View Full Version
Kamis, 19 Jan 2012

Kongkalikong Aparat, Pemerintah & Pengusaha Miras di Papua (Bag II)

PAPUA (VoA-Islam) - Menurut Yermias Degei, masih dalam sebuah blog pribadinya, ada pihak-pihak tertentu yang berusaha mencari keuntungan dari miras produk impor. Inilah penyebab sulitnya miras dihentikan atau diberantas dari agen-agen pemasaran dan peredaran atau jalur urat pasar miras. Kalau urat ini putus mungkin akan mengurangi orang menjadi pecandu miras.

Di tanah Papua, miras diperdagangkan tanpa upaya membumi hanguskan. Ini terjadi karena ada konspirasi (persekongkolan) antara pihak keamanan, pemerintah dan pengusaha Miras. Mereka bersekongkol, bekerja sama (secara diam-diam) mencari keuntungan. Pengusaha bar, diskotik membutuhkan minuman keras. Ada pejabat yang juga punya diskotik atau bar, dan ada pejabat atau DPR kita sebagai penikmat bar dan bir.

Bagi pemerintah daerah, miras dilihat sebagai komoditas penghasil uang. Pendapatan daerah lebih besar didapat dari miras. Sedangkan pihak keamanan mendapat uang pelicin dari masuknya miras ke Papua. Jadinya, kita hanya baku tipu soal operasi miras. Seolah-olah hanya miras ilegal yang merusak orang Papua. Padahal, miras legal dan ilegal sama-sama membunuh dan merusak orang dan bangsa Papua.

Memang polisi selalu melakukan sweeping di pelabuhan-pelabuhan, seperti di Jayapura. Namun, aparat tetap saja mengamankan bisnis miras legal, agar pajak yang dibayarkan kepada penguasa tetap lancar, aman, tepat waktu dan tidak berkurang.

Aparat polisi juga kadang mengharapkan sedikit ongkos rokok dari jual-beli miras di tengah-tengah masyarakat Papua. Selain itu, operasi miras dilakukan untuk menyembunyikan fakta adanya persekongkolan. Barangkali agar tidak dicurigai masyarakat sebagai lahan bisnis. Aparat mendapat uang saku dari pekerjaan itu.

Secara terselubung, polisi juga bertujuan untuk memupuk tindak kriminal di tengah-tengah masyarakat Papua agar tercipta citra buruk bahwa bangsa Papua adalah bangsa biadab yang perlu dididik oleh bangsa lain yang beradab. Larangan peredaran miras ilegal tidak akan memperbaiki kondisi buruk masyarakat Papua. Karena itu tugas pemerintah Papua saat ini adalah bagaimana melepas ketergantungan terhadap miras.

Politik miras membuat pejabat untung sendiri dan meninabobokan masyarakat Papua di atas uang. Miras, sungguh telah mengancam nyawa dan mental rakyat Papua itu sendiri. Seharusnya ada proteksi, mengeluarkan peraturan daerah, baik mengenai miras maupun terhadap arus budaya luar yang mengacam masa depan identitas etnik kultural, ekonomi, sosial, hukum dan politik Papua.

Walaupun ada peraturan tentang penjualan miras, namun nampaknya proteksi terhadap miras tidak berjalan baik, bahkan tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh. Alasanya barangkali karena miras memiliki pasokan devisa cukup besar. Pemerintah pun melegalkan miras, dan memperbolehkan perdagangan miras.

Pemabuk di Papua

Di Jayapura, semakin banyak pasokan miras, semakin banyak orang alkholik. pendapatan daerah besar (Suara Perempuan Papua, No. 32 Tahun II, 20-26 Maret 2006). Pasokan retribusi dari miras setiap tahun untuk Jayapura terus meningkat.

Pada tahun 2002 -2003 pasokan retribusi pemerintah daerahnya sebesar Rp 1. 400.000.000 (Satu Miliar Empat Ratus Juta Rupiah), tahun anggaran 2006 mengalami peningkatan menjadi Rp 3.000.000.000 (Suara Perempuan Papua, No. 32 Tahun II, 20-26 Maret 2006). Itu baru Jaya Pura, bagaiman dengan kota lainnya di tanah Papua?

