View Full Version
Jum'at, 10 Feb 2012

Merugikan Umat Islam, PP Salimah Kampanye Tolak RUU Kesetaraan Gender

JAKARTA (VoA-Islam) – Pimpinan Pusat Salimah, sebuah organisasi kewanitaan Muslimah dalam pernyataan sikapnya, menolak RUU Kesetaraan Gender (KG). Hal itu ditegaskan Ketua Umum PP Salimah Nurul Hidayati S.S, MBA usai Diskusi Tematik berjudul Telaah Kritis atas Konsep Kesetaraan Gender, di Kompleks DPR RI, Kalibata, Jakarta Selatan, pada Rabu (08/02/2012).

Seperti diketahui, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Meneg PP-PA) Linda Amalia Sari Gumelar mengajukan naskah akademik dan Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesetaraan & Keadilan Gender (KKG), ia berharap sudah disahkan menjadi UU tahun 2012 ini."Kita berharap 2012 RUU sudah disahkan," ujar Linda kepada pers belum lama ini.

Menurut Menteri, Undang-undang kesetaraan dan keadilan gender sangat dibutuhkan di negara ini. "Jika undang-undang ini telah disahkan maka penanganan masalah pengarusutamaan gender di Indonesia akan lebih muda dan bisa dikelola oleh seluruh jajaran mulai dari eksekutif, legislatif dan masyarakat," katanya.

Sedangkan dikatakan Adian Husaini, selain  kental proyek “liberalisasi”, RUU ini harus diwaspadai  karena dalam draf ini hanya melihat aspek dunia dan menghilangkan aspek akhirat. Faktor inilah yang akan banyak merugikan umat Islam.

RUU KG yang sedang digodok oleh anggota DPR Komisi 8, saat ini sudah sampai pada tahap rapat dengar pendapat. PP Salimah sepakat bahwa paham Kesetaraan Gender sangat merusak karena bisa menghancurkan tatanan keluarga Muslim yang sudah terbangun dengan konsep Islam. Selain itu, paham ini juga berefek besar pada perempuan-perempuan muslim karena bisa membuat mereka tidak bangga lagi akan posisinya sebagai seorang Ibu dan Istri.

Musdah Mulia Soal RUU KG

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Gedung DPR (25/01/12), Siti Musdah Mulia (Guru Besar Pemikiran Politik Islam UIN Syarif Hidayatullah) menekankan perlunya UU yang lebih holistic dalam mengatur dan memastikan kesetaraan gender diseluruh aspek pembangunan dan salah satunya dengan kembali mengevaluasi UU yang sudah ada sebelumnya, “Bukan berarti saya tidak setuju ada UU ini, saya berharap bahwa UU ini mempertimbangkan apa yang digagas sebelumnya,” katanya singkat.

Mengenai perlu tidaknya membuat UU mengenai kesetaraan gender, baik Musdah maupun perwakilan dari Komnas Perempuan menyatakan bahwa yang perlu diperjuangkan adalah bagaimana UU ini dapat memastikan semua warga negara agar tidak mengalami diskriminasi atas dasar aspek gendernya, dan memiliki akses yang sama, mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi yang sama, serta kesempatan untuk mengontrol dan menikmati semua hasil pembangunan yang sama.

Dalam pengantar rapat, I Wayan Sudirta (Anggota DPD RI asal Bali) menyebutkan setidaknya terdapat 3 (tiga) pembahasan utama dalam rapat yaitu mengenai apa definisi kesataraan gender, perlunya Indonesia membuat UU tentang kesetaraan gender, dan bagaimana mengatur kesetaraan gender di Indonesia dengan keberagaman budaya dan sosial yang ada.

Menurut Kunthi Tridewiyanti (Komisioner Komnas Perempuan) kesetaraan gender memiliki pengertian kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan nasional, “juga adanya kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan,” tambahnya singkat. Desastian


latestnews

View Full Version