JAKARTA (VoA-Islam) - Program Majelis Intelektual dan Ulama Muda (MIUMI) ke depan adalah membantu untuk mensosialisasikan fatwa-fatwa MUI yang diperlukan untuk umat. Majelis Fatwa MIUMI juga siap melahirkan fatwa-fatwa baru yang berkualitas dan sangat dibutuhkan oleh umat. Demikian dikatakan Sekjen MIUMI Ustadz H. Bachtiar Nasir LC yang merupakan alumnus Universitas Islam Madinah.
Ketika otoritas ulama mulai dipertanyakan, yang terjadi adalah kesan bahwa fatwa ulama tidaklah mutlak, karena dianggap masih terdapat ulama lain yang mempersoalkannya atau yang memiliki pendapat berbeda. Jika kemutlakan atau otoritas mulai dipersoalkan, konsekuensi yang muncul adalah relativitas kebenaran fatwa. Sementara umat Islam harus menghadapi ghazwul fikri, yang intinya adalah perang framework atau manhaj berpikir.
Adapun manhaj yang digunakan oleh kelompok anti fatwa ini berasal dari framework berpikir Barat yang diinspirasi oleh metedelogi dalam ilmu social yang tidak banyak diketahui oleh para ulama. Sementara, mereka yang menentang otoritas ulama telah paham manhaj berpikir para ulama. Disinilah para ulama memerlukan dukungan dari intelektual muda Muslim dalam memperkuat manhaj berpikir Islam yang dapat merespon tantangan pemikiran.
Seperti diketahui, masalah-masalah social umat Islam tidak selalu dapat diselesaikan melalui kajian keilmuan. Banyak masalah yang memerlukan solusi dalam bentuk gerakan social, pendekatan personal dan juga loby secara structural dan cultural dsb. Disini kearifan generasi tua yang disegani perlu dipersatukan denga semangat intelektuak muda yang dinanti-nanti. Itulah sebabnya MIUMI lahir dan dideklarasikan belum lama ini, Selasa (28/2) lalu di Hotel Sahid, Jakarta.
Muhammad Idrus Romli dalam siaran persnya mengatakan, fungsi majelis MIUMI ini lebih pada aksi, yang harus menjadi solusi bagi persoalan yang selama ini dihadapi umat Islam. “Dan tidak akan menjadi problem bagi ormas-ormas Islam yang sudah ada. Karena, memang forum ini telah menjadi wadah bagi seluruh ormas Islam yang ada, khususnya bagi kaum intelektual dan ulama muda. Sama halnya dengan MUI yang menjadi wadah berbagai ormas Islam yang ada dari kalangan ulama senior,” tambahnya.
Dai asal Nuuwar (Papua) Ustadz Fadzlan Garamatan yang mengislamkan ribuan orang Papua,kepada Voa-Islam menegaskan, wadah ulama muda ini harus sungguh-sungguh dan hanya berorientasi pada Allah untuk kemenangan Islam dan kejayaan umat Islam. “Bukan untuk kepentingan kelompoknya masing- masing,” tukasnya.
Alumnus Gontor dan Universitas Islam Madinah, Ustadz M. Khudori menambahkan, ormas dan lembaga Islam di Indonesia sangat banyak, tetapi tidak berwibawa. Setiap lembaga mengeluarkan fatwa, tetapi persoalannya , tingkat penerimaan atau respon masyarakat terhadap fatwa tersebut sangat rendah.
“Respon kita selama ini terhadap persoalan-persoalan umat tidak orisinil, karena fatwa tersebut tidak didasari oleh basis penelitian yang kuat. Sehingga solusi yang kita sodorkan bersifat permukaan. Keberadaan MIUMI ini, dapat berfungsi sebagai penyalur bahan-bahan observasi berdasarkan penelitian kepada institusi-institusi yang sudah ada, yang lebih berkompeten mengeluarkan fatwa. Produk-produk maupun kebijakan majelis ini harus menyentuh segmentasi yang jelas, yakni pada aplikasi umat di lapangan,” kata Khudori.
Berkaitan dengan sosialisasi fatwa, ulama PWNU Jember dan Jatim, Ustadz Idrus Romli menegaskan, sudah begitu banyak keputusan fatwa yang dikeluarkan oleh ormas Islam dan MUI, namun sosialisasinya masih terasa kurang efektif. “Insya Allah, melalui forum ini, fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan berbagai ormas, akan dapat diakses oleh kalangan yang lebih luas dan disosialisasikan lebih merata di berbagai lapisan kalangan masyarakat,” kata Ustadz yang meneliti kasus di Sampang, Madura, baru-baru ini. Desastian