JAKARTA (Voa Islam) – Dalam menghadapi berbagai sengketa pendirian rumah ibadah, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Ma’ruf Amin dalam sebuah jumpa pers di Jakarta belum lama ini (18/1), meminta kepada semua pihak, agar kembali pada Peraturan Bersama Menteri (PBM) sebagai alternatif dan jalan keluar bagi pendirian rumah ibadah. “Melalui PBM inilah, syarat-syarat mendirikan rumah ibadah diatur,” ujar KH. Maruf Amin
Ditegaskan KH. Ma’ruf Amin, PBM itu pada hakekatnya merupakan kesepakatan dari majelis-majelis agama. Terlebih, PBM dibuat oleh Majelis-majelis Agama yang sifatnya mengikat dan merupakan kesepakatan bersama. Tentu saja, dengan peraturan tersebut, tidak semua pihak puas. Namun, karena ini sudah menjadi kesepakatan bersama, tentu harus dipatuhi.
Berdasarkan laporan dari Walikota dan MUI Kota Bogor, MUI menilai, proses pemberian IMB Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin - Bogor, tidak sesuai dengan aturan PBM. “Ada hal yang tidak dipenuhi. Dengan kata lain, ada sesuatu yang dimanipulasi. Itulah sebabnya, IMB GKI Yasmin dicabut oleh Walikota Bogor. Saya kira, tindakan walikota mencabut IMB itu sudah benar. Begitu pula, tawaran relokasi dari Walikota sudah tepat.”
KH. Ma’ruf Amin telah mempercayai Walikota Kota Bogor untuk menyelesaiakan persoalan GKI Yasmin. MUI Pusat juga mempercayakan MUI Kota Bogor, dimana informasi yang diterima telah diyakini kebenarannya. “MUI percaya, laporan Walikota dan MUI Bogor tersebut benar. Maka, penyelesaiannya syogianya dikembalikan saja pada PBM, yaitu pasal 14 ayat 3.”
MUI sudah mendengar, bahwa Walikota Bogor sudah berusaha memfasilitasi tersedianya rumah ibadah, yakni dengan merelokasi GKI Yasmin di Jalan Pengadilan Bogor. MUI sendiri mendukung upaya Walikota merelokasi GKI Yasmin tersebut. Dengan demikian, Walikota telah memenuhi tugasnya, dimana umat Kristiani telah terpenuhi hak-haknya untuk mendirikan rumah ibadah.
Mengenai aksi demo yang dilakukan warga sekitar untuk menolak pendirian GKI Yasmin, MUI menganggap aksi itu adalah bagian dari demokrasi. “Silahkan demo, sepanjang tidak anarkis,“ kata Kiai.
Provokatif GKI Yasmin
Lebih lanjut, KH. Maruf Amin sangat menyesalkan, pihak jemaat GKI Yasmin melakukan ibadah di tengah jalan. Menurut kiai, tindakan itu terkesan provokatif yang bisa menimbulkan konflik. “Selama ada Pemerintah Daerah, kita harus selesaikan masalah secara beradab. Ada rule of the game-nya.”
Kata KH.Ma’ruf, PBM itu tentu berlaku bagi umat Islam yang hendak mendirikan masjid di daerah minoritas. Karena itu, ia tidak akan mentolerir umat Islam di daerah minoritas untuk memaksa dan melanggar PBM. Umat Islam harus patuh dan memenuhi kesepakatan yang telah dibuat, dan harus memenuhi perjanjian PBM.
KH. Ma’ruf menyesalkan atas upaya GKI Yasmin yang membawa kasus ini pada masyarakat internasional. “Sebaiknya jangan dilakukan, itu bisa menimbulkan ketegangan. Hendaknya jangan memprovokasi, sebab itu bukan watak bangsa kita. Sebagai bangsa yang beradab dan memiliki kearifan lokal, MUI berharap persoalan ini bisa diselesaikan di tingkat Bogor. Karena itu, kembalikan saja pada pokok, mencari akar dimana letak terjadi konflik itu. Siapapun harus patuh dan menerima.”
Sementara itu, Sinanseri Encip, salah seorang Ketua MUI bidang informasi dan komunikasi mengatakan, bahwa di daerah muslim minoritas, pelarangan masjid bukannya tidak pernah ada. Hingga saat ini masih ada hambatan umat Islam untuk mendirikan masjid di wilayah minoritas, tapi MUI dan ormas Islam tidak pernah membuat keributan.
“Kami diam, kami menyerahkan sepenuhnya untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah masing-masing. Seperti kita ketahui, di Papua, di Kupang, di Bali dan di wilayah yang minoritas penduduknya muslim, mendirikan masjid di sana itu sulit sekali,” kata Sinanseri Encip. Desastian