel tidak berada di dekat masjid yang dapat mengganggu kekhusyu’an umat Islam dalam beribadah dan menutup syi’ar Islam. (widad/dbs)


latestnews

View Full Version