JAKARTA (VoA-Islam) – Sungguh tidak logis apa yang dinyatakan tokoh-tokoh fasik Jaringan Islam Liberal (JIL) atau lebih tepatnya Jaringan Iblis Laknatullah dalam menyikapi penyerbuan gerombolan preman yang mengatasnamakan dayak di Bandara Tjilik Riwut – Palangka Raya, Kalimantan Tengah.
Tokoh feminis berpaham liberal, Mariana Amiruddin yang dikenal getol memperjuangkan kesetaraan gender ini, menyebut preman yang mengacung-ngacungkan mandau ( senjata khas masyarakat Dayak) di Bandara Palangka Raya sebagai kearifan lokal yang harus dilestarikan. Bahkan konyolnya, upaya untuk melakukan pembunuhan terhadap pimpinan FPI juga dianggap sebagai kearifan. Logika macam apa, yang membuat Pemimpin Redaksi Jurnal Perempuan ini berpikir dangkal seperti itu.
"Sudah jelas, nyawa pimpinan FPI sedang dalam keadaan terancam, ketika gerombolan preman anarkis menerobos bandara Palangka Raya, bahkan mereka berencana hendak membakar pesawat. Tapi yang justru dikebiri malah FPI. Ini adalah pemutarbalikkan fakta yang amat jahat. Dimana logika makhluk JIL itu. Itu tanda mereka tidak cerdas melihat situasi. Mereka bukan anti kekerasan, melainkan anti FPI, dan bernafsu untuk membubarkan FPI," kata Ketua Bidang Da’wah FPI Habib Muhsin Al Attas usai menemui anggota DPR Komisi III, kemarin, Rabu (15/2).
Hadir sejumlah ormas Islam lain di Komisi III DPR, antara lain: KH. Muhammad Al Khaththath (Sekjen Forum Umat Islam), Ustadz Abu Jibril (Ketua Majelis Mujahidin Indonesia), Hj. Nurdiati Akma (Ketua Forum Silatutahim Antar Pengajian (FORSAP) dan Dewan Pakar Aisyiah-Muhammadiyah.
Perlu diketahui, tokoh feminis Mariana Amiruddin pernah menyelesaikan studinya di Program Magister Humaniora Pascasarjana Kajian Wanita (Woman Studies) di Universitas Indonesia (UI). Kegiatan sehari-harinya aktif sebagai jurnalis Jurnal Perempun dan Radio Jurnal Perempuan. Sebelumnya, mengambil gelar kesarjanaan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Hubungan Internasional Universitas Jayabaya, Jakarta. Pernah terlibat dalam penerbitan media seni dan budaya PLOT sejak tahun 1999 sebagai pemimpin redaksi.
Sudah sangat jelas, apa yang terjadi di Bandara Palangka Raya, yakni upaya pembunuhan terhadap empat pimpinan Front Pembela Islam (FPI), tak terkecuali Habib Muhammad Rizieq Syihab. Tapi anehnya, tokoh-tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) atau sebut saja Jaringan Iblis Laknatullah, masih saja menyebut sebagai hak putra daerah untu menolak FPI, bahkan menjebol bandara serya mengacung-acungkan senjata ke arah pesawat Sriwijaya Air.
Habib Muhsin menilai pandangan Mariana Amiruddin itu sebagai statemen yang bodoh dan keblinger. Kok bawa senjata dibilang kearifan lokal. Jika dianggap kearifan lokal, berarti orang Betawi boleh mengacung-acungkan golok, lalu orang Jawa membawa keris, orang Bugis mengangkat senjata parang, orang Aceh mengacungkan rencong, orang Madura membaca clurit, orang Papua membawa panah dan tombak.
"Dimana otaknya? Katanya anti kekerasan, cinta damai, kok mengacung-acungkan senjata dibilang kaearifan lokal. Dasar bodoh!” kata Habib Muhsin usai menemui anggota DPR Komisi III, kemarin, Rabu (15/2) bersama sejumlah ormas Islam lain, seperti Forum Umat Islam (FUI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), dan Forum Silatutahim Antar Pengajian (FORSAP). Desastian