Keputusan MK tentang perubahan UU No. 1 tentang Perkawinan Pasal 43 ayat (1) memicu protes karena dinilai telah menodai keyakinan umat beragama di Indonesia. Menurut Majelis Mujahidin, keputusan itu bertentangan dengan ajaran semua agama, karena tidak ada satupun agama yang menyatakan bahwa anak hasil hubungan di luar pernikahan seperti zina, kumpul kebo atau samen leven mempunyai kedudukan keperdataan yang sama dengan anak hasil pernikahan.
Majelis Mujahidin juga merasa aneh dengan pernyataan Ketua MK Mahfud MD yang membanggakan keputusannya sebagai keputusan revolusioner. Padahal, keputusan MK itu justru melindungi kebejatan moral. “Keputusan Mahkamah Konstitusi ini memang revolusioner, dalam hal melindungi kebejatan moral,” jelas Amir Majelis Mujahidin Ustadz Muhammad Thalib, dalam rilisnya kepada voa-islam.com, Rabu (29/2/2012).
Majelis Mujahidin mempertanyakan, keputusan MK itu dipersembahkan untuk siapa? Karena keputusan itu sangat timpang dan jauh dari rasa keadilan. Di satu sisi melindungi kebejatan moral, tapi di sisi lain mencederai nilai-nilai agama.
“MK tidak cermat dalam memberikan keputusan yang mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat beragama. Mereka lebih condong kepada paham sekularisasi hukum tanpa meminta pendapat dan saran para ahli dalam bidang agama Islam,” kecam Thalib.
Tanpa tedeng aling-aling, Majelis Mujahidin menyatakan keputusan MK sebagai produk batil, dan mendesak MK meninjau ulang keputusannya. Jika MK tidak membatalkan keputusan yang menentang syariat Islam, maka Majelis Mujahidin akan menggalang kekuatan umat untuk melakukan perlawanan.
“Jika tidak, maka Majelis Mujahidin akan menjadi garda terdepan bersama komponen-komponen masyarakat yang lain untuk melawan setiap anasir yang merongrong prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab, dan merusak tatanan keluarga serta tatanan sosial kemasyarakatan,” pungkas Thalib. [taz]