Sepertinya, pemberantasan miras di Papua baru sebatas wacana. Di tempat-tempat terpencil saat ini, masalah alkohol begitu kritis. Tingkat penganguran sangat tinggi, di antara generasi mudanya terjadi kebosanana yang amat sangat, dan sekolah-sekolah setempat tidak dapat menampung minat kaum muda.

“Dalam beberapa bulan ini saja, sudah sebanyak 365 orang dari suku Mee meninggal dunia di Nabire. Ini bukan mengada-ada, tapi ada data yang kami temukan di lapangan,” kata Tokoh Masyarakat Nabire Ruben Edoway dalam sebuah diskusi di Nabire seperti yang dikutip PapuaPos, 20 Mei 2007.

Lalu bagaimana dengan suku lainnya di Nabire? Kemudian bagaimana dengan Jayapura, Timika, Sorong, Merauke, Biak, Serui, Fak-fak, Wamena, Pegunungan Bintang, Enarotali, Puncak Jaya dan lainnya? Dalam sejarah suku Aborigin di Australia misalnya, suku itu menjadi minoritas dari segi kualitas maupun kuantitas karena dininabobokan dengan alkohol. Lalu mengapa tidak ada hukum yang ketat tentang miras di Papua?

Pro kontra mengenai mengenai ijin penjualan Miras di tanah Papua masih terus terjadi. Ada pihak yang mengatakan, walaupun aturan diperketat, namun miras sekarang sudah bisa diracik sendiri oleh masyarakat Papua. Sehingga aturan yang ketat sekalipun bukan menjadi solusi. Solusinya, kita harus sadar kalau miras itu berbahaya dan kita harus berhenti mengkonsumsinya. Dibutuhkan keterlibatan semua pihak, mulai dari pemerintah, aparat keamanan,  lembaga sosial/swadaya, tokoh agama dan masyarakat adat dalam memerangi  miras.

Pemerintah Papua harus diakui, tidak serius menangani kasus miras. Buktinya, miras masih dibiarkan beredar di Papua. Ada kelas miras legal dan ilegal. Bila pemerintah serius, seharusnya melarang segala jenis miras masuk ke Papua. Sedangkan bagi pihak yang memperdagangkan dan mengkonsumsi miras dikenai hukuman.

Pemerintah daerah di Papua juga seharusnya menyatakan perang terhadap miras. Seperti yang dilakukan di Oksibil, Ibukota Kabupaten Pegunungan Bintang Papua,  ditandai dengan pemusnahan miras yang dilakukan Bupati setempat Wellington Wenda bersama tokoh masyarakat dan tokoh agama.

Bupati dalam sambutannya mengatakan, pihaknya bersama DPR saat ini sedang merancang peraturan daerah tentang larangan memasukkan miras ke daerah tersebut. “Kami perang dengan Miras, karena itu, akan merusak generasi muda di daerah ini,” tegas Bupati di lapangan Oksibil (CyberNews, 17 Agustus 2007 ).

Untuk itu, kabupaten lain kiranya bisa mengikuti jejak Kabupaten Manokwari yang telah mengeluarkan Perda Larangan Peredaran Miras. Perda yang awalnya dianggap kontroversi di daerah tersebut ternyata berdampak luar biasa. Nyaris tidak ada lagi pemabuk yang tertidur di pinggir jalan dan aksi pemalakan yang dilakukan pengonsumsi Miras.

Kabarnya, ibu-ibu rumah tangga pun mulai merasakan manfaatnya dengan Perda tersebut, kekerasan dalam rumah tangga menurun drastis dan uang belanja yang diterima dari suami mereka pun bertambah. (Pikiran Rakyat Rabu, 22 Agustus 2007). (Desastian/dbs)


latestnews

View Full Version