Jakarta (VoA-Islam)- “Waspadalah terhadap mafia Sepilis yang menipu umat dengan segudang gelar akademis, memakai jas cendekiawan dan dasi ilmuwan melalui performa modernis serta diplomasi intelektual, untuk melakukan manipulasi hujjah dan korupsi dalil, atas nama maslahat, pembaharuan, persamaan, persatuan, kemanusiaan, kebebasan, keadilan dan HAM! Mereka adalah perusak akidah, penghancur akhlak, pemerkosa syariat dan penoda agama.”
Demikian pesan Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq Syihab terkait bahaya sepilis yang menjangkit negeri ini.
Bagi masyarakat awam, barangkali tidak semuanya mengetahui apa itu Sepilis dan bahaya yang ditimbulkannya. Untuk mengetahuinya secara detail, yuk kita rame-rame membongkar kedok sepilis hingga akar-akarnya. Voa-Islam akan menulis tema “Indonesia Damai Tanpa Liberalisme” ini dalam beberapa bagian.
Ketahuilah, Sepilis adalah singkatan dari Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme. Apa itu Sekulrasisme? Sekularisme adalah suatu isme (aliran pemikiran atau pemahaman) yang mempercayai dan meyakini serta mengimani, bahwa agama harus dipisah dari negara, sehingga dalam mengelola negara tidak boleh membawa simbol atau atribut agama, apalagi ajaran agama. Dalam prakteknya, sekularisme telah menjadi suatu ideology yang anti agama, bahkan memusuhi agama.
Lalu Ketahuilah, Sepilis adalah singkatan dari Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme. Apa itu Sekulrasisme? Sekularisme adalah suatu isme (aliran pemikiran atau pemahaman) yang mempercayai, bahwa agama harus dipisah dari negara, sehingga dalam mengelola negara tidak boleh membawa simbol atau atribut agama, apalagi ajaran agama. Dalam prakteknya, sekularisme telah menjadi suatu ideologi yang anti agama, bahkan memusuhi agama.
Lalu apa itu Pluralisme? Pluralisme adalah isme (aliran pemikiran atau pemahaman) yang meyakini bahwa semua agama sama dan benar, sehingga siapapun – termasuk Nabi dan Rasul sekalipun – tidak berhak mengklaim ajaran agamanya yang paling benar. Dalam prakteknya, pluralisme telah menjadi suatu ideologi lintas agama yang mencampuradukkan-ajaran semua agama.
Sedangkan Liberalisme adalah suatu isme (aliran pemikiran atau pemahaman) yang mengimani, bahwa nash Al Qur’an dan As-Sunnah harus tunduk pada akal, dan bahwasannya manusia memiliki kebebasan mutlak, sehingga siapapun – termasuk Tuhan sekalipun – tidak berhak untuk mewajibkan atau mengharamkan sesautu atas manusia. Karena Wajib-Haram adalah pemasungan kebebasan dan pemerkosaan HAM. Dalam prakteknya, liberalism telah menjadi suatu ideologi yang membolehkan berbagai kemungkaran, seperti pornografi, pornoaksi, perzinahan, homosex, lesbian, pelacuran, pemurtadan, aliran sesat, dan penistaan agama.
Fatwa Haram MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Munasnya yang ke-7 (pada 25-29 Juli 2005) di Jakarta, telah menetapkan 11 fatwa. Diantara fatwa MUI tersebut, ada fatwa tentang pluralism agama, sekularisme, dan liberalisme.
Dalam fatwanya, MUI menjelaskan apa yang dimaksud dengan pluralisme agama. Menurut MUI, Sekularisme adalah memisahkan urusan duniawi dari agama, dimana agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesama manusia diatur hanya dengan berdasarkan kesepakatan sosial.
Sedangkan Pluraslisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan, bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relative. Oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar, sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidu berdampingan di surga.
Pluralisme agama berbeda dengan pluralitas agama. Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan
Adapun Liberalisme, menurut MUI, adalah memahami nash-nash agama (al-Qur’an dan As-Sunnah) dengan cara menggunakan akal pikiran yang bebas, hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.
MUI memutuskan, pluralism, sekularisme dan liberalism agama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Umat Islam haram mengikuti paham pluralism, sekularisme dan liberalisme agama. Dalam masalah akidah dan ibadah, umat Islam wajib bersifat eksklusif, dalam artian haram mencampuradukkan antara akidah dan ibadah umat Islam dengan akidah dan ibadah pemeluk agama lain.
Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain (pluralitas agama), dalam masalah social yang tidak berkaitan dengan akidah dan ibadah, umat Islam bersikap insklusif, dalam artian tetap melakukan pergaulan social dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan. (Ditetapkan di Jakarta, tanggal 29 Juli 2005).
Kebakaran Jenggot
Begitu fatwa MUI dikeluarkan, maka kebakaran jenggotlah para pengasong liberal dan pembelanya. Termasuk tokoh-tokoh seperti Gus Dur, Ulil Abshar Abdalla, Dawam Rahardjo, Johan Effendy, Syafii Anwar, dan para tokoh lintas agama lainnya. Serta merta, para pengasong liberal itu seperti ditikam bara, menjerit “kepanasan” seraya berkata: bahwa Indonesia bukan negara Islam.
Selain fatwa haramnya paham Sepilis, MUI juga mengeluarkan fatwa haramnya doa bersama. Dalam Islam, doa bersama tidak dikenal dan merupakan bid’ah. MUI memutuskan, doa bersama yang dipimpin oleh tokoh non-muslim haram hukumnya. Namun, mubah (boleh) jika dipimpin tokoh muslim. Sedangkan doa bersama secara bergiliran adalah haram mengamini doa-doa dari agama lain.
MUI juga menetapkan fatwa, bahwa perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah. Ditetapkan pula, Islam tidak membei hak saling mewarisi antara muslim dan non-muslim. Sehingga pewarisan keduanya hanya dapat dilakukan dengan cara hibah, wasiat dan hadiah. Fatwa-fatwa MUI tersebut menambah pukulan telak buat kaum liberal. Desastian