View Full Version
Rabu, 14 Mar 2012

MUI Kecam Putusan MK Tentang Status Anak Zina, Acak-acak Syariat Islam

JAKARTA (VoA-Islam) – Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 tanggal pengucapan 17 Februari 2012 terkait pengujian UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menuai kontroversial dan menimbulkan keguncangan bagi umat Islam dalam menjalankan syariat agamanya

Dalam sebuah jumpa pers di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jl. Proklamasi No. 51, Menteng, Jakarta Pusat, KH. Ma’ruf Amin (Ketua MUI) didampingi oleh Ustadz Amir Tambunan (Sekum), DR.HM. Asrorun Ni’am Sholeh (Sekretaris Komisi Fatwa), dan Ichwan Sam (Sekjen) menanggapi Putusan MK tersebut dan sekaligus mengeluarkan Fatwa MUI No. 11 Tahun 2012 tentang Kedudukan Anak Hasil Zina dan Perlakuan Terhadapnya.

Banyaknya pertanyaan dari masyarakat mengenai Putusan MK yang mengacak-acak syariat Islam tersebut. Seperti diketahui, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 46/PUU-VIII/2010 menyatakan: Pasal 43 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun  1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019) menyatakan:  

“Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya, sehingga ayat tersebut harus dibaca, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”.

Menurut MUI, Putusan MK tersebut menuai kontroversi serta menimbulkan kegelisahan, kerisauan, bahkan keguncangan di kalangan umat Islam, karena berkembang pendapat dan pemahaman masyarakat, bahwa putusan MK tersebut telah mengubah syariat Islam, melanggar ajaran Islam, dan mengubah tatanan kehidupan umat Islam yang selama ini berlaku.

“Menanggapi perkembangan tersebut, MUI punya tanggungjawab untuk mempertahankan agama Islam dan melindungi umat Islam Indonesia. MUI memandang penting untuk memberikan tanggapan terhadap putusan MK, sekaligus memberikan panduan tegas dan jelas kepada umat Islam dengan mengembalikan tatanan kehidupan umat Islam seperti sedia kala,” kata KH. Ma’ruf Amin kepada wartawan.

Untuk menyusun tanggapan ini, ungkap KH. Ma’ruf Amin, MUI terlebih dulu melakukan pembahasan dari perspektif hukum nasional oleh Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI, juga  melakukan pembahasan dari perspektif ajaran agama oleh Komisi Fatwa MUI, serta menyelenggarakan rapat pengurus harian MUI untuk membahas hasil kerja dua komisi tersebut, dan selanjutnya mengesahkan sebagai putusan MUI. (Desastian)


latestnews

View Full Version