View Full Version
Selasa, 28 Feb 2012

Ketua Pansus: Seluruh Ormas Akan Diwajibkan untuk Mendaftar

JAKARTA (VoA-Islam) – Ketua Pansus RUU Ormas -DPR RI, Abdul Malik Haramain menegaskan, akan mewajibkan seluruh ormas yang ada agar mendaftar diri pada sebuah instansi terkait, sehingga keberadaannya tidak liar seperti gerombolan. Ia membantah, RUU Ormas yang kini dibahas di DPR tidak terkait dengan ramai-ramai publik menyoroti FPI.

“Sama sekali tidak memanfaatkan moment FPI. RUU Ormas ini tidak dibuat dalam konteks persoalan FPI di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Yang jelas, RUU Ormas bukan dikhususkan untuk FPI, tapi bersifat pengaturan, memfasilitasi, dan mengelola seluruh ormas yang ada. Pasal yang menyangkut sanksi pun hanya satu pasal,” ujar Abdul Malik kepada Voa-Islam usai Diskusi Lintas Agama tentang RUU Ormas di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, kemarin, Senin (27/2) siang.

Hadir sebagai pembicara: Abdul Malik Haramain (Ketua Pansus RUU Ormas), Jeirry Sumampow (PGI), Romo  Beny Susetyo (KWI), KS. Arsana (PHDI), Ponijan Liaw (Budha), Najamudin (Majelis Hukum & HAM PP Muhammadiyah).

Rencananya, akhir Maret nanti, pembahasan RUU Ormas akan memasuki sidang Panja. Saat ini DPR masih melakukan uji publik ke tiga ibukota, yakni: Makasar, Medan, dan Yogja. “Setelah rapat internal, baru kemudian masuk Panja,” ujarnya.

Seperti diketahui, banyak ormas yang tidak terdaftar di institusi terkait. Pertanyaannya, apakah ormas akan diwajibkan untuk mendaftar atau tidak. Sebaiknya, kata Abdul Malik, agar tidak liar, ormas diwajibkan untuk berbadan hukum.

 “Ini masih diperdebatkan. Kalau diwajibkan, nanti akan ada yang marah lagi, dan akan banyak yang tidak mendaftar. Itulah sebabnya, perlu dibatas, ormas seperti apa yang wajib mendaftar, tidak bisa disamakan. Mestinya sih ormas wajib mendaftarkan diri.”

Abdul Malik berpendapat, ormas yang sudah mendaftar di Menkumham, tak perlu lagi mendaftar ke Mendagri. Jadi, yang tidak berbadan hukum cukup Kemendagri, kalau sudah berbadan hukum ke Menhukham.

Ketika ditanya, apakah sudah tepat kebijakan Mendagri yang telah memberi teguran kepada FPI untuk kedua kalinya? Menurut Abdul Malik, hal itu sudah tepat. Karena UU No 8 Tahun 1985 masih berlaku saat ini. Sebetulnya UU ini lebih represif. Namun, Mendagri belum maksimal menerapkan UU itu. Khawatir nanti dikatakan represif.

FPI sendiri menyatakan tidak perlakukan secara adil, kenapa hanya FPI saja yang ditegur, sedangkan ormas lain yang kerap melakukan tawuran tidak diberi tegutran Mendagri? Bahkan FPI mengancam akan menarik berkasnya dari Kemendagri, jika pemerintah tidak bersikap adil memperlakukan FPI. “Seharusnya, kita dorong Mendagri agar berlaku adil. Jadi yang diberi teguran, bukan hanya FPI saja, tapi juga ormas, lain,” tukas Abdul Malik.

Masuk Panja

Abdul Malik menegaskan, RUU Ormas yang akan memasuki Panja pada bulan Maret ini, tidak terkait dengan ramai-ramai publik menyoroti FPI.“RUU Ormas bukanlah RUU FPI. RUU Ormas dibuat bukan hanya untuk FPI, tapi juga seluruh ormas,” kata Haramain.

RUU Ormas yang kini dibahas di DPR merupakan pengganti UU No. 8 Tahun 1985. Dalam RUU ini dinilai lebih detil, komprehensif dan persuasif. Setidaknya terdapat 57 pasal sebagai tambahan.

Seperti diketahui, UU No. 8 Tahun 1985 tentang keormasan, dibuat pada masa rezim Orde Baru yang otoriter dan tidak demokratik. Rencananya, akhir Maret atau tanggal 5 April nanti, RUU ini sudah selesai.Perdebatan yang tak pernah usai dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di DPR, selain asas ormas yang terkait Pancasila, juga point-point yang menyangkut tentang larangan-larangan.

Menyinggung LSM atau NGO asing, dikatakan Haramain, pihak legislatif tidak punya niatan untuk membatasi LSM asing, namun mereka harus ikuti aturan main di negeri ini, dan tidak kontradiktif dengan pembangunan nasional.

“Ini bukan ancaman, tapi prosedur. Juga bukan untuk menscreening. Setidaknya, negara harus tahu dana yang berasal internasional, apalagi jumlahnya sampai milyaran. Terpenting, LSM tidak ikut-ikutan memfasilitasi gerakan separatis di Indonesia,” kata Haramain.

Dalam diskusi juga terungkap, ormas yang melakukan tindakan anarkis dengan merusak fasilitas umum, bisa saja akan dilajukan pembekuan dan pembubaran. Namun, kebijakan untuk melakukab pembubaran, harus melalui keputusan pengadilan.

“Kita ingin RUU ini menjadi efektif, namun tidak represif. RUU Ormas ini juga bukan untuk mengendalikan, tapi lebih kepada pengelolaan agar bermanfaat. Kami dari pihak legislative sangat berhati-hati, agar RUU ini tidak menjadi represif. Jika memang represif, maka saya tidak akan melanjutkan RUU ini. Buat apa negara yang katanya demokratis, justru menjadi represif, ” kata Abdul Malik. Desastian


latestnews

View Full Version