JAKARTA (voa-islam.com) – Usaha merevisi Undang-undang ormas yang akan menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal adalah kemunduran kepada rezim otoriter Orde Baru. Ini menjadi kampanye kaum kafirin atas nama perang terhadap terorisme.
Hal itu diungkapkan Pengamat politik dan pakar pergerakan Islam, Dr Amir Mahmud menanggapi usaha revisi terhadap UU Nomor 8/1985 yang mengharuskan Pancasila sebagai asas tunggal. Menurutnya, usaha menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal adalah satu kemunduran dari zaman reformasi kepada Orde Baru.
“Kalau ini mau diberlakukan (asas tunggal Pancasila, red) maknanya ada proses yang ingin mengembalikan persoalan ideologi ini ke zaman Soeharto. Tapi menurut anilisis saya itu masih berupa wacana. Namun demikian tetap tidak benar cara Orde Baru diberlakukan di era reformasi seperti sekarang ini, dimana kalau kita melihat UUD 45 pasal 29, kebebasan beragama itu dijamin,” tuturnya kepada voa-islam.com, Jum’at (20/1/2012).
Alumnus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini menegaskan, jika asas tunggal Pancasila dalam revisi RUU ormas itu dipaksakan, berarti pemerintah yang berkuasa saat ini adalah rezim otoriter dengan kemasan demokrasi. “Kalau ini tetap dipaksakan berarti rezim ini rezim otoriter dengan kemasan demokrasi,” tegas tokoh FUJAMAS (Forum Ukhuwah Jama'ah Masjid Surakarta) itu.
Untuk itu, Amir Mahmud mengimbau ormas-ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis, Al Irsyad dan yang lainnya agar segera duduk bersama mencari solusi agar bencana represif orde baru tidak terulang.
Namun, lanjut Amir, jika ormas-ormas besar tersebut justru sepakat diberlakukannya revisi RUU ormas yang mengharuskan Pancasila sebagai asas maka akan terjadi pertarungan ideologi. Lebih dari pada itu, jika nanti revisi RUU ormas itu digolkan, ini merupakan pertanda bahwa kampanye kaum kafirin atas nama perang terhadap terorisme dengan berbagai pressure seperti tidak dihentikannya aliran dana, tidak diizinkan berdirinya lembaga pendidikan dan yang lainnya, telah berhasil memberikan rasa takut terhadap ormas-ormas Islam. [Ahmed Widad